Gara-gara Asing Kabur, Market Cap IHSG Rontok Rp800 T

2 months ago 30

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sebulan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah keok lebih dari 8% ke level 7100. Kapitalisasi pasar bursa pun sudah surut lebih dari Rp800 triliun.

Jika dibandingkan sebulan lalu pada perdagangan 17 Oktober 2024, IHSG bertengger di 7.735,03 dengan nilai kapitalisasi pasar Rp12.919 triliun.

Namun, indeks keseluruhan saham di bursa ini sampai akhir perdagangan sesi I hari ini, Senin (18/11/2024) sudah menyusut jadi 7146,79 dengan nilai kapitalitasi pasarnya hilang lebih dari Rp800 triliun menjadi Rp12.059,42 triliun.

Outflow yang deras menjadi salah satu penyebab IHSG rontok dalam sebulan terakhir ini, bahkan menggunakan basis mingguan, IHSG berakhir di zona merah selama empat pekan beruntun.

Asing terpantau keluar dari pasar saham RI hingga Rp15,41 triliun dalam sebulan. Rinciannya net foreign sell sebanyak Rp14,13 triliiun di pasar reguler, sementara di pasar nego dan nego terjual Rp1,29 triliun.

IHSG dan Outflow dalam basis waktu mingguanFoto: Tradingview
IHSG dan Outflow dalam basis waktu mingguan

Ada beberapa faktor yang membuat IHSG loyo dalam sebulan terakhir. Mulai dari efek trump, pidato the Fed yang tidak akan agresif turunkan suku bunga, sampai yield obligasi AS yang masih tinggi.

Double Killer Emerging Market : Efek Trump + The Fed

Setelah kemenangan Trump sebagai Presiden AS pada tahun ini membuat negara berkembang, termasuk Indonesia dapat efek negatif. Pasalnya, dengan potensi kebijakan proteksionisnya, salah satunya adalah kenaikan tarif dagang 10% - 20% ke global, sementara ke China bisa sampai 100% akan membuat pasar dibayangi perang dagang.

Apalagi, untuk China yang merupakan partner dagang terbesar RI, tentu akan membuat imbas bagai domino.

Tak berhenti disitu, setelah mendapatkan kabar bahagia penurunan suku bunga dari the Fed pada November. Ketua Bank Sentral AS, Jerome Powell malah menyatakan pendapatnya bahwa ekonomi AS tetap kuat dan tidak akan buru-buru menurunkan suku bunga.

Yield US Treasury Tetap Tinggi, Investor Pilih Cash

Di sini membuat ekspektasi pelaku pasar mulai menilai bahwa akan ada perlambatan laju penurunan suku bunga yang membuat yield US Treasuty tetap kuat. Pantauan CNBC Indonesia hingga hari ini, yield obligasi acuan AS tenor 10 tahun yang kini posisinya di 4,43%.

Jika membandingkan dengan suku bunga AS kini yang berada di 4,5% - 4,75%, selisih dengan US10Y hanya berkisar 20 basis poin (bps), tidak sampai 0,50%. Ini membuat investor memilih posisi cash, imbasnya indeks dolar AS juga tetap kuat.

Indeks dolar AS (DXY) bahkan dalam sebulan ini naik kencang dan sudah ke level 106 yang merupakan level tertinggi dalam setahun.

Selain itu, ada faktor penurunan bobot saham Indonesia di Indeks MSCI yang membuat asing kabur. Merujuk laporan Greed and Fear Jefferies Securities, MSCI diketahui menurunkan bobot Indonesia menjadi 1,5% pada November 2024, dari sebelumnya 2% pada Januari 2024.

Dari dalam negeri, pukulan terhadap IHSG juga makin kentara dengan kenaikan tarif PPN 12%. Ini bakal membuat daya beli masyarakat semakin lemah lantaran harga produk makin mahal. Sebagai informasi, tarif PPN yang akan berlaku tahun depan ini dinilai menjadi yang tertinggi di antara negara ASEAN.

Investor Berbalik Mode Wait and See, IHSG Potensi Sideways

Mengawali pekan ini, investor kembali ke mode wait and see terhadap Rapat Dewan Gubernur (RDGO Bank Indonesia (BI) yang akan diumumkan hasilnya pada tengah pekani ni.

Salah satu hal yang ditunggu pelaku pasar adalah soal keputusan suku bunga BI (BI rate) periode November 2024.

Pada hari yang sama, BI akan merilis deposit facility rate dan lending facility rate.

Sebagai catatan, pada Oktober lalu, BI menahan suku bunganya di level 6% dengan Suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

Keesokan harinya, (21/11/2024), BI akan merilis angka transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk kuartal III-2024.

Sebelumnya pada kuartal II-2024, tercatat defisit transaksi berjalan Indonesia melebar menjadi US$ 3,02 miliar, dibandingkan dengan US$ 2,50 miliar pada kuartal sebelumnya, mencatatkan defisit untuk kuartal kelima berturut-turut dan setara dengan 0,9% dari PDB negara.

Pembacaan terbaru ini menandai defisit transaksi berjalan terbesar sejak kuartal pertama 2020, seiring dengan lonjakan defisit akun jasa yang mencapai US$ 5,15 miliar, tertinggi dalam enam kuartal, dibandingkan dengan US$ 4,60 miliar pada tahun sebelumnya, akibat meningkatnya defisit layanan perjalanan.

Biasanya, ketika pelaku pasar kembali pada mode wait and see, transaksi di pasar saham akan cenderung lebih sepi yang membuat pergerakan iHSG pun bisa relatif mendatar.

Jika melihat secara teknikal, potensi pergerakan sideways akan berkisar dari rentang support di 7041 sampai dengan resistance di 7325.

IHSGFoto: Tradingview
IHSG

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research