Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu terus mengalami pelemahan hingga penutupan perdagangan akhir pekan ini. Pelemahan justru terjadi di tengah meningkatnya permintaan batu bara dari China hingga India.
Menurut data dari Refinitiv pada perdagangan Jumat (13/12/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2025 ditutup melemah 1,69% di level US$130,75 per ton. Dalam sepekan harga batu bara tercatat anjlok 1,25%.
Lesunya harga batu bara global terjadi setelah permintaan batu bara sudah mulai berangsur pulih.
Berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (IEA), tahun lalu, permintaan batu bara tumbuh sebesar 2,6% hingga mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Saat itu, lembaga tersebut memperkirakan permintaan batu bara untuk 2024 akan tetap stabil dibandingkan dengan 2023.
Namun, permintaan di China dan India terus tumbuh. Meskipun pangsa batu bara dalam pembangkitan listrik di China telah menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat maraknya energi terbarukan, tetapi pembangkitan dan permintaan listrik batu bara di China tetap kuat .
Batubara masih menyumbang sekitar 60% dari pembangkit listrik China, meskipun terjadi lonjakan tenaga air awal tahun ini setelah curah hujan melimpah, yang mengurangi porsi batubara dalam bauran energi negara itu selama musim panas.
China, yang merupakan negara pengimpor batu bara terbesar di dunia, tercatat mengimpor lebih banyak batu bara antara Januari dan November tahun ini dibandingkan sepanjang tahun lalu, terutama karena harga yang lebih rendah.
Impor batu bara dan lignit China naik hampir 15% menjadi 490 juta ton dalam 11 bulan pertama tahun ini, berdasarkan data yang dirilis oleh Administrasi Umum Bea Cukai (GAC) kemarin. Tahun lalu, impor batu bara China melonjak 62% hingga mencapai rekor 470 juta ton.
Pada November lalu saja, China mengimpor 55 juta ton batu bara, naik 19% dari Oktober lalu dan lebih dari 26% dari tahun sebelumnya.
Harga impor batu bara rata-rata China anjlok hampir 13% menjadi CNY688 (US$ 95) per ton dalam 11 bulan yang berakhir pada 30 November dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menurut data dari Wind Information, harga rata-rata batu bara termal 5.500 kilokalori yang diimpor ke Pelabuhan Qinhuangdao China rata-rata mencapai CNY 862 (US$ 119) per ton, turun sekitar 11% dalam periode tersebut.
Impor batu bara China diperkirakan akan tetap pada titik tertinggi sepanjang sejarah saat ini dengan puncak konsumsi yang akan datang pada musim dingin, berdasarkan prediksi lembaga penelitian China Yimei.
Dari Amerika Serikat (AS), pedagang batu bara AS telah mengekspor batu bara termal dengan volume tertinggi dalam enam tahun terakhir selama sebelas bulan pertama 2024 dan tampaknya akan mengekspor volume yang lebih besar lagi pada 2025 setelah Presiden terpilih Donald Trump menjabat.
Ekspor batu bara AS yang digunakan dalam pembangkitan listrik mencapai 32,6 juta ton dari Januari hingga November, menurut data pelacakan kapal dari Kpler.
Ini menjadi volume tertinggi untuk periode tersebut sejak 2018, dan akan menghasilkan pendapatan sekitar US$ 4 miliar untuk sektor batubara AS, berdasarkan data harga yang diterbitkan oleh Badan Informasi Energi AS (EIA).
Karena konsumsi batu bara termal sedang dihentikan di AS karena kekhawatiran tentang polusi, ekspor besar-besaran tersebut telah merusak kredibilitas AS sebagai pemimpin iklim.
Tetapi, volume ekspor bisa lebih tinggi lagi pada 2025 jika pemerintahan Presiden Donald Trump yang ramah bahan bakar fosil mempromosikan ekstraksi dan penjualan lebih banyak produk energi AS seperti yang diharapkan.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)