Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan saham-saham minyak yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak begitu menggairahkan seperti sebelum-sebelumnya. Hal ini lantaran harga komoditas minyak dunia baik Brent maupun WTI anjlok dalam beberapa hari terakhir.
Harga minyak mentah berjangka turun lebih dari 4% pada perdagangan Selasa (15/10/2024), setelah Israel dilaporkan memberi tahu Amerika Serikat (AS) bahwa mereka tidak berencana untuk menyerang fasilitas minyak Iran, meredakan kekhawatiran bahwa gangguan pasokan besar-besaran di Timur Tengah sudah di depan mata.
Sepanjang pekan ini, harga minyak mentah WTI telah anjlok 6,59% di level US$70,58 per barel hingga Selasa (15/10/2024).
Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang melorot 6,06% di level US$74,25 per barel hingga Selasa (15/10/2024).
Israel berencana untuk membatasi serangan balasannya di Iran pada target militer dan tidak berencana untuk menyerang industri minyak Republik Islam atau fasilitas nuklirnya, tiga pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan kepada NBC News.
Harga minyak melonjak awal bulan ini setelah Iran meluncurkan serangan rudal balistik terhadap Israel, meningkatkan kekhawatiran bahwa tanggapan Israel dapat menyebabkan siklus eskalasi lebih lanjut yang mengganggu pasokan minyak mentah di kawasan tersebut.
Risiko geopolitik telah sepenuhnya menguap dari pasar, Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets mengatakan kepada "The Exchange" CNBC.
Harga minyak telah turun secara signifikan dari tertinggi yang dicapai pada serangan Iran 1 Oktober. Israel sejauh ini menahan diri untuk tidak membalas, dan para pedagang telah mengalihkan fokus ke fundamental pasar karena surplus minyak yang membayangi diperkirakan terjadi tahun depan.
Namun Croft memperingatkan adanya spiral eskalasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan minyak. Jika Israel melancarkan serangan besar terhadap target militer di Iran yang menyebabkan jatuhnya korban, respons Republik Islam tersebut dapat menyebabkan Israel meningkatkan eskalasi lebih lanjut.
"Gedung Putih cukup khawatir tentang pembalasan Iran, sehingga mereka benar-benar bekerja sangat keras untuk membuat Israel menarik kembali daftar target potensialnya," ujar Croft.
Prospek permintaan minyak global melemah
OPEC memangkas perkiraan produksi minyak tahun 2024 untuk bulan ketiga berturut-turut minggu ini. Dan Badan Energi Internasional memperkirakan permintaan akan tumbuh hanya di bawah 900.000 barel per hari pada tahun 2024 dan 1 juta barel per hari pada tahun 2025, perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan 2 juta barel per hari pada periode pasca-pandemi.
Permintaan minyak China khususnya lemah, dengan konsumsi turun 500.000 barel per hari pada bulan Agustus, penurunan bulanan keempat berturut-turut, menurut laporan Agen Energi Internasional (IEA) yang diterbitkan Selasa. Sementara itu, produksi minyak mentah di Amerika, yang dipimpin oleh AS, siap tumbuh sebesar 1,5 juta barel per hari tahun ini dan tahun depan.
IEA mengatakan para anggotanya siap untuk mengambil tindakan jika terjadi gangguan pasokan di Timur Tengah.
"Saat ini, pasokan terus mengalir, dan jika tidak ada gangguan besar, pasar menghadapi surplus yang cukup besar di tahun baru," menurut laporan bulanan IEA.
OPEC juga memiliki jutaan barel per hari dalam kapasitas cadangan yang dapat melonjak jika terjadi gangguan pasokan. Namun, Arab Saudi mungkin tidak segera bertindak, ujar Croft.
"Saudi akan sangat berhati-hati dalam membawa kembali barel jika terjadi semacam eskalasi," katanya. "Mereka ingin melihat adanya gangguan pasokan fisik sebelum mereka benar-benar melakukannya."
Prospek Saham Minyak
Meskipun banyak sentimen negatif hingga tantangan melemahnya permintaan minyak pada tahun depan, akan tetapi valuasi saham-saham minyak di BEI saat ini sangatlah murah alias undervalued.
Sehingga untuk investasi jangka panjang masih cukup menarik, mengingat kini China tengah gempur dalam melakukan stimulus ekonomi untuk meningkatkan aktivitas produksi dan konsumsi dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi.
CNBC Indonesia Research
(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini: