- Pasar keuangan Tanah Air terpantau merana, di mana IHSG merosot hingga menjadi yang terburuk di Asia-Pasifik.
- Wall Street ditutup bergairah setelah dirilisnya data inflasi terbaru AS yang sudah sesuai dengan ekspektasi pasar
- Pasar di dalam negeri masih akan mencerna rilis data inflasi dan ekspektasi adanya window dressing.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air terpantau merana pada perdagangan Kamis (12/12/2024), di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup di zona merah. Sedangkan yield obligasi pemerintah RI kembali melanjutkan pelemahan.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup merosot 0,94% ke posisi 7.394,24. Sepanjang perdagangan kemarin, IHSG terpantau berada di zona merah. IHSG pun terkoreksi kembali ke level 7.300.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai sekitar Rp12 triliun dengan melibatkan 21 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 210 saham naik, 347 saham turun, dan 234 saham stagnan.
Secara sektoral, keuangan dan kesehatan menjadi penekan terbesar IHSG, yakni masing-masing mencapai 1,41% dan 1,37%. Sedangkan dari sisi saham, emiten perbankan raksasa PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi pemberat laju IHSG. yakni mencapai 17,4 indeks poin.
Investor asing terpantau mencatatkan penjualan bersih (net sell) dengan nilai mencapai Rp2,18 triliun di seluruh pasar. Adapun rinciannya, sebesar Rp1,13 triliun di pasar reguler dan sebesar Rp1,06 triliun di pasar tunai dan negosiasi.
Sementara itu di pasar saham Asia-Pasifik mayoritas kembali melemah. Sayangnya, IHSG menjadi yang terburuk di wilayah Asia-Pasifik kemarin.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin terpantau kembali merana di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, dolar semakin mendekati level Rp16.000/US$.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin, Kamis (12/12/2024), di posisi Rp15.920/US$ di pasar spot, melemah tipis 0,06% di hadapan dolar AS.
Mata uang Asia terhadap dolar kembali melemah, cenderung tipis-tipis. Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Kamis kemarin.
Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin kembali melemah, terlihat dari imbali hasil (yield) yang kembali menguat.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 3,8 basis poin (bps) menjadi 6,987%. Yield SBN 10 tahun makin dekati level 7%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.
IHSG dan rupiah melemah di tengah inflasi AS terbaru yang tumbuh sesuai dengan ekspektasi pasar. Semalam waktu Indonesia, Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan lalu tumbuh 2,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu yang tumbuh 2,6%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK AS pada November lalu tumbuh 0,3%, dari sebelumnya pada Oktober lalu yang tumbuh 0,2%.
Data IHK AS pada bulan lalu, baik secara tahunan dan bulanan sudah sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya. Konsensus pasar Trading Economicssebelumnya memperkirakan IHK AS pada November tumbuh 2,7% (yoy) dan 0,3% (mtm).
Adapun inflasi inti, tidak termasuk biaya pangan dan energi tumbuh 3,3% (yoy) pada November lalu, masih sama dengan periode Oktober lalu yang juga tumbuh 3,3% dan juga sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Sedangkan IHK inti bulanan tumbuh 0,3% (mtm) pada November 2024, sama seperti pada Oktober 2024 yang juga tumbuh 0,3% dan angka IHK inti bulanan juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.
Dengan tumbuhnya inflasi sesuai prediksi, maka pasar berharap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menurunkan suku bunga acuan pinjaman jangka pendeknya sebesar seperempat poin persentase saat pertemuan terakhirnya di tahun ini yakni pada 18 Desember.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, probabilitas pasar yang memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed pada pertemuan pekan depan nyaris mencapai 100%, yakni naik menjadi 98,6%, dari sebelumnya sekitar 86% pada Selasa kemarin.
Pages