Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi (month to month/mtm) pada Januari 2025. Namun, deflasi kali ini dinilai pemerintah wajar dan tidak perlu dikhawatirkan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,76% mtm. Tingkat deflasi secara bulanan tersebut Januari 2025 sebesar 0,76% ini sama dengan dan tingkat deflasi year to date (ytd) Januari 2025 sebesar 0,76%.
Tingkat inflasi y-on-y komponen inti Januari 2025 sebesar 2,36%, inflasi bulanan (mtm) sebesar 0,30%, dan inflasi tahun kalender (ytd) sebesar 0,30%.
Dalam konsensus CNBC Indonesia terhadap 12 institusi secara mayoritas mengungkapkan akan terjadi inflasi secara bulanan untuk periode Januari 2025. Namun berbeda halnya dengan Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail yang menjadi satu-satunya ekonom yang memproyeksikan terjadi deflasi 0,15% mtm. Ia juga memproyeksikan inflasi secara tahunan yang paling rendah dibandingkan institusi lainnya dengan kenaikan hanya sebesar 1,25%.
Deflasi ini berbanding terbalik dengan bulan sebelumnya yakni Desember 2024 yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,44% dan tingkat inflasi ytd Desember 2024 sebesar 1,57%. High base di Januari 2024, harga BBM nonsubsidi, serta harga pangan di Januari tahun lalu yang cukup tinggi membuat angka IHK Januari 2025 terlihat kecil.
Apalagi ada penurunan harga pangan dan transportasi di Januari 2025 dibandingkan Desember 2024 karena low season setelah libur natal dan tahun baru pada akhirnya membuat kondisi deflasi di Indonesia terendah sejak 1999 atau sekitar 25 tahun terakhir.
Deflasi pada awal tahun ini terjadi karena komponen harga diatur pemerintah (administered price/AP) mengalami deflasi sebesar 7,38% (mtm) atau 6,41% (yoy). Terjadinya deflasi pada komponen AP utamanya disebabkan oleh tarif listrik, tarif angkutan udara dan tarif kereta api. Listrik memiliki bobot terbesar dalam perhitungan IHK Indonesia yakni 4,89%. Bobotnya lebih tinggi dibandingkan bensin (94,43%) dan beras (3,42%).
Penurunan tarif listrik tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah atas pemberian diskon tarif listrik sebesar 50% kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA - 2200 VA yang berlaku selama bulan Januari-Februari 2025. Sepanjang Januari 2025 tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03% (mtm) dan andil deflasi 1,47%.
Dalam historis 5 tahun terakhir, selain pada Januari 2025, perubahan tarif listrik terjadi pada Juli dan Agustus 2022, dikarenakan adanya tariff adjustment atau penyesuaian tarif tenaga listrik pada kuartal III-2022 yang tertuang dalam Surat Menteri ESDM Nomor T-162/TL.04/MEM.L/2022 tanggal 2 Juni 2022 tentang Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik.
Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kebijakan tersebut tidak akan berlanjut.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Paket Stimulus Ekonomi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru 2024/2025 untuk meningkatkan daya beli masyarakat di akhir tahun.
Airlangga menuturkan salah satu stimulus tersebut adalah penyediaan tarif tiket pesawat yang lebih terjangkau guna mendukung perluasan dan peningkatan sektor pariwisata nasional. Pemerintah memberikan diskon hingga 10% pada tiket pesawat selama periode 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025 di seluruh bandara di Indonesia. Kebijakan ini turut berkontribusi terhadap deflasi angkutan udara sebesar 0,01%.
Kebijakan ini, menurut Airlangga, akan diimplementasikan kembali pada perayaan hari raya Lebaran 2025. Pihaknya tengah menggodok stimulus diskon tiket pesawat hingga tarif tol.
Deflasi Januari Bukan Pertanda Buruk
Deflasi seringkali dikaitkan dengan kondisi yang buruk, seperti daya beli yang rendah hingga aktivitas manufaktur yang menurun. Namun kali ini cukup berbeda karena data makroekonomi Indonesia belakangan ini tampak cukup positif.
Sebagai contoh angka yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) perihal Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) untuk periode Desember 2024 yakni sebesar 127,7. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode November 2024 yang sebesar 125,9.
Lebih lanjut, angka Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga tampak membaik. Peningkatan IEK dapat menunjukkan bahwa konsumen memiliki keyakinan yang kuat terhadap kondisi ekonomi di masa mendatang.
IEK Indonesia pada November dan Desember 2024 terpantau melesat dengan signifikan yakni masing-masing sebesar 138,3 dan 139,5.
Posisi IEK Indonesia pada Desember 2024 merupakan yang tertinggi sejak Juni 2022 atau sekitar 2,5 tahun terakhir.
Selain itu, aktivitas manufaktur yang dilihat dengan indikator Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing yang dirilis oleh S&P Global juga menunjukkan perbaikan khususnya dalam dua bulan terakhir (Desember 2024 dan Januari 2025).
Aktivitas manufaktur Indonesia terbang pada Januari 2025. Data PMI yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (3/2/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 51,9, Angka ini adalah yang tertinggi sejak Mei 2024 atau delapan bulan terakhir.
Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, mengatakan:menjelaskan sektor manufaktur Indonesia berkembang lebih cepat pada Januari didorong oleh peningkatan tajam dalam produksi serta tingginya ekspektasi akan perbaikan ke depan.
"Selain itu, (PMI) mencerminkan keyakinan yang terus berlanjut terhadap prospek ke depan, dengan produksi yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan membaiknya permintaan pasar di tahun yang akan datang," tutur Paul Smith dikutip dari website resmi S&P.
Begitu pula dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) tampak mengalami kenaikan baik secara bulanan maupun tahunan.
Kinerja penjualan eceran diprakirakan meningkat pada Desember 2024. Hal ini tecermin dari IPR Desember 2024 yang diprakirakan mencapai 220,3 atau secara tahunan tumbuh 1,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.
Secara bulanan, penjualan eceran diprakirakan terakselerasi dengan pertumbuhan sebesar 5,1% (mtm) setelah pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 0,4% (mtm).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev)