Jakarta,CNBC Indonesia - Sejarah memang gemar mengulang dirinya, hanya saja kali ini dengan tensi yang lebih tinggi dan drama yang lebih sengit. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Meksiko kembali menyala di bawah kepemimpinan Donald Trump, sang arsitek kekacauan ekonomi global.
Tapi dalam plot twist terbaru, dilansir dari Reuters, Trump memilih untuk menunda tarif 25% terhadap barang impor dari Meksiko. Bukan karena belas kasih, melainkan karena Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum setuju mengerahkan 10.000 tentara ke perbatasan, menindak kartel narkoba, dan menutup keran migrasi ilegal yang mengalir deras ke utara.
Namun, jangan terkecoh.
Situasi ini dapat diartikan sebagai jeda sebelum babak berikutnya. Seperti dalam setiap episode panjang hubungan AS-Meksiko, cinta dan dendam berjalan beriringan, dibalut kepentingan ekonomi yang terlalu besar untuk diputus, tapi terlalu rumit untuk dibiarkan mengalir bebas.
Perdagangan dan Ekonomi
Hubungan AS dan Meksiko telah lama diwarnai oleh dinamika kompleks. Pada abad ke-19, Perang Meksiko-Amerika (1846-1848) berakhir dengan Perjanjian Guadalupe Hidalgo, di mana Meksiko kehilangan sebagian besar wilayahnya kepada AS. Sejak itu, kedua negara menjalin hubungan yang erat namun rumit, terutama dalam bidang perdagangan dan keamanan.
Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang berlaku sejak 1994 hingga 2020, kemudian digantikan oleh Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA), menghapus tarif dan hambatan perdagangan antara ketiga negara. Namun, ketegangan tetap ada, terutama terkait defisit perdagangan AS dengan Meksiko dan isu ketenagakerjaan.
Meksiko adalah mitra dagang terbesar AS, menyuplai segala hal mulai dari mobil, elektronik, hingga buah alpukat. Data menunjukkan bahwa 77% ekspor Meksiko mengalir ke AS, sementara perusahaan-perusahaan AS bergantung pada tenaga kerja murah dan rantai pasok dari selatan.
Tarif yang Trump ancam bisa menghantam perekonomian kedua negara. Harga mobil buatan AS bisa melambung, rantai pasok terganggu, dan perusahaan Amerika sendiri yang akan merasakan dampaknya. Tapi bagi Trump, ini bukan soal keseimbangan ekonomi. ini soal dominasi dan siapa yang tunduk dalam negosiasi.
Narkotika, Luka Lama yang Terbuka Kembali
Masalah narkotika menjadi duri dalam daging hubungan kedua negara. Kartel narkoba Meksiko telah lama menjadi pemasok utama obat-obatan terlarang ke AS, menyebabkan krisis kesehatan dan keamanan di kedua negara. Pada 2008, diluncurkan Merida Initiative, sebuah kerjasama keamanan antara AS dan Meksiko untuk memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkotika.
Jika ekonomi adalah wajah dari perang dagang ini, narkoba adalah bara api yang membuatnya menyala. Trump menuding Meksiko sebagai gerbang utama fentanil, opioid sintetis yang membunuh puluhan ribu orang AS setiap tahun.
Sebagian besar benar, tapi tidak sepenuhnya. Fentanil memang banyak diproses oleh kartel Meksiko, tapi bahan bakunya? Datang dari China. Dan jalur penyelundupan utama? Tidak hanya lewat perbatasan yang diawasi ketat, tapi juga melalui pos pengiriman komersial yang sulit dideteksi.
Meksiko punya alasan untuk geram. AS menuntut mereka menghancurkan kartel, tapi di sisi lain, aliran senjata dari AS justru membanjiri geng-geng kriminal di selatan.
Imigrasi, Isu yang Tak Kunjung Usai
Isu imigrasi ilegal juga menjadi sumber ketegangan. Banyak warga Meksiko yang mencoba memasuki AS untuk mencari kehidupan yang lebih baik, namun hal ini memicu perdebatan mengenai kebijakan imigrasi dan keamanan perbatasan. Pemerintahan Trump dikenal dengan pendekatan kerasnya terhadap imigrasi ilegal, termasuk rencana pembangunan tembok perbatasan.
Ribuan orang dari Amerika Tengah mencoba menyeberang ke AS setiap harinya, mencari kehidupan yang lebih baik. Trump menuntut Meksiko untuk bertindak lebih tegas dan itulah yang akhirnya dilakukan Sheinbaum.
Tapi apakah ini solusi atau sekadar peredam sesaat? Sejarah menunjukkan bahwa kebijakan garis keras terhadap imigran sering kali memperburuk keadaan. Semakin sulit masuk secara legal, semakin banyak yang memilih jalur penyelundupan ilegal yang lebih berbahaya.
Tarif mungkin ditunda, tapi ketegangan ini jauh dari selesai. Trump memberi waktu 30 hari bagi Meksiko untuk menunjukkan hasil. Jika gagal, tarif akan kembali menghantam.
AS dan Meksiko adalah dua negara yang terikat dalam hubungan yang penuh paradoks, mereka saling membutuhkan tapi saling curiga, saling bergantung tapi saling menyalahkan.
Pertanyaannya kini bukan apakah perang dagang ini akan berakhir, tapi seberapa dalam dampaknya akan mengubah wajah perdagangan global.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)