Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara masuk ke dalam jurang resesi pada tahun ini, sebagai tanda terjadi pelemahan ekonomi. Bahkan negara maju tak luput dari ancaman resesi.
Secara sederhana, resesi terjadi jika ekonomi sebuah negara mengalami kontraksi selama dua kuartal beruntun.
Terbaru adalah Selandia Baru yang mengalami pelemahan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi acuan ekonomi suatu negara.
Selandia Baru mengalami resesi pada kuartal ketiga (Q3) 2024, Kamis (19/12/2024). Ekonomi negara itu mengalami kemerosotan tajam yang tak terduga, menyebabkan mata uang negara itu jatuh dan memicu pergolakan politik.
Resesi merupakan kondisi ketika perekonomian suatu negara mengalami penurunan dalam jangka waktu yang cukup lama, dua kuartal berturut-turut atau lebih.
Data resmi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Selandia Baru turun lebih besar dari yang diharapkan sebesar 1,0% pada bulan Juli-September dari tiga bulan sebelumnya.
Sebelumnya analis memperkirakan kontraksi sebesar 0,2%. Hal itu menandai kontraksi kuartalan kedua berturut-turut, setelah menyusut 1,1% pada bulan April-Juni alias kuartal kedua (Q2) lalu.
"Ya, penurunan aktivitas sebesar 1% itu sangat besar. Dan itu jauh lebih lemah daripada yang diantisipasi siapa pun," kata laporan ekonomi Kiwibank, dikutip AFP.
"Dan pelemahan menyebar ke sebagian besar industri," kata laporan itu.
"Penurunan baru-baru ini sebagian diimbangi oleh revisi statistik pertumbuhan ke atas di awal tahun," tambahnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Nicola Willis mengatakan ekonomi kini telah berkontraksi selama delapan kuartal berdasarkan basis per kapita. Penurunan tersebut mencerminkan dampak inflasi yang tinggi terhadap ekonomi.
"Hal itu menyebabkan Bank Sentral merekayasa resesi yang telah menghambat pertumbuhan," klaimnya.
Namun, ia memperkirakan ekonomi akan membaik pada kuartal berikutnya. Bahkan, tegasnya, tumbuh lebih kuat pada tahun 2025.
Selandia Baru menyusul negara-negara lain yang telah lebih dulu mengalami resesi, salah satunya adalah Argentina. Negara yang dikenal dengan kelahiran para legenda sepak bola itu mengalami kejatuhan ekonomi yang parah.
Ekonomi Argentina mengalami kontraksi 5,1% pada kuartal I-2024 dibandingkan kuartal sebelumnya (quartal to quartal/qtq). Ekonomi Argentina pada kuartal IV-2023 juga terkontraksi 1,9% (qtq).
Secara tahunan, ekonomi Argentina terkoresi 2,1% (year on year/yoy) pada kuartal III-2024 sementara pada kuartal II-2023 terkontraksi 1,7%. Ekonomi Argentina sudah terkontraksi selama enam kuartal beruntun (yoy).
Resesi ini memperpanjang derita Argentina. Negara tersebut dilanda kekacauan setelah Kongres menyetujui paket reformasi ekonomi yang diajukan Presiden Javier Milei. Presiden berusia 53 tahun tersebut memimpin Argentina sejak Desember 2023.
Paket itu disebut kontroversial oleh warga. Tak hanya mendeklarasikan keadaan darurat ekonomi selama setahun, Milei juga memiliki kewenangan membubarkan lembaga federal dan memprivatisasi selusin perusahaan publik termasuk maskapai penerbangan milik negara, Aerolineas Argentina.
Secara rinci, kebijakan lain yang akan dilakukan paket reformasi Milei adalah mengurangi akses terhadap tunjangan pensiun warga yang sudah minim. Politikus dan ekonom tersebut juga melemahkan perlindungan terhadap tenaga kerja.
Aksi Milei sudah menggemparkan warga Argentina. Di awal menjabat, sebelumnya ia telah memangkas separuh kabinetnya, menghilangkan 50.000 lapangan pekerjaan publik, dan menangguhkan kontrak-kontrak pekerjaan umum yang baru. Presiden kelahiran Palermo, Buenos Aires, Argentina itu juga menghapuskan subsidi bahan bakar dan transportasi (BBM) bahkan ketika para pekerja Argentina kehilangan seperlima daya beli mereka.
Kehancuran ekonomi di Argentina ini telah berlangsung cukup lama, seperti defisit fiskal yang berkepanjangan hingga inflasi kronis.
Sebagai contoh, inflasi rata-rata Argentina pada 1944 hingga 2023 saja tercatat sebesar 190% dan pemerintah gagal membayar utang negara sebanyak sembilan kali (tiga kali di antaranya terjadi dalam dua dekade terakhir).
Selama satu dekade terakhir, negara ini mengalami penurunan pendapatan per kapita sebesar 10,4%, dan sejarah gagal bayar (default) serta restrukturisasi negara telah menyebabkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi di pasar kredit internasional.
Selain Argentina, sejumlah negara juga masih terjebak dalam jurang resesi dengan beragam penyebab:
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)