Jakarta, CNBC Indonesia - Iklim berbisnis atau berusaha di Indonesia masih banyak diperbaiki jika ingin bersaing dengan negara di ASEAN lainnya.
Bank Dunia lewat laporannya perihal Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang merupakan edisi ke-17 dalam rangkaian studi tahunan yang meneliti regulasi yang mendorong aktivitas bisnis serta yang menghambatnya. Doing Business menyajikan indikator kuantitatif tentang regulasi bisnis dan perlindungan hak milik yang dapat dibandingkan di 190 negara dari Afghanistan hingga Zimbabwe dan dari waktu ke waktu.
Regulasi yang memengaruhi 10 aspek dalam siklus hidup sebuah bisnis dicakup, yaitu: memulai bisnis, menangani izin konstruksi, mendapatkan listrik, mendaftarkan properti, mendapatkan kredit, melindungi investor minoritas, membayar pajak, perdagangan lintas batas, penegakan kontrak, dan penyelesaian kepailitan.
CNBC Indonesia Research memperhatikan lima negara di ASEAN yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Filipina untuk melihat posisi peringkat sejak 2016 hingga 2020. Singapura tidak dimasukkan ke dalam daftar karena negara tersebut bukan lagi peers Indonesia dalam soal iklim usaha. Singapura sudah setara dengan negara-negara maju yg menjadi hub bisnis internasional seperti Inggris ataupun Amerika Serikat.
Berdasarkan pemantauan, EoDP Ranking pada 2020 menunjukkan Malaysia menjadi negara dengan peringkat tertinggi jika dibandingkan empat negara lainnya yakni berada di posisi 12, Thailand berada di posisi 21, Vietnam berada di posisi 70, Indonesia di posisi 73, dan Filipina berada di posisi 95.
Kemudian berdasarkan aspek penilaian, Malaysia menjadi juaranya khususnya dalam hal menangani izin konstruksi dan melindungi investor minoritas dengan masing-masing berada di peringkat dua secara global. Malaysia menyederhanakan proses pengurusan izin konstruksi dengan menghapus inspeksi jalan dan drainase yang dilakukan oleh Dewan Kota Kuala Lumpur.
Selain Malaysia, Thailand juga mempunyai peringkat yang sangat baik dalam hal mendapatkan listrik serta melindungi investor minoritas. Thailand mempermudah pengurusan izin konstruksi dengan memperkenalkan peraturan yang mewajibkan inspeksi bertahap selama proses konstruksi.
Jika dilihat lebih rinci, peringkat dari kelima negara tersebut pada 2020 mengalami peningkatan jika dibandingkan pada 2016.
Sebagai contoh, pada 2016, peringkat Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Filipina masing-masing bertengger di posisi 18, 49, 90, 109, dan 103.
Indonesia sendiri yang saat ini berada di posisi 73 dengan skor 69,6, tampak mengalami peningkatan yang cukup positif yakni sebesar 36 posisi. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Filipina yang pada 2016 berada pada peringkat yang lebih baik dari Indonesia yakni 103, namun pada 2020 berada pada peringkat 95.
Berikut ini reformasi di Indonesia yang mempermudah menjalankan bisnis, antara lain:
1. Memulai Bisnis
Indonesia (Jakarta) mempermudah proses memulai bisnis dengan memperkenalkan platform online untuk perizinan usaha dan menggantikan dokumen fisik dengan sertifikat elektronik.
2. Mendapatkan Listrik
Indonesia (Surabaya) meningkatkan keandalan pasokan listrik melalui renovasi dan pemeliharaan yang lebih baik pada jaringan listriknya. Surabaya juga mempercepat proses mendapatkan sambungan listrik baru berkat peningkatan kapasitas pembangkit listrik.
3. Membayar Pajak
Indonesia mempermudah pembayaran pajak dengan mengimplementasikan sistem pengajuan dan pembayaran pajak secara online untuk pajak-pajak utama. Reformasi ini berlaku di Jakarta dan Surabaya.
4. Perdagangan Lintas Batas
Indonesia mempermudah perdagangan lintas batas dengan meningkatkan proses online untuk deklarasi pabean ekspor. Reformasi ini berlaku di Jakarta dan Surabaya.
5. Penegakan Kontrak
Indonesia mempermudah penegakan kontrak dengan memperkenalkan sistem manajemen kasus elektronik untuk para hakim. Reformasi ini berlaku di Jakarta dan Surabaya.
Penilaian terburuk Indonesia ada pada kemudahan memulai usaha.
Kemudahan usaha atau ease doing business menjadi persoalan besar di Indonesia karena beragam kendala mulai dari tumpang tindih peraturan, ego sektoral, ego regional, kepastian hukum, prosedur perizinan yang panjang, birokrasi yang berbelit-belit, hingga pungutan liar.
Kondisi tersebut membuat ongkos berusaha sangat mahal dan tidak efisien. Pemberian izin penggunaan lahan bahkan kerap menjadi sarang korupsi, terutama di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam dan erat berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut modus korupsi paling banyak di dunia usaha adalah penyuapan. Sejak 2004 sampai 2021, ada 802 kasus penyuapan oleh pelaku dunia usaha.
Pemerintah menargetkan kemudahan berusaha bisa melonjak ke peringkat 40 dunia. Dengan target besar ini, presiden baru Indonesia mesti bekerja keras.
Kendati ada perbaikan, namun khusus dalam hal starting a business/memulai bisnis, Indonesia berada di peringkat 140, posisi ini di bawah dari Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang masing-masing di peringkat, 126, 47, dan 115.
Starting a Business merujuk pada proses dan langkah-langkah yang harus diambil oleh individu atau perusahaan untuk mendirikan usaha baru. Ini meliputi berbagai aspek seperti pendaftaran perusahaan, mendapatkan izin usaha, membayar biaya terkait, dan mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Proses ini bervariasi antar negara dan mempengaruhi seberapa cepat dan mudah seseorang dapat memulai usaha.
Hal ini menjadi penting karena starting a business adalah awal dari semuanya dan menjadi aspek pertama yang memengaruhi aspek-aspek lainnya dalam penilaian.
Foto: What is measured in doing business?
Sumber: World Bank
Hal yang diukur dari starting a business yakni prosedur, waktu, biaya, dan modal minimum yang disetor untuk memulai perusahaan dengan tanggung jawab terbatas bagi pria dan wanita meliputi:
-
Prosedur: Langkah-langkah resmi yang harus diselesaikan untuk mendirikan perusahaan, seperti pendaftaran nama perusahaan, mendapatkan izin usaha, dan mendaftar ke otoritas pajak.
-
Waktu: Jumlah hari yang diperlukan untuk menyelesaikan semua prosedur yang dibutuhkan, mulai dari pengajuan dokumen hingga mendapatkan semua persetujuan yang diperlukan.
-
Biaya: Total biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan prosedur-prosedur tersebut, biasanya dinyatakan sebagai persentase dari pendapatan per kapita.
-
Modal Minimum yang Disetor: Jumlah minimum modal yang harus disetor oleh pemilik sebelum perusahaan dapat didirikan secara resmi, yang juga bisa berbeda berdasarkan jenis perusahaan atau wilayah hukum.
Ranking Indonesia Kalah Lawan Malaysia, Thailand, dan Vietnam
Kendati ada perbaikan yang cukup jelas terlihat di Indonesia, namun peringkat EoDP Indonesia belum mampu melampaui Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Lalu apa yang terjadi sebenarnya? Bank Dunia menggarisbawahi bahwa persoalan terbesar Indonesia-yang relatif sudah diatasi oleh keempat negara itu terletak pada aspek yang tak terdaftar di rangkuman daftar 10 aspek tersebut tetapi menetap dalam perhitungan skor indeks kemudahan bisnis oleh Bank Dunia, yakni ketenagakerjaan.
"Di antara ekonomi dengan penghasilan menengah-rendah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia menjadi salah satu yang memiliki regulasi ketenagakerjaan paling rigid, terutama terkait dengan pengangkatan kerja," tulis Bank Dunia dalam laporan riset tersebut.
Kebijakan upah minimum yang wajib diikuti pengusaha ini tujuannya memang positif yakni menjamin kompensasi yang adil untuk pekerja. Namun dalam praktiknya, kebijakan ini dijalankan dengan mengorbankan kepentingan pemodal.
Riset Bank Dunia menyebutkan bahwa perusahaan yang beroperasi di negara berkembang kesulitan membayar upah minimum karena rasionya terlalu tinggi jika dibandingkan dengan median laba yang dibukukannya. Hal serupa tidak terjadi di negara maju.
Sebagai contoh, tiap kenaikan upah minimum sebesar 10 persen-poin di sebuah provinsi di Indonesia akan berujung pada penurunan pembukaan lapangan kerja secara rata-rata sebesar 0,8 persen-poin di provinsi yang sama.
Foto: ASEAN statistical year 2024
Investasi asing ke ASEAN
Merujuk gambar di atas, Indonesia memang masih menjadi pilihan investor asing. Namun, angkanya cenderung stagnan di kisaran US$ 20an miliar. Pada periode 2013-2022, investasi asing ke Indonesia naik 20% sementara Vietnam melesat 101%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)