Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2024 bukanlah menjadi periode baik bagi para investor saham. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terperosok di sepanjang 2024. IHSG terjun 3,92% di sepanjang 2024 di level 7.036,57 hingga perdagangan Jumat (27/12/2024).
Pada perdagangan hari ini, Senin (30/12/2024) pukul 10.13 WIB, IHSG masih melemah 0,03%. Sepanjang bulan ini, IHSG juga ambruk 1,12%.
Pergerakan IHSG yang melemah pada tahun ini berbanding terbalik dengan historisnya dalam satu dekade terakhir. Dalam 10 tahun terakhir (2014-2023), IHSG menguat tujuh kali dan melemah tiga kali.
IHSG bahkan tetap melesat pada 2021 di mana pada periode tersebut masih dalam masa pandemi Covid-19, termasuk berkembangnya varian Delta yang mematikan.
IHSG justru melemah pada tahun ini dengan angka yang cukup dalam. Pelemahan IHSG disebabkan oleh banyak faktor mulai dari capital outflow, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) hingga pelonggaran kebijakan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang lebih sedikit dibandingkan proyeksi sebelumnya.
Aksi jual masih terjadi di pasar keuangan Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) dengan mengambil transaksi 23-24 Desember 2024, asing masih mencatat jual neto sebesar Rp4,31 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp0,63 triliun di pasar saham, Rp0,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp2,82 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Asing kabur dari pasar Indonesia sejak awal Oktober 2024 atau hampir tiga bulan terakhir. Investor memilih kembali ke AS, terutama setelah kemenangan Trump di pemilu AS karena mereka melihat kebijakan Trump akan lebih menguntungkan iinvestor.
Melemahnya ekonomi Indonesia juga ikut mendorong pelemahan IHSG. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,95% pada kuartal III/2024 atau terendah dalam setahun terakhir. Pelemahan ekonomi ini menandai adanya perlambatan konsumsi yang berdampak pada omzet dan pendapatan sejumlah emiten.
Barra Kukuh Mamia ekonom PT Bank Central Asia Tbk mengatakan kepada CNBC Indonesia, ia menyoroti aksi ambil untung di pasar karena memasuki akhir tahun. Selain itu juga ia melihat ada pengaruh pengumuman dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Senada dengan Barra, Hosiana Situmorang ekonom Bank Danamon mengatakan pelemahan IHSG dipengaruhi oleh aksi profit taking dan wait and see terkait kebijakan PPN ke 12%.
"IHSG ya sejalan masih berlanjutnya aksi profit taking di beberapa saham serta masih wait n see terkait kebijakan PPN naik ke 12% dan BI rate," ungkap Hosiana kepada CNBC Indonesia.
Kemudian ditanya terkait potensi terjadinya window dressing pada tahun ini, Arwendy Head of Analyst Mitra Andalan Sekuritas mengatakan masih ada peluang untuk terjadi di sisa Desember 2024.
"Window dressing kemungkinan terjadi tapi mungkin tidak signifikan, naik sedikit mungkin," kata Arwendy kepada CNBC Indonesia.
Selain itu, The Fed menunjukkan bahwa mereka mungkin hanya akan menurunkan dua kali lagi pada 2025.Ekspektasi tersebut tercermin dari dot plot terbaru Desember ini. Dot plot merupakan matriks ekspektasi dan pandangan suku bunga masa depan dari masing-masing anggota Federal Open Market Committee (FOMC).
Lebih lanjut, pejabat Fed menunjukkan dua pemotongan lagi pada 2026 dan satu lagi pada 2027. Dalam jangka panjang, komite memandang suku bunga "netral" berada pada 3%, 0,1 poin persentase lebih tinggi dibandingkan pembaruan September, karena tingkat ini secara perlahan meningkat sepanjang tahun ini (3% vs 2,9%).
Tentu hal tersebut bukanlah kabar baik bagi emerging market seperti Indonesia. Sehingga hal ini menjadi pemberat IHSG pada akhir tahun.
CNBC Indonesia Research
(saw/saw)