- Pasar keuangan RI kemarin ditutup loyo, IHSG ambles lebih dari 1%, rupiah melemah tipis, dan obligasi dijual investor.
- Wall Street atau bursa saham AS kembali ditutup bergairah terdorong saham teknologi yang masih moncer, terutama dari produsen chip.
- Pasar hari ini akan banyak dipengaruhi sentimen global, terutama dari AS yang akan merilis data terkait pasar tenaga kerja.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pada perdagangan kemarin Senin (6/1/2025) ditutup loyo. Tampaknya, investor antisipasi terkait banyak data genting yang akan rilis pekan ini.
Sentimen selengkapnya terkait proyeksi pergerakan pasar keuangan hari ini, Selasa (7/1/2025), silahkan bisa dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Membahas soal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kemarin Senin ditutup ambles ambles 1,17% ke posisi 7.080,47. IHSG terkoreksi ke level psikologis 7.000, setelah dua hari beruntun bertahan di level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp 8 triliun dengan melibatkan 22 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 221 saham naik, 388 saham turun, dan 190 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 1,65%. Selain itu, sektor keuangan juga menjadi salah satu penekan IHSG yakni sebesar 1,13%.
Sementara dari sisi saham, emiten perbankan raksasa mendominasi penekan IHSG, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang mencapai 13,4 indeks poin, kemudian PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 11,5 indeks poin, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 5,8 indeks poin.
Selain itu, adapula emiten konglomerasi Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 13,8 indeks poin dan emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sebesar 9,2 indeks poin.
IHSG ambles di tengah wait and see pelaku pasar menanti sentimen dari global, terutama terkait dengan sejumlah data payrol dan tenaga kerja AS yang akan menunjang pertimbangan pejabat the Fed dalam memutuskan kebijakan moneternya bulan ini.
Ketidakpastian ini ikut membebani nilai tukar rupiah. Dilansir dari Refinitiv, mata uang Garuda pada kemarin melemah tipis 0,03% ke angka Rp16.190/US$.
Treasury and Global Market Head Sales Bank Mega Donny Lukito menyebutkan sentimen eksternal terkait data ekonomi AS, arah kebijakan suku bunga The Fed hingga Pilpres AS menjadi isu yang kuat mempengaruhi pasar termasuk pergerakan rupiah sepanjang 2024.
Sementara pada tahun 2025, ketidakpastian di AS masih akan memengaruhi rupiah mengingat pasar masih menanti kepastian arah kebijakan tarif impor hingga keimigrasian AS era Presiden Donald Trump yang akan dilantik 20 Januari 2025.
Beralih ke pasar obligasi, yield obligasi acuan bertenor 10 tahun masih betah di atas 7%. Secara harian naik, pada perdagangan kemarin ditutup naik sekitar 2 basis poin (bps) ke 7,06%.
Kenaikan pada yield obligasi berbanding terbalik dengan harga yang artinya sedang mengalami penurunan. Ini menunjukkan bahwa minat investor masih loyo terhadap obligasi, lantaran banyak yang jual.
Pages