BI Bakal Rilis Banyak Data, Investor Wajib Waspada

2 months ago 39

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada pekan depan, sentimen baik dari dalam maupun luar negeri akan memengaruhi pasar keuangan domestik. Khususnya sentimen dari dalam negeri yang datang dari Bank Indonesia (BI) akan memberikan dampak yang cukup signifikan bagi keputusan investor baik dalam dan luar negeri.

Pada Senin (18/11/2024), pada dasarnya tidak ada sentimen yang benar-benar memberikan dampak yang cukup signifikan ke domestik maupun global. Begitu pula dengan Selasa (19/11/2024) yang didominasi oleh rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) daerah Eropa dan Kanada yang masih diperkirakan mengalami inflasi.

Selain itu, Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) juga mulai diselenggarakan hingga Rabu (20/11/2024). Salah satu hal yang ditunggu pelaku pasar adalah soal keputusan suku bunga BI (BI rate) periode November 2024.

Selanjutnya pada Rabu (20/11/2024), China dan Indonesia akan merilis keputusan suku bunga acuan.

China lewat Loan Prime Rate (LPR) tenor satu dan lima tahun diperkirakan pasar masih akan menahan suku bunganya masing-masing sebesar 3,1% dan 3,6% setelah sebelumnya memangkas suku bunganya dari 3,35% dan 3,85%.

Untuk diketahui, LPR satu tahun memengaruhi pinjaman perusahaan dan sebagian besar pinjaman rumah tangga di China, sementara LPR lima tahun digunakan sebagai acuan untuk suku bunga hipotek.

Langkah ini sudah diperkirakan. Sebelumnya, Gubernur bank sentral China, Pan Gongsheng, telah mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan pinjaman akan dipangkas 20 hingga 25 basis poin.

Pada hari yang sama, BI akan merilis suku bunga acuan bersamaan dengan deposit facility rate dan lending facility rate.

Sebagai catatan, pada Oktober lalu, BI menahan suku bunganya di level 6% dengan Suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

"Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5% pada 2024 dan 2025," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur di kantornya, Rabu (16/10/2024).

Kebijakan tersebut ditujukan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"Fokus kebijakan moneter jangka pendek ini pada stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian para keuangan global," ujarnya.

Kemudian esok harinya (21/11/2024), BI akan merilis angka transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk kuartal III-2024.

Sebelumnya pada kuartal II-2024, tercatat defisit transaksi berjalan Indonesia melebar menjadi US$ 3,02 miliar, dibandingkan dengan US$ 2,50 miliar pada kuartal sebelumnya, mencatatkan defisit untuk kuartal kelima berturut-turut dan setara dengan 0,9% dari PDB negara.

Pembacaan terbaru ini menandai defisit transaksi berjalan terbesar sejak kuartal pertama 2020, seiring dengan melonjaknya defisit akun jasa yang mencapai US$ 5,15 miliar, tertinggi dalam enam kuartal, dibandingkan dengan US$ 4,60 miliar pada tahun sebelumnya, akibat meningkatnya defisit layanan perjalanan.

Selanjutnya pada Jumat (22/11/2024), BI akan merilis data Jumlah Uang Beredar (M2) di Indonesia yang sebelumnya meningkat menjadi Rp9.044,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,2% secara tahunan (year on year/yoy) pada September 2024. Adapun, pertumbuhan M2 hampir stagnan setelah tumbuh 7,3% pada Agustus lalu.

Pertumbuhan ini relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,9% (yoy) dan uang kuasi sebesar 5,3% (yoy).

"Perkembangan M2 pada September 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus)," kata Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI, Selasa (22/10/2024).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research