Harga Emas Terombang-Ambing di Tengah Adu Kuat Israel vs Rusia

2 months ago 24

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas mulai bangkit setelah hancur lebur pada Senin pekan ini. Merujuk data Refinitv, harga emas ditutup pada US$ 2.631,89 per troy ons pada perdagangan Selasa (26/11/2024). Harganya mengat 0,25%.

Penguatan ini datang setelah harga emas ambruk 3,21% pada Senin. Harga emas masih menguat tipis pada hari ini, Rabu (27/11/2024). Pada rabu pukul 06.10 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.632,44 per troy ons atau menguat 0,02%.

Harga emas terjebak dalam tarik ulur dan tarik menarik kekuatan sentimen geopolitik di Arab serta Rusia-Ukraina. Seperti diketahui, Israel dan kelompok Hizbullah sepakat untuk melakukan gencatan senjata.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan gencatan senjata Lebanon akan mulai berlaku Rabu (27/11/2024) pagi ini. Hal tersebut setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan gencatan senjata dengan Hizbullah akan memungkinkan Israel untuk memfokuskan perhatiannya pada Hamas dan musuh bebuyutannya Iran.

"Gencatan senjata akan dimulai pukul 4:00 pagi waktu setempat," kata Biden, saat berbicara di Gedung Putih setelah kantor Netanyahu mengumumkan para menterinya telah menyetujui kesepakatan tersebut, dikutip AFP.

Emas adalah aset aman yang dicari saat terjadi keguncangan politik seperti perang. Gencatan senjata tentu merugikan nilai emas sehingga harganya tertekan begitu pengumuman tersebut dikeluarkan.

Namun, kekhawatiran mengenai Ukraina dan rencana tarif Presiden terpilih AS, Donald Trump, membatasi penurunan harga. Keduanya meningkatkan kondisi yang tidak pasti sehingga emas diuntungkan.

"Ini mungkin adalah kesadaran bahwa gencatan senjata antara Israel dan Hizbollah hanya sedikit mengurangi risiko geopolitik secara keseluruhan, tentu ada sedikit optimisme di sana," kata Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals, kepada Reuters.

Namun, kekhawatiran tentang dampak lebih lanjut dari invasi Rusia ke Ukraina tetap sangat tinggi, tambah Grant, yang mengatakan bahwa emas kemungkinan akan mengalami konsolidasi dalam waktu dekat, berkisar antara US$ 2.575-US$ 2.750.

Emas secara tradisional dilihat sebagai investasi yang aman selama ketidakpastian ekonomi dan geopolitik seperti perang dagang.
Janji Trump untuk memberlakukan tarif besar pada Kanada, Meksiko, dan China menjadi perhatian utama.

Meskipun tarif tersebut dapat memicu perang dagang dan meningkatkan daya tarik emas, risiko inflasi yang dihasilkan bisa menahan pemangkasan suku bunga Federal Reserve, yang berpotensi menekan harga emas, kata para analis.

Risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) juga ikut berdampak ke emas. Risalah FOMC untuk pertemuan November keluar pada Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Dalam risalah tersebut disebut pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) menyatakan keyakinan bahwa inflasi mereda dan pasar tenaga kerja tetap kuat, yang memungkinkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut meskipun secara bertahap.

Ringkasan pertemuan tersebut berisi beberapa pernyataan yang menunjukkan bahwa pejabat merasa nyaman dengan laju inflasi, meskipun dengan sebagian besar ukuran, inflasi masih berada di atas target 2% yang ditetapkan oleh Fed.

Inflasi AS menguat ke 2,6% (year on year/yoy) pada Oktober 2024, dari 2,4% pada September 2024.

Dengan hal itu dalam pikiran, dan dengan keyakinan bahwa situasi pekerjaan masih cukup solid, anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga lebih lanjut kemungkinan akan terjadi, meskipun mereka tidak merinci kapan dan sejauh mana.

"Dalam membahas prospek kebijakan moneter, peserta mengantisipasi bahwa jika data yang masuk sesuai dengan yang diharapkan, dengan inflasi yang terus bergerak turun secara berkelanjutan menuju 2% dan ekonomi tetap mendekati tingkat pekerjaan maksimum, maka kemungkinan akan tepat untuk bergerak secara bertahap menuju sikap kebijakan yang lebih netral seiring waktu," kata risalah tersebut.

(mae/haa)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research