Begini Kinerja dan Prospek 10 Emiten Batu bara RI, Suram?

4 weeks ago 15

Jakarta CNBC Indonesia - Selama lima tahun terakhir, sektor batu bara menghadapi dinamika yang penuh tantangan sekaligus peluang. Dari lonjakan harga batu bara global yang memecahkan rekor hingga tekanan kebijakan transisi energi yang semakin ketat. 

Industri batu bara memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pendapatan negara dan ekspor. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara (minerba) pada tahun 2024 bahkan melampaui target, mencapai Rp 136,79 triliun atau 120,47% dari rencana awal sebesar Rp 113,54 triliun.

Kontribusi besar ini tidak terlepas dari tingginya permintaan global terhadap batu bara, yang digunakan sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik di berbagai negara.

Karena komoditas ini bersifat siklikal, membuat harga batu bara sangat bergantung pada dinamika pasar global, seperti permintaan dari negara besar, kebijakan ekspor-impor, hingga faktor tak terduga seperti pandemi, perang, atau bencana alam yang bersifat global.

Selama periode lima tahun terakhir, harga batu bara global menunjukkan fluktuasi tajam. Pada tahun 2021, harga batu bara meningkat 85,63% sepanjang tahun dan mencapai USD 151,75 per ton di akhir tahun.

Rekor tertinggi dicapai pada September 2022, dengan harga menembus US$ 463,75 per ton. Kenaikan ini mendongkrak pendapatan perusahaan batu bara, terutama yang mengandalkan ekspor sebagai sumber utama pendapatan. Namun, kebijakan transisi energi global yang semakin masif telah memberikan tekanan signifikan terhadap industri ini.

Di Indonesia, penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sejak 2021 mengharuskan produsen batu bara memasok setidaknya 25% produksinya untuk kebutuhan domestik dengan harga maksimal USD 70 per ton bagi pembangkit listrik. Kebijakan ini dirancang untuk menjaga stabilitas pasokan energi dalam negeri, tetapi di sisi lain berdampak pada margin keuntungan beberapa produsen.

Dengan sifatnya yang menjadi "price taker," perusahaan batu bara tidak memiliki kendali langsung atas harga jual produk mereka, yang bergantung pada harga pasar internasional.

Dalam kondisi seperti ini, adaptasi perusahaan terhadap fluktuasi harga, efisiensi operasional, dan strategi bisnis menjadi kunci keberhasilan.

Di sini, kami melakukan analisis untuk meninjau bagaimana performa emiten batu bara RI di tengah gejolak ketidakpastian dunia maupun peluangnya selama lima tahun terakhir. Analisis data seperti laba bersih, pertumbuhan harga saham, margin keuntungan, dan kontribusi terhadap pasar domestik dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai perusahaan mana yang paling konsisten dan unggul dalam menghadapi dinamika industri ini.

Berikut paparan performa 10 perusahaan batu bara dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir :

1. PT Bayan Resourses Tbk (BYAN)

Analisis ini mengkaji performa PT Bayan Resources Tbk (BYAN) selama lima tahun terakhir, sejak 2019 hingga kuartal ketiga 2024. BYAN sempat mencatatkan pertumbuhan Net Profit Margin (NPM) yang impresif, mencapai puncaknya pada periode 2020-2021. Namun, terlihat adanya tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Kinerja NPM BYAN, data diambil dari Laporan Tahunan PT Bayan Resources Tbk (BYAN)Foto: Laporan Tahunan PT Bayan Resources Tbk (BYAN)
Kinerja NPM BYAN, data diambil dari Laporan Tahunan PT Bayan Resources Tbk (BYAN)

Berdasarkan diagram tersebut dapat dilihat bahwa BYAN mengalami pertumbuhan NPM yang signifikan dari tahun 2019 hingga 2022 namun setelahnya pada 2023 mengalami penurunan pertumbuhan. Hingga kuartal 3 tahun 2024 tercatat pertumbuhan NPM sudah mencapai 25,7%.

Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan mengalami fluktuasi dan cenderung naik dalam lima tahun terakhir meskipun sempat alami penurunan pertumbuhan pada tahun 2023. NPM di kuartal 4 tahun 2024 bisa saja mempengaruhi angka pertumbuhan akhir tahun.

Pertumbuhan NPM ini dipengaruhi oleh kenaikan laba bersih dari US$ 234 juta tahun 2019 menjadi US$ 344 juta tahun 2020. Tren kenaikan masih berlanjut US$ 1,3 miliar tahun 2021 hingga puncaknya berhasil mencapai US$ 2,3 miliar pada tahun 2022. Ini mendorong NPM untuk terus naik dari 2019 sampai 2022. Selanjutnya, terjadi penurunan pada tahun 2023 dengan perolehan laba US$ 1,3 miliar dan pada kuartal ketiga tahun 2024 sebesar US$ 635 juta. Namun, masih ada kemungkinan laba bersih tahun 2024 naik hingga akhir tahun.

Di sisi lain, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mencapai CAGR (Compound Annual Growth Rate) sebesar 58,52% selama 5 tahun yang menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunannya sangat tinggi. Ini disebabkan adanya kenaikan drastis harga saham BYAN pada tahun 2022 sehingga CAGR pada tahun tersebut mencapai 685,05%.

Total Dividen BYAN (2019 - 2023)Foto: Laporan Tahunan PT Bayan Resources Tbk (BYAN)
Total Dividen BYAN (2019 - 2023)

Sebelumnya, BYAN memiliki total dividen US$ 66 juta pada tahun 2019 yang meningkat menjadi US$ 300 juta pada tahun 2020. Nilainya terus mengalami kenaikan dengan total US$ 1 miliar pada tahun 2021 dan puncaknya tahun 2022 mencapai US$ 1,8 miliar serta US$ 800 juta untuk 2023. Hal ini menarik minat investor untuk membeli saham BYAN dengan NPM yang lebih stabil.

2. PT Indika Energy Tbk (INDY)

INDY mengalami penurunan NPM yang signifikan dari 0.2% menjadi -5.7% pada 2020. Pada waktu itu, INDY membukukan kerugian sepanjang tahunnya, Bahkan kerugian perusahaan membengkak menjadi US$ 117,54 juta atau setara dengan Rp 1,64 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), dari posisi US$ 18,16 juta di sepanjang 2019.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, nilai kerugian per saham juga makin besar menjadi US$ 0,0226 dari sebelumnya hanya sebesar US$ 0,0035.

Pendapatan perusahaan di akhir Desember 2020 tercatat sebesar US$ 2,07 miliar (Rp 29,08 triliun). Turun 25,35% secara tahunan (year on year/YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$ 2,78 miliar. Kombinasi faktor-faktor ini menghasilkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan.

Namun INDY mulai 2021 pendapatan dan laba bersih INDY mulai positif, puncaknya di 2022 INDY berhasil membukukan laba bersih senilai US$ 452,67 juta. Laba bersih INDY melejit 684,27% dari realisasi laba bersih  tahun sebelumnya yang hanya US$ 57,71 juta.

Kenaikan laba bersih INDY sejalan dengan kenaikan pendapatan. Sepanjang 2022, INDY membukukan pendapatan senilai US$ 4,33 miliar, naik 41,21% dari pendapatan di 2021 sebesar US$ 3,06 miliar. Hal ini yang mendorong kenaikan NPM perusahaan selama tahun 2022 penuh.

NPM INDY selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan PT Indika Energy Tbk (INDY)
NPM INDY selama lima tahun terakhir

Namun secara keseluruhan, performa profitabilitas INDY menunjukkan volatilitas yang sangat tinggi selama lima tahun terakhir dan ini juga dikonfirmasi oleh CAGR selama 5 tahun yang mencatat penurunan sebesar -1,91%.

Meskipun sempat ada pemulihan dan pertumbuhan yang signifikan di tahun 2022, penurunan di tahun 2020 dan tren penurunan yang berlanjut di tahun 2023 dan kuartal 3 2024 menyebabkan CAGR secara keseluruhan menjadi negatif. Performa yang kuat di tahun 2022 tidak cukup untuk mengkompensasi penurunan di tahun-tahun lainnya, terutama pada tahun 2020.

Terkait dividen INDY, total dividen tunai yang dibagikan sebesar US$113,2 juta atau sekitar 25% dari laba bersih tahun 2022. Buku tahun 2020 dan 2021 perseroan tidak membagikan dividen, sedangkan pada 2019 perusahaan membagikan dividen Rp467,0 miliar dari laba ditahan. Ini sangat berpengaruh kepada investor untuk melihat kinerja perusahaan.

3. PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO)

Profitabilitas PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) selama lima tahun terakhir memiliki tren positif, meskipun terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun. ADRO mengalami penurunan NPM sebesar 50% di tahun 2020.

Hal ini didukung dengan laba bersih ADRO tercatat merosot 63,64% menjadi US$ 146,93 juta atau setara dengan Rp 2,05 triliun (Kurs 1 US$ = Rp 14.000). Adapun pada tahun sebelumnya, perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar US$ 404,19 juta atau setara Rp 5,65 triliun.

Setelahnya pada 2021 ADRO berhasil pulih dengan sangat baik dan mencatatkan pertumbuhan NPM yang luar biasa. Kenaikan harga batubara global menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ini. Hal ini tergambar jelas dengan bukti ADRO berhasil mencatat laba kotor dan laba inti senilai masing-masing US$1,77 miliar dan US$1,256 miliar sepanjang 2021. Nilai laba kotor dan inti ini tumbuh masing-masing 207% dan 210% secara tahunan (year on year/YoY).

Tren positif berlanjut pada 2022 menunjukkan bahwa ADRO mampu memanfaatkan momentum kenaikan harga batubara dengan baik.

Setelah pertumbuhan yang tinggi, terjadi koreksi dengan sedikit penurunan NPM tahun 2023. Pada kuartal 3 tahun 2024, NPM ADRO menunjukka peningkatan yang menandakan adanya stabilitas setelah penurunan di tahun sebelumnya. Data ini masih belum final untuk tahun 2024.

NPM ADRO selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan ADRO
NPM ADRO selama lima tahun terakhir

Di sisi lain, profitabilitas perusahaan juga mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CAGR selama 5 tahun terakhir sebesar 14,39% yang menjelaskan bahwa penurunan NPM di tahun 2020 dan 2023 merupakan koreksi sementara dalam tren pertumbuhan jangka panjang yang positif.

Pada tahun 2023, ADRO membagikan dividen tunai sejumlah US$ 1 miliar atau 40% laba bersih tahun 2022. Sebelumnya, dividen buku tahun 2021 adalah US$ 800 ribu. ADRO juga membayarkan dividen sebesar US$146.82 juta atau 99% dari laba bersih tahun 2020 dan US$250 juta atau sekitar 62% dari laba bersih 2019. ADRO memastikan keseimbangan antara uang yang diinvestasikan kembali untuk memanfaatkan peluang dan pengembalian yang dibagikan kepada para pemegang saham.

4. PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS)

Sebagai informasi, saham GEMS pernah mengalami suspensi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tanggal 31 Januari 2018 hingga 26 April 2021 (efektif dibuka kembali pada sesi I perdagangan 26 April 2021). Alasan utama suspensi ini adalah karena GEMS tidak memenuhi ketentuan free float, yaitu jumlah saham yang beredar di publik.

Selama masa suspensi NPM perusahaan meningkat dari 6.0% menjadi 9.0%. Hal ini menunjukkan bahwa operasional perusahaan tetap berjalan dan bahkan menunjukkan peningkatan profitabilitas, meskipun sahamnya tidak diperdagangkan. Setelah suspensi dicabut pada April 2021, GEMS mencatatkan lonjakan NPM yang sangat signifikan. Kenaikan ini didorong oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk pemulihan ekonomi global setelah pandemi, kenaikan harga komoditas (termasuk batubara), dan efisiensi yang dilakukan selama masa suspensi.

Laba perusahaan setelah masa suspensi naik sangat signifikan. Pada 2020 GEMS mencatatkan laba US$ 95,9 juta dan naik 269,32% menjadi US$ 354 juta pada tahun 2021. Tren ini mencapai puncaknya dalam 5 tahun terakhir pada tahun 2022, pendapatan GEMS meningkat 84% dari US$ 1,59 miliar tahun 2021 menjadi US$2,92 miliar tahun 2022 dengan laba bersih US$ 695,9 juta.

Tren ini mencapai puncaknya dalam 5 tahun terakhir pada tahun 2022, pendapatan GEMS meningkat 84% dari US$ 1,59 miliar tahun 2021 menjadi US$2,92 miliar tahun 2022 dengan laba bersih US$ 695,9 juta.

NPM GEMS selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan GEMS
NPM GEMS selama lima tahun terakhir

Tingkat kestabilan pertumbuhan GEMS selama 3 tahun terakhir setelah suspensi dicabut sangat baik. CAGR GEMS mencatat nilai sebesar 22,18%. Nilai yang diperhitungkan hanya setelah suspensi dicabut karena data sebelum suspensi kurang relevan untuk mengukur pertumbuhan setelah perusahaan kembali diperdagangkan. GEMS menunjukkan pemulihan dan pertumbuhan profitabilitas yang kuat setelah suspensi perdagangan sahamnya dicabut. Lonjakan NPM di tahun 2021 dan CAGR yang tinggi untuk periode 2021-2023 mengindikasikan bahwa perusahaan berhasil memanfaatkan momentum setelah kembali ke bursa.

Dividend Payout RatioGEMS tahun 2019 sebesar 81,03% dengan nilai US$ 53 juta, sedangkan tahun 2020 sebesar 130,40% dengan total US$ 125 juta. Selanjutnya, tahun 2021 rasionya menjadi 94,83% dengan nilai US$ 270 juta. Tren kenaikan dividen masih berlanjut untuk 2022 sebesar 61,73% dengan total US$ 420 juta, kemudian tahun 2023 rasionya 80,06% dengan nilai US$ 415 juta.

5. PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sempat mengalami penurunan NPM yang sangat tajam ke -42.7% pada tahun 2020 mengindikasikan bahwa BUMI mengalami kerugian operasional yang signifikan. Pandemi global menyebabkan penurunan permintaan energi dan aktivitas ekonomi yang berdampak negatif pada industri pertambangan.

Kerja keras luar biasa akhirnya berbuah manis hingga mencatat NPM sebesar 22.2% pada tahun 2021. Performa BUMI sangat berfluktuasi dan penuh tantangan hingga mengalami penurunan pada tahun 2023. Meskipun sempat bangkit dan mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, perusahaan masih rentan terhadap perubahan harga komoditas dan faktor eksternal lainnya.

Pendapatan BUMI mengalami penurunan dari US$ 1,11 miliar tahun 2019 menjadi US$ 790 juta tahun 2020. Hal ini berdampak pada kerugian yang dialami BUMI hingga US$ 337 juta, ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada penurunan permintaan energi global. Pada 2023 laba BUMI kembali merosot 94,4% dari US$ 578 juta tahun 2022 menjadi US$ 32 juta. Ini terjadi lantaran kondisi pasar dan harga batubara yang turun di tahun 2022.

NPM BUMI selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan BUMI
NPM BUMI selama lima tahun terakhir

Volatilitas yang terjadi selama 5 tahun terakhir dibenarkan dengan nilai CAGR -4.14% untuk periode 2019 - kuartal 3 tahun 2024. Dengan adanya CAGR negatif, kita dapat melihat bahwa lonjakan NPM di tahun 2021 dan 2022 hanyalah interupsi sementara dalam tren penurunan yang lebih besar. Penurunan tajam di tahun 2020 dan terutama di tahun 2023 memberikan kontribusi besar terhadap CAGR negatif ini. Perseroan belum dapat melaksanakan pembagian dividen sejak 2012 dikarenakan laba ditahan masih tercatat negatif.

6. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA)

PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menunjukkan volatilitas yang menarik dalam lima tahun terakhir. Setelah sempat mengalami penurunan profitabilitas, perusahaan berhasil mencatatkan pertumbuhan yang signifikan. Tahun 2020 perusahaan mengalami kerugian sebesar US$ 62,4 juta akibat dari pandemi covid-19.

Akibatnya, DSSA mengalami penurunan NPM yang cukup dalam pada tahun 2020, tetapi langsung bisa membalikkan keadaan pada tahun selanjutnya. Tren positif berlanjut di tahun 2022 dengan NPM mencapai 21.8%. Hal ini menandakan momentum pertumbuhan yang kuat bagi DSSA dan stabil pada tahun berikutnya. Selain itu, peningkatan produksi dari 33.9 juta ton pada tahun 2021 menjadi 50.3 juta ton tahun 2022 berdampak pada peningkatan pendapatan dan profit hingga mencapai puncak NPM selama 5 tahun terakhir.

NPM selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan DSSA
NPM selama lima tahun terakhir

Secara rata-rata profitabilitas perusahaan telah meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan CAGR sebesar 42.74% selama 5 tahun. Ini adalah angka yang sangat tinggi dan merangkum fluktuasi yang terjadi sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang tren pertumbuhan jangka panjang yang positif. Sampai saat ini, DSSA belum membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya karena masih memiliki kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek-proyek baru di entitas anak Perseroan.

7. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)

Bergerak di industri batubara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengalami fluktuasi profitabilitas positif. Analisis berikut menyajikan data dan interpretasi pertumbuhan Net Profit Margin (NPM) PTBA selama periode 2019 hingga kuartal ketiga 2024.

Secara rata-rata profitabilitas perusahaan telah meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan CAGR sebesar 42.74% selama 5 tahun. Ini adalah angka yang sangat tinggi dan merangkum fluktuasi yang terjadi sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang tren pertumbuhan jangka panjang yang positif. Sampai saat ini, DSSA belum membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya karena masih memiliki kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek-proyek baru di entitas anak Perseroan.

NPM selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan
NPM selama lima tahun terakhir

PTBA berhasil pulih dari penurunan NPM pada 2020 dengan sangat baik di 2021. Saat beberapa perusahaan harus menelan NPM negatif pada tahun tersebut, PTBA bertahan dengan sangat baik dengan NPM 13.9%. Pertumbuhan terus berlanjut, tetapi tidak bertahan lama karena nilainya kembali turun hingga kuartal ketiga tahun ini.

Peningkatan pendapatan pada 2021 juga meningkatkan laba PTBA tahun tersebut. Perusahaan mencatatkan laba US$ 148 juta pada tahun 2020 dan perlahan naik menjadi US$ 495 juta tahun 2021. Namun, mulai 2022 hingga kuartal ketiga 2024 nilainya terus turun disebabkan oleh harga batu bara yang telah turun signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Pertumbuhan yang kuat di tahun 2021 dan 2022 belum bisa memperbaiki CAGR PTBA selama 5 tahun, yaitu -10.80%. Angka negatif ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, profitabilitas perusahaan mengalami penurunan selama periode tersebut. Hal ini menggarisbawahi pentingnya melihat kinerja jangka panjang dan tidak hanya terpaku pada performa di tahun-tahun tertentu.

PTBA melakukan pembagian dividen tahun buku 2022 sebesar Rp 12,57 triliun, sedangkan tahun 2021 sebesar Rp 7,9 triliun dengan dividend payout ratio keduanya adalah 100%. Dividen tahun buku 2020 sebesar Rp 835 miliar dengan rasio 35% dan dividen yang dicatatkan pada 2019 sebesar Rp 3,65 triliun dengan rasio 90%.

8. PT Harum Energy Tbk (HRUM)

Profitabilitas PT Harum Energy Tbk (HRUM) dalam lima tahun terakhir mengalami pasang surut yang cukup dinamis, mencerminkan volatilitas di industri komoditas. Analisis ini memetakan NPM HRUM dari 2019 hingga kuartal ketiga 2024. PTBA berhasil melakukan efisiensi dan pengendalian biaya yang signifikan di tahun 2020. Ini termasuk pengurangan beban umum dan administrasi, serta beban penjualan dan pemasaran. Dengan menekan biaya, PTBA dapat mempertahankan profitabilitasnya meskipun pendapatan mungkin terpengaruh oleh penurunan permintaan.

Di tengah banyaknya perusahaan yang memiliki NPM negatif saat pandemi covid19, HRUM masih bisa meningkatkan NPM nya. Penurunan pendapatan tetap terjadi dari US$ 262,6 juta tahun 2019 menjadi US$ 157,8 juta tahun 2020. Namun, beban pokok pendapatan dan beban langsung menurun 70,2% dari semula US$ 195,06 menjadi US$ 114,58 juta sehingga ada kenaikan laba US$ 20 juta menjadi US$ 60 juta pada tahun 2020. Sejak 2023, pendapatan HRUM terdepresiasi karena produksi batu baranya menurun dan diperperah dengan penurunan harga jual batu bara rata-ratanya yang terus menurun.

NPM selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan
NPM selama lima tahun terakhir

HRUM mengalami lonjakan NPM yang sangat signifikan dari 7.7% menjadi 38.2% di tahun 2020. Faktor-faktor seperti kenaikan harga batubara, efisiensi operasional, atau faktor-faktor non-operasional lainnya berkontribusi terhadap lonjakan ini. Selanjutnya nilai tersebut kembali fluktuatif hingga 2022. Namun, tren penurunan berlanjut dari 2023 hingga kuartal ketiga 2024, dengan NPM mencapai 9.9%. Data ini belum final untuk tahun 2024, tetapi menunjukkan bahwa tantangan bagi profitabilitas HRUM masih ada.

CAGR HRUM menunjukkan tren pertumbuhan rata-rata yang signifikan sebesar 36.38%. Dengan adanya CAGR positif yang tinggi sehingga penurunan NPM di tahun 2021, 2023, dan kuartal 3 tahun 2024 hanya koreksi atau fluktuasi sementara dalam tren pertumbuhan yang lebih besar. Lonjakan NPM yang sangat besar di tahun 2020 dan pertumbuhan yang solid di tahun 2022 memberikan kontribusi besar terhadap CAGR sehingga mengkompensasi penurunan di tahun-tahun lainnya.

Pencatatan dividen tahun 2023 tidak tersedia, sedangkan untuk tahun buku 2022 dividen yang dibagikan sebanyak Rp 1 triliun dengan rasio 21%. Lalu, tahun 2021 total dividen yaitu Rp 200 miliar dengaan rasio 18,6%. Tahun buku 2020 nilainya mencapai Rp 100 miliar dengan rasio 37,8% dan untuk tahun buku 2019 Perseroan tidak membagikan dividen karena digunakan untuk penambahan dana cadangan pengembangan usaha.

9. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)

Performa PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dalam lima tahun terakhir diwarnai oleh periode pertumbuhan yang kuat dan koreksi yang wajar. Setelah mengalami penurunan profitabilitas di tahun 2020, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) berhasil bangkit kembali.

Kondisi pasar yang mulai membaik menjadi titik balik ITMG dari pendapatan UD$ 1,19 miliar tahun 2020 menjadi US$ 2,08 miliar tahun 2021. Puncaknya, ada kenaikan pendapatan menjadi US$ 3,64 miliar tahun 2022. ITMG juga mencatatkan kenaikan laba dari US$ 475 juta menjadi US$ 1,2 miliar tahun 2022. Namun, harga hasil produksi terus menurun yang berakibat pada penurunan NPM hingga kuartal 3 tahun 2024.

NPM selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan
NPM selama lima tahun terakhir

ITMG mengalami penurunan NPM yang cukup besar di tahun 2020. Hal ini disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 terhadap permintaan energi global dan harga batubara. Namun, pada tahun 2021 ITMG berhasil menjawab tantangan tersebut dengan tren meningkatnya profitabilitas tahun 2021-2022. Selanjutnya pada tahun 2023 hingga kuartal ketiga tahun 2024 pertumbuhannya mengalami koreksi dan masih terus berkembang hingga penutupan 2024.

Fluktuasi yang cukup besar dari tahun ke tahun menghasilkan CAGR sebesar 4.97% selama 5 tahun. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, profitabilitas perusahaan tetap tumbuh, meskipun dengan tingkat yang moderat. Kemampuan ITMG dalam mengelola risiko dan beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar sangat penting untuk mempertahankan profitabilitasnya.

Pada tahun 2023, ITM membagikan total sebesar US$ 674 juta sebagai dividen tunai kepada pemegang saham. Tahun buku 2022 nilai dividennya sebanyak US$ 774 juta dengan rasio 65%, sedangkan tahun buku 2021 nilainya adalah US$ 333 juta dengan rasio 70%. Tahun buku 2020 nilainya US$ 35,454 dan tahun buku 2019 nilainya adalah US$ 97 ribu.

10. PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI)

Setelah periode yang bergejolak, profitabilitas PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) mulai stabil. Imbas pandemi covid-19, KKGI mengalami penurunan NPM yang sangat signifikan dan mencatatkan kerugian di tahun 2020. Pendapatan tahun sebelumnya US$ 114,9 juta menjadi US$ 72 juta pada tahun 2020. Pada 2019 KKGI mencatatkan laba sebesar US$ 5,41 juta, tetapi pada tahun berikutnya harus menerima kerugian sebesar US$ 8,67 juta. Harga komoditas perlahan stabil sehingga NPM KKGI mulai stabil hingga kuartal ketiga tahun 2024.

NPM selama lima tahun terakhirFoto: Laporan Tahunan
NPM selama lima tahun terakhir

Setahun berlalu, KKGI berhasil memperbaiki kondisi NPM tahun 2021 menjadi 17.4%. Mulai tahun 2021 hingga kuartal ketiga tahun 2024, KKGI menunjukkan pemulihan yang signifikan meskipun data ini belum final untuk tahun 2024.

CAGR memberikan gambaran yang lebih stabil tentang tren rata-rata tahunan dan meratakan dampak fluktuasi jangka pendek. Dalam kasus KKGI, nilai CAGR 1.48% menunjukkan pertumbuhan yang sangat lambat atau cenderung stagnan.

Total dividen tahun 2023 sebanyak Rp 117 miliar dengan rasio 20% dan tahun 2022 sebanyak Rp 94 miliar dengan rasio 17%. Lalu, tahun 2021 sebanyak Rp 26 miliar dengan rasio 8% dan 2020 sebesar Rp 18 miliar dengan rasio 13,52%. Laba tahun 2019 tidak dibagikan dan akan dibukukan sebagai laba ditahan untuk memperkuat struktur permodalan Perseroan.

CAGR (Compound Annual Growth Rate)

Secara keseluruhan, dari 10 emiten baru bara yang diulas dalam periode lima tahun terakhir, kinerja profitabilitas menunjukkan variasi yang signifikan. Namun, jika dibandingkan, BYAN menjadi pemimpin dengan CAGR paling tinggi, diikuti DSSA dan HRUM. 

CARG 10 emiten batubaraFoto: Data diolah
CARG 10 emiten batubara

Catatan: CAGR GEMS hanya dihitung dalam rentang waktu 3 tahun setelah suspensi berakhir.

PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mencatatkan pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) tertinggi dengan 58.52%. Nilai tersebut diikuti oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dengan 42.74% dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) dengan 36.38% yang menandakan pertumbuhan profitabilitas yang kuat.

PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) juga menunjukkan pertumbuhan yang solid dengan CAGR 22.18%. Di sisi lain, PT Alam Tri Resources Tbk (ADRO) mencatatkan pertumbuhan moderat sebesar 14.39%. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dengan CAGR masing-masing 4.97% dan 1.48%.

Sebaliknya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengalami penurunan rata-rata tahunan dengan CAGR negatif masing-masing -4.14% dan -10.80%, serta PT Indika Energy Tbk (INDY) dengan CAGR -1.91%, mengindikasikan tantangan dalam mempertahankan atau meningkatkan profitabilitas selama periode tersebut.

Dividend Growth Rate

Beralih ke pembahasan dividen, secara rata-rata pertumbuhan dividen tahunan menunjukkan seberapa besar peningkatan dividen yang dibagikan perusahaan kepada pemegang sahamnya dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan dividen yang baik, meskipun tidak setinggi PTBA dan HRUM, tetap menunjukkan peningkatan yang solid dalam pembayaran dividen.

Tingkat pembagian dividen pada HRUM disebabkan oleh peningkatan laba yang sangat besar, keputusan untuk membagikan proporsi laba yang lebih besar sebagai dividen.

Dividen 10 emiten BatubaraFoto: Data diolah
Dividen 10 emiten Batubara

Ada beberapa perusahaan dengan pertumbuhan dividen 0, yaitu INDY, ADRO, BUMI, dan DSSA. Ini terjadi lantaran perusahaan memilih untuk menahan laba (tidak membagikannya sebagai dividen) sebagai modal cadangan perusahaan. Di sisi lain, perusahaan yang mengalami kerugian (laba negatif) tentu saja tidak ada laba yang bisa dibagikan sebagai dividen.

Meski begitu, perlu diakui dalam hal nilai dan yield atau potensi keuntungan terhadap harga saham, saham batu bara masih menjadi pilihan menarik investor untuk dividen investor, mengingat secara rata-rata memberikan imbal hasil atraktif di atas 5%, terutama bagi beberapa emiten yang rajin masuk ke indeks high dividen yield 20 seperti ITMG, PTBA, dan ADRO. 

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research