Rupiah Hancur Lebur! Waspada Deretan Saham Ini Auto Buntung

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini kurang menggembirakan. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp16.300/US$1 pada perdagangan intraday kemarin Kamis (19/12/2024).

Hingga perdagangan pagi hari ini pukul 10.10 WIB, penurunan Rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai 5,62% di level Rp16.260/US$.

Pelemahan rupiah terus terjadi di tengah keperkasaan greenback yang masih mendominasi beberapa hari terakhir akibat keputusan The Fed yang hawkish cut di 2025 mendatang.

The Fed dalam pernyataan terbarunya menyebutkan bahwa pemangkasan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada 2025 kemungkinan hanya akan terjadi dua kali, lebih rendah dari proyeksi September yang mencapai 100 basis poin (bps).

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menegaskan perlunya kehati-hatian dalam penyesuaian kebijakan moneter. Ekspektasi ini memicu penguatan dolar AS dan memberi tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Anjloknya rupiah pun dapat berdampak buruk terhadap beberapa industri di Indonesia, terutama industri yang dominan lebih banyak menggunakan impor untuk bahan bakunya.

Emiten dengan bahan baku impor

Ketika bahan baku produk yang dijual sebuah perusahaan banyak didapat dari luar negeri, maka pelemahan Rupiah tentu akan menjadi tantangan tersendiri.

Pelemahan rupiah tentu akan menambah beban perusahaan lantaran bahan baku produksi menjadi lebih mahal. Ketika harga pokok penjualan membesar, margin keuntungan pun bisa ikut tertekan.

Bila hal ini terjadi dalam jangka panjang, maka bukan tidak mungkin pertumbuhan laba perusahaan akan menjadi lebih lambat dan membuat saham tersebut ditinggal oleh para investor.

Beberapa perusahaan yang sangat mengandalkan bahan baku impor adalah produsen susu, mie instan, biskuit, elektronik, mobil, dan maskapai. Di antaranya adalah Indofood Group, PT Ultrajaya Milk Industry, hingga PT Garuda Indonesia.

Emiten dengan utang dolar

Lemahnya nilai tukar rupiah turut menjadi kendala bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Karena hal tersebut, nilai pokok utang dan bunganya akan meningkat secara otomatis.

Dalam jangka panjang, situasi ini dapat menyebabkan peningkatan beban keuangan, penurunan laba bersih, dan juga bakal berdampak ke menurunkan nilai saham perusahaan.

Beberapa emiten pun rawan buntung ketika rupiah melemah karena memiliki banyak utang, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Modernland Realty Tbk (MDLN), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES).

Emiten farmasi

Industri manufaktur farmasi dalam negeri masih sangat bergantung pada bahan baku impor untuk memproduksi obat-obatan, bahkan mencapai 90%. Industri hulu farmasi bahan baku obat masih belum berkembang sehingga belum bisa memasok bahan baku yang diperlukan di industri hilir manufaktur farmasi.

Bergantungnya bahan baku impor pada sektor farmasi tentu saja dapat menambah beban bagi perusahaan di sektor farmasi terutama yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF).

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research