- Para pelaku pasar akan fokus pada rilis data dari Indonesia dan China
- Surplus neraca perdagangan diproyeksi masih akan berlanjut pada November 2024, tapi menipis
- Pernyataan FOMC dalam memutuskan kebijakan suku bunga bank sentral AS pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Para pelaku pasar fokus pada rilis data-date penting dari dalam dan luar negeri yang berpotensi menggerakkan pasar keuangan RI.
Adapun sentimen dan jadwal rilis data yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan, baik pasar saham maupun nilai tukar rupiah di halaman tiga dan empat.
Seperti diketahui pasar keuangan RI memiliki performa yang kurang baik pada sesi perdagangan pekan kemarin.
Berdasarkan data Refinitiv Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan mencapai 0,79% dalam sepekan. Hingga perdagangan Jumat (13/12/2024), IHSG mendarat di 7.324,79.
Secara teknikal, laju IHSG pada hari rabu terhenti pada support di MA 200. Mengingat pada pekan depan akan terdapat banyak sentimen dari dalam dan luar negeri, diperkirakan laju IHSG akan bangkit usai tersentuh di support MA 200.
Di sisi lain, pergerakan nilai tukar rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepekan kemarin terpantau merana, bahkan sempat menguji level Rp16.000/US$.
Merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin Jumat (13/12/2024) mata uang Garuda ambruk 0,44% ke posisi Rp15.990/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi menyentuh level Rp16.000/US$ dan terkuat di posisi Rp15,945/US$.
Pelemahan pada kemarin menjadi yang terdalam sejak 7 Agustus 2024 dengan sebelumnya berada pada posisi Rp16.030/US$.
Sejak sepekan lalu ini rupiah terpantau masih terdepresiasi sebesar 0,92% dari penutupan perdagangan pekan lalu di posisi Rp15.845/US$.
Rupiah yang merana di tengarai yield US Treasury yang merangkak naik lima hari beruntun ke posisi 4,39%. Ini membuat selisih antara US Interest rate makin menyempit yang menunjukkan pelaku pasar sedang mengumpulkan lebih banyak cash.
Hal tersebut kemudian juga tercermin pada tekanan indeks dolar AS (DXY) terhadap rupiah makin kuat di mana the greenback juga naik selama lima hari dan mendekati level 107 lagi.
Selain tertekan oleh DXY yang menguat, rupiah juga terbebani oleh laporan Indeks Harga Produsen (IHP) AS yang lebih panas dari ekspektasi pasar. IHP AS pada November tercatat tumbuh 3% secara tahunan (yoy), lebih tinggi dibandingkan Oktober yang tumbuh 2,6% dan melampaui perkiraan pasar sebesar 2,6%.
Secara bulanan (mtm), IHP juga meningkat 0,4%, naik dari 0,3% pada bulan sebelumnya dan melebihi konsensus pasar sebesar 0,2%.
Data IHP ini memberikan tekanan karena menunjukkan bahwa tekanan harga dari sisi produsen di AS masih kuat, sehingga menimbulkan keraguan terhadap arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Sementara itu, data inflasi konsumen atau Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada periode yang sama lebih stabil. IHK tumbuh 2,7% (yoy) dan 0,3% (mtm), sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi inti yang tidak mencakup harga pangan dan energi juga bertahan di level 3,3% (yoy) dan 0,3% (mtm), sama dengan bulan sebelumnya.
Perkembangan ini membuat keyakinan pasar terhadap peluang penurunan suku bunga oleh bank sentral Federal Reserve agak berkurang. Walau masih sangat tinggi, tetapi terlihat optimisme memudar.
Mengutip CME FedWatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25-4,5% pada rapat 18 Desember adalah 95,3%. Berkurang dibandingkan posisi 12 Desember yang mencapai 97,5%.
Pages