Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas Antam memiliki peluang untuk terus mencatatkan rekor sejalan dengan proyeksi emas dunia yang akan mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Harga emas tetap dijagokan akan tetap bersinar. Analis Pasar Utama Exinity Group, Han Tan menjelaskan emas bisa mencapai US$3.000 pada 2025, dengan asumsi pasar tetap pada peran emas sebagai lindung nilai inflasi, terutama jika kebijakan Trump membangkitkan kembali tekanan inflasi AS.
Harga emas dunia mampu mencetak rekor tertinggi sepanjang masa selama empat hari beruntun dari Kamis dan Jumat pekan lalu serta Senin dan Selasa pekan ini.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Selasa (05/02/2025) harga emas dunia menguat 1,01% ke angka US$2.841,94 per troy ons. Harga emas juga terbang dalam empat hari beruntun dengan penguatan menembus 3,05%.
Investor AS bersiap-siap menghadapi serangkaian perubahan pada 2025 dari tarif dan deregulasi hingga kebijakan pajak yang akan merembet ke pasar saat Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari.
"Para investor dan pemilik emas mungkin menikmati tahun cemerlang lainnya jika ketegangan geopolitik global meningkat di bawah Trump 2.0, yang berpotensi mendorong investor ke tempat perlindungan aman yang sudah teruji waktu ini," kata Tan.
Emas dianggap sebagai investasi yang aman selama ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik, tetapi suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang untuk memegang aset yang tidak menghasilkan imbal hasil.
Andai harga emas dunia mencapai US$3.000 per troy ons, emas Antam pun berpeluang mencapai Rp1.800.000 - Rp2.000.000 per gram.
Harga emas Logam Mulia produksi PT Aneka Tambang Tbk pada Rabu (05/02/2025) di butik emas LM Graha Dipta Pulo Gadung naik sebesar Rp13.000. Harga emas Antam hari ini tercatat sebesar Rp1.663.000 dan merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Begitu pula harga buyback (harga yang digunakan ketika menjual emas kembali) berada di posisi Rp1.514.000 per gram atau naik Rp13.000.
Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah didorong oleh pelemahan Dolar AS (DXY) yang tertekan akibat turunnya imbal hasil obligasi AS. Ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memicu aksi beli aset safe-haven, mendorong harga emas naik lebih dari 1%.
Indeks dolar AS melemah ke 107,97 pada perdagangan kemarin dari sebelumnya 109. Sementara itu, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun ada di angka 4,51% dari 4,54% pada hari sebelumnya.
Pelemahan dolar AS dan imbal hasil US Treasury berdampak positif ke emas. Pembelian emas dikonversi ke dolar sehingga melemahnya dolar AS membuat emas menjadi makin murah untuk dibeli sehingga pembelian meningkat.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga melemahnya imbal hasil US Treasury membuat emas menarik.
Faktor ketidakpastian geopolitik juga turut mendongkrak harga emas dunia.
Kendati Presiden AS Donald Trump menunda penerapan tarif pada Kanada dan Meksiko, tarif 10% terhadap barang-barang dari China tetap diberlakukan, sehingga memicu langkah balasan dari Beijing.
Pemerintah China menerapkan tarif pada sejumlah produk dari AS, termasuk batu bara, gas alam cair (LNG), minyak mentah, peralatan pertanian, dan truk listrik. Selain itu, China juga mengumumkan kontrol ekspor pada beberapa jenis logam yang penting untuk industri elektronik.
Akan tetapi, kenaikan harga emas bisa tertahan jika bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) bersikap lebih hawkish. Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, menyatakan bahwa tugas The Fed dalam menangani inflasi belum selesai. Ia menambahkan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi stabil, dan bank sentral akan bersikap hati-hati dalam menilai dampak dari kebijakan tarif yang diberlakukan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)