Jakarta CNBC Indonesia - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI serempak menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk gubernur dan wakil gubernur di seluruh Indonesia pada hari ini, Rabu (27/11/2024). Pengecualian diberikan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Provinsi DIY hanya menggelar pilkada untuk bupati/wali kota. Tercatat sebanyak 14 bakal pasangan calon telah resmi mendaftarkan diri untuk mengikuti Pilkada serentak 2024 untuk lima kabupaten/kota se-DIY, dimana berkas pencalonan telah resmi diterima KPU pada 27-29 Agustus 2024.
Khusus KPU provinsi DIY hanya akan menyelenggarakan satu pemilihan wali kota-wakil wali kota (Pilwakot) dan empat pemilihan bupati-wakil bupati (Pilbup).
Foto: Relawan Keraton Kraton yang dikenal dengan sebutan 'Abdi Dalem' membawa 'Gunungan' berupa gunungan kurban dalam upacara Grebeg Syawalan dalam rangka perayaan Idul Fitri di Masjid Agung Kauman pada 22 April 2023. di Yogyakarta, Indonesia. (Getty Images/Ulet Ifansasti)
Relawan Keraton Kraton yang dikenal dengan sebutan 'Abdi Dalem' membawa 'Gunungan' berupa gunungan kurban dalam upacara Grebeg Syawalan dalam rangka perayaan Idul Fitri di Masjid Agung Kauman pada 22 April 2023. di Yogyakarta, Indonesia. Grebeg Syawal merupakan tradisi yang mengikuti bulan suci Ramadan untuk menyambut Idul Fitri. Tradisi tersebut berupa sesaji sayuran, paprika, telur, dan barang-barang lainnya yang disebut 'Gunungan Wadon' dan 'Gunungan Lanang' yang dibawa ke Masjid Raya sebagai bagian dari simbol sedekah Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada rakyatnya. Menerima sebagian Gunungan dipercaya membawa keberuntungan dan berkah untuk setahun ke depan. (Ulet Ifansasti/Getty Images)
Di tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi yang melibatkan jutaan pemilih, DIY tetap mempertahankan keistimewaannya dengan mekanisme penetapan kepala daerah yang berbeda.
Hal ini merupakan bentuk pengakuan negara terhadap sejarah panjang, tradisi, dan nilai-nilai budaya DIY yang unik.
Kebijakan yang Mengatur Sistem Pilkada DIY
Keistimewaan DIY dalam pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Undang-undang ini mengatur berbagai aspek pemerintahan DIY, mulai dari tata kelola pemerintahan, kebudayaan, hingga sistem penetapan kepala daerah.
Salah satu poin utama adalah bahwa gubernur DIY tidak dipilih melalui mekanisme Pilkada seperti di provinsi lain, melainkan ditetapkan berdasarkan keturunan kerajaan.
Dalam pasal 18 ayat c UU No 13 2012 disebutkan"
1) Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah
c. bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur
Ketentuan ini lahir dari pengakuan historis terhadap peran Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang bergabung dengan Indonesia pada 1945.
Saat itu, Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat 5 September 1945, menyatakan kesetiaan mereka kepada Republik Indonesia, dengan syarat wilayah Yogyakarta tetap diakui sebagai daerah istimewa dengan otonomi khusus.
Pengaturan dalam UU ini tidak hanya memberikan penghormatan terhadap sejarah, tetapi juga menjaga kesinambungan tradisi monarki yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas DIY.
Foto: Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, Raja Keraton Jogja yang juga Bapak Pramuka Indonesia. Foto: dok. pramukadiy.or.id.
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, Raja Keraton Jogja yang juga Bapak Pramuka Indonesia. Foto: dok. pramukadiy.or.id.
Alur Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY
Sistem penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY untuk pertama kali setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 diatur secara khusus dalam Pasal 45 Bab XV.
Proses ini diawali dengan DPRD DIY memberikan pemberitahuan kepada Gubernur, Wakil Gubernur, Kesultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualaman tentang berakhirnya masa jabatan, paling lambat dua hari setelah undang-undang diundangkan.
Gubernur yang sedang menjabat wajib menyerahkan laporan akhir masa jabatan kepada pemerintah pusat paling lambat 14 hari sebelum masa jabatannya berakhir.
Selanjutnya, DPRD DIY menyusun tata tertib penetapan dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas mengelola proses ini.
Kesultanan Yogyakarta mengajukan Sultan Hamengkubuwono yang bertahta sebagai calon gubernur, sementara Kadipaten Pakualaman mengajukan Adipati Paku Alam sebagai calon wakil gubernur. Pengajuan ini disertai dokumen persyaratan dan dilakukan paling lambat lima hari setelah pemberitahuan diterima.
Pansus kemudian memverifikasi dokumen dalam waktu empat hari. Jika dokumen dinyatakan lengkap, DPRD DIY menggelar rapat paripurna untuk menetapkan Sultan dan Adipati sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Sebelum penetapan, calon gubernur memaparkan visi, misi, dan programnya dalam rapat tersebut. Penetapan ini diusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
Presiden memiliki waktu lima hari untuk mengesahkan penetapan tersebut. Setelah keputusan Presiden diterima, Menteri menyampaikan pemberitahuan kepada DPRD DIY, Sultan, dan Adipati.
Proses ini diakhiri dengan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai ketentuan undang-undang, yang menandai dimulainya masa jabatan resmi mereka. Sistem ini mencerminkan perpaduan tradisi kerajaan dengan aturan formal negara dalam menjaga keistimewaan DIY.
CNBC INDONESIA RESEARCH