Trump Tunda Perang Dagang, Indofood-ACES Langsung Senyum!

23 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan sejenak bisa bernafas lega setelah kebijakan kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) ditunda selama 30 hari.

Sebelumnya, pada pekan lalu Presiden AS, Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor untuk barang yang dikirim dari Kanada, Meksiko, dan China. Ini membuat pasar khawatir harga barang-barang akan naik, sehingga inflasi mengetat lagi.

Efek dari kebijakan itu membuat pasar antisipasi dengan mengumpulkan lebih banyak cash atau dollar AS (DXY) sebagai salah satu cara melindungi diri dari ketidakpasitan. Hal ini kemudian membuat the greenback sempat melambung mendekati level 110 atau level tertinggi sekitar dua tahun lalu.

Namun, pada Selasa hari ini (4/2/2025) kebijakan itu berubah menjadi lebih lunak, di mana Trump menunda-nya selama 30 hari ke depan.

CNBC Indonesia memantau sampai perdagangan hari ini pukul 11.40 WIB, DXY kemudian merespon dengan turun tipis kembali ke level 108 membuat rupiah menguat ke kisaran level Rp16.300/US$ lagi, setelah kemarin sempat ambles lebih dari 0,50% dalam sehari ke atas Rp16.400/US$.

Begitu juga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini berhasil rebound sekitar 1% ke atas level 7100.

Meskipun pasar masih bergerak sangat volatil, tetapi setidaknya sentimen tarif ditunda ini bisa memberikan kelegaan bagi sejumlah perusahaan, terutama yang memilki operasional bisnis banyak impor maupun yang punya utang banyak dalam denominasi dolar AS.

Perusahaan-perusahaan itu memiliki sensitifas terhadap nilai tukar rupiah yang melemah. Selama ini mereka dirugikan karena dolar AS yang makin mahal membuat beban mereka membengkak.

Jadi, setidaknya dengan tarif impor AS yang ditunda ini akan membuat mereka bisa bernafas lega. Adapun beberapa perusahaan yang kami rekap sebagai berikut :

1. PT Indofood CBP (ICBP)

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menjadi salah satu emiten yang bisa dirugikan ketika rupiah melemah.

Melansir dari laporan keuangan hingga September 2024, ICBP memiliki utang obligasi jangka panjang dalam denominasi dolar AS mencapai Rp41,62 triliun. Nilai ini mewakili 73,70% dari total liabilitas perusahaan sebesar Rp56,47 triliun.

Selain itu, ICBP terdampak negatif dari keperkasaan dolar yang menekan mata uang naira Nigeria.

Naira sudah anjlok lebih dari 80% membuat ICBP mencatat kerugian atas nilai investasi pada entitas asosiasinya, Dufil Prima Foods Plc (DPFP) hingga Rp1,70 triliun.

2. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)

Selanjutnya ada induk usaha ICBP yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang ikut terseret dampak negatif dari pelemahan rupiah.

Pasalnya, sebagai induk usaha INDF juga ikut menanggung beban ICBP yang berupa utang dalam denominasi dolar AS. Kontribusi ICBP bagi INDF pun sangat besar ke pendapatan mencapai lebih dari 70%.

Akibat ICBP menelan pil pahit pada akhir 2023 lalu, INDF juga kena imbasnya dengan laba bersih pada kuartal IV/2023 hanya Rp1,06 triliun, anjlok 38% dalam basis tahunan.

3. PT Modernland Realty Tbk (MDLN)

Emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) juga sangat sensitif dengan pelemahan nilai tukar rupiah.

Sampai September 2024, MDLN mencatat beban yang masih harus dibayar dalam dolar AS mencapai Rp99,09 miliar. Tak sampai disitu, masih ada utang obligasi berdenominasi dolar AS sebanyak Rp5,72 triliun.

4. PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)

Berikutnya ada emiten retail PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) yang banyak mengimpor barang tentu menjadi sensitif dengan volatilitas nilai tukar.

Menurut data laporan perusahaan sampai sembilan bulan pertama tahun ini, ACES mencatat beban pokok penjualan senilai Rp3,20 triliun. Dari nilai tersebut, sebanyak 81,89% merupakan pembelian melalui impor.
.
ACES merupakan perusahaan dengan penjualan utama di barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup. Untuk memasok persediaan barang tersebut, biasanya ACES melakukan impor.

5. PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY)

Masih dari emiten ritel, ada PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY). Bisnis MDIY mirip dengan ACES, tetapi mereka menawarkan harga yang relatif murah.

Mereka juga banyak mengimpor produk-produk mereka. Menurut data prospektus, persentase produk impor dalam pembelian persediaan MDIY berada di atas 70%.

Dari total pembelian bersih sebesar Rp1,46 triliun pada semester I/2024, persentase impor tembus 78,90%, sedikit turun dari persentase semester I/2023 di 79,43% ketika perusahaan membeli persediaan barang dengan nilai total Rp981,53 miliar.

6. Sektor Farmasi

Selanjutnya ada sektor farmasi lantaran dominasi impor bahan baku masih mencapai 90%. Pada 2023, nilai ekspor produk industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional Indonesia meningkat 8,78% dibandingkan 2022.

Beberapa emiten farmasi diantaranya seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lain-lain.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research