Banyak Ketidakpastian - Minim Katalis, IHSG Masih Bergerak Loyo!

4 weeks ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak loyo pada pekan sibuk ini. Pelaku pasar banyak menanti data yang akan memberikan petunjuk lebih jauh terhadap prospek pemangkasan suku bunga.

CNBC Indonesia memantau pada Selasa hari ini (7/1/2025) per pukul 13.55 WIB, IHSG yang tadi di sesi I sempat jeblok ke zona merah, mulai kembali menguat, meskipun masih tipis 0,03%.

Pada sesi I tadi, IHSG sempat jeblok ke posisi terendah 7.029,51. Jika IHSG berbalik merah lagi, ini akan menjadi penurunan dua hari beruntun setelah sebelumnya koreksi signifikan 1,17% pada Senin.

Pergerakan IHSG secara teknikal dalam basis waktu harianFoto: Tradingview
Pergerakan IHSG secara teknikal dalam basis waktu harian

Secara teknikal, posisi IHSG masih cenderung terkonsolidasi dengan posisi support cukup kuat di 7030.Jika ini tertembus bear case scenario IHSG bisa mencapai 6721,91. Sementara, jika memantul ada potensi berlanjut sideways dengan target resistance atau penguatan lanjutan ke 7470.

Adapun, jika melihat flow asing masih terpantau deras, ini menjadi salah satu alasan pergerakan IHSG jeblok dari kemarin.

Pada kemarin Senin asing keluar di keseluruhan pasar mencapai Rp923,39 miliar. Dari pasar reguler asing jualan Rp623,31 miliar, ditambah dari pasar nego dan tunai sebanyak Rp300,08 miliar.


Saham bank perbankan besar RI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masih menjadi top net sell asing menapai Rp130,09 miliar, diikuti saham ride hailing karya anak bangsa PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebanyak Rp116,97 miliar, diikuti dua saham bank besar lainnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), masing-masing dijual asing Rp93,94 miliar dan Rp88,94 miliar.

Asing masih menjual saham-saham RI tampaknya merupakan respon antisipasi dari banyaknya data yang rilis pada pekan ini, terutama terkait pasar tenaga AS meliputi data tingkat pengangguran dan non farm payroll, serta penantian risalah the Fed.

Sejumlah data tersebut akan memberikan petunjuk lebih jauh, terkait keputusan kebijakan moneter the Fed, mengingat sebelumnya pada pertengahan Desember, dot plot terbaru menyatakan pemangkasan hanya akan terjadi dua kali pada 2025.

Proyeksi tersebut lebih pesimis dibandingkan sebelumnya yang menyatakan prospek pemangkasan bisa mencapai 100 bps atau empat kali.

"Pasar menanti data penting minggu ini, termasuk data pasar tenaga kerja dan risalah pertemuan The Fed. Gubernur Fed, Lisa Cook, mengisyaratkan kehati-hatian dalam penurunan suku bunga," tulis Eastspring investment, Selasa (7/1/2025)

Di sisi lain, imbal hasil US Treasury atau obligasi acuan bertenor 10 tahun terus merangkak naik. CNBC Indonesia memantau yield terus naik ke atas 4,60%.

Imbal hasil obligasi acuan AS yang terus naik menjadi satu risiko bagi risk asset seperti saham, mengingat aset ini dinilai lebih konservatif, sehingga minat pasar akan lebih banyak beralih kesitu.

Ketidakpastian juga masih berlanjut dari pelantikan Presiden Terpilih AS, Donald Trump pada 20 Januari mendatang. Seiring dengan momen ini, pasar memproyeksikan akan ada sejumlah kebijakan terkait tarif yang akan dicanangkan dan potensi memicu kekhawatiran trade war 2.0.

Sementara dari dalam negeri, sejauh ini masih minim katalis. Pasar tampaknya lebih banyak masuk ke aksi korporasi seperti IPO dari anak usaha konglomerasi atau saham-saham mid caps - small caps dibandingkan big caps.

Secara makro, ada update terbaru dari hasil konferensi pers APBN Kita kemarin menyatakan hasil asumsi dasar makro tahun lalu yang meleset dari ekspektasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan beberapa hal dalam konferensi pers APBN Kita di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Senin (6/1/2025), meliputi asumsi dasar makro dan tutup buku APBN 2024.

Tercatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 defisit sebesar 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Adapun, seluruh asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2024 meleset dari target.

Pertama, dari inflasi yang diasumsikan mencapai 2,8% yoy, namun realisasi akhir tahun, IHK hanya tumbuh 1,57% yoy.

Kedua, nilai tukar rupiah diasumsikan Rp 15.000/US$, tetapi yang terjadi nilai tukar rupiah hingga penghujung tahun lalu masih betah di atas Rp16.000/US$.

Terakhir, dari proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan bisa mencapai 5,2% yoy, tampaknya tidak akan mencapai target, tetapi Sri Mulyani mengatakan akan mencapai sesuai outlook di kisaran 5%.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal I capai 5,11%, kuartal II 5,05%, kuartal III 4,95%, dan kuartal IV masih belum keluar, kita estimasi keseluruhan tahun diperkirakan di 5%," tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (6/1/2025).

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research