Cerita Kakao RI Kala Berjuang di Tengah Panggung Global

1 month ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia- Di setiap keping cokelat, ada cerita panjang tentang perjuangan petani, permainan pasar global, dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Tahun 2024 adalah babak penuh drama bagi kakao dunia. Harga melesat ke puncak-puncak baru, mencerminkan ketatnya pasokan dan kompleksitas dinamika pasar.

Bagi Indonesia, di tengah berkah ini, ada tantangan besar untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Harga kakao global tahun ini memecahkan rekor. Pada April 2024, harga mencapai US$11.878 per ton, melampaui lonjakan harga sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh penurunan drastis produksi di dua negara produsen terbesar dunia, Pantai Gading dan Ghana, yang bersama-sama menyuplai 70% kakao dunia. Cuaca buruk, penyakit tanaman, serta dampak fenomena El Niño menjadi momok utama.

Defisit pasokan global menjadi cerita besar di balik lonjakan harga ini. Organisasi Kakao Internasional (ICCO) mencatat kekurangan pasokan sebesar 374.000 ton untuk musim 2023/2024, yang terbesar dalam 60 tahun terakhir. Di sisi lain, stok kakao di pelabuhan AS mencapai titik terendah dalam dua dekade terakhir, memperparah situasi.

Indonesia, Peluang Besar, Tantangan Besar

Sementara pasar global mengalami lonjakan harga yang signifikan, ekspor kakao Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan volume sebesar 0,34% secara tahunan hingga November 2024, mencapai 314.960 ton. Namun, kenaikan ini terjadi di tengah harga kakao rata-rata global yang melonjak 115,13% menjadi US$7,06 per kilogram.

Secara nilai, ekspor produk kakao olahan Indonesia didominasi oleh kategori mentega kakao, lemak, dan minyak, yang menyumbang 37,25% dari total ekspor, diikuti oleh bubuk kakao tanpa gula sebesar 33,86%. Pasar utama ekspor Indonesia adalah India dengan kontribusi 18,13% atau senilai US$418,5 juta, diikuti oleh Amerika Serikat (15,97% atau US$368,6 juta) dan Malaysia (9,10% atau US$210 juta).

Namun, produksi domestik menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Data menunjukkan penurunan berkelanjutan sejak 2018, dari 751.700 ton menjadi hanya 640.700 ton pada 2023. Penyebabnya termasuk cuaca buruk, mahalnya harga pupuk, serta kurangnya akses petani kecil terhadap teknologi pertanian modern.

Belajar dari Ghana dan Pantai Gading

Negara-negara seperti Ghana dan Pantai Gading memberikan pelajaran penting tentang bagaimana kebijakan yang tepat dapat mendukung industri kakao. Ghana menaikkan harga pembelian farmgate menjadi 51.000 cedi per ton atau sekitar US$3.144 untuk melawan penyelundupan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, langkah ini belum cukup menahan dampak inflasi tinggi dan depresiasi mata uang, yang tetap menjadi ancaman bagi daya beli petani.

Di sisi lain, Pantai Gading tetap menjadi pemain utama dengan produksi lebih dari 2 juta ton pada musim 2024/2025, meski menghadapi tantangan cuaca dan penyakit tanaman. Pemerintah mereka memberlakukan program peremajaan tanaman dan meningkatkan akses petani terhadap pestisida, langkah yang dapat dicontoh Indonesia untuk meningkatkan produktivitas.

Pasar global menunjukkan prospek permintaan yang terus meningkat. Namun, tanpa pembaruan infrastruktur pertanian, adopsi teknologi modern, dan dukungan kebijakan yang komprehensif, Indonesia berisiko kehilangan posisi strategisnya.

Harga kakao memang terus mencetak rekor, tetapi tantangan besar menunggu di baliknya. Kisah ini adalah pengingat bahwa di balik manisnya cokelat, ada perjuangan panjang yang harus dilalui. Apakah Indonesia siap mengambil langkah besar dan mengubah peluang menjadi kekuatan? 

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research