Perang Dagang AS vs China Memakan Korban Baru: Batu Bara!

2 months ago 60

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus mengalami penurunan khususnya setelah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dimulai dengan saling memberikan tarif yang lebih tinggi.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 06 Februari 2025 tercatat sebesar US$113,5/ton atau turun 1,9% dibandingkan penutupan perdagangan 05 Februari 2025 yang sebesar US$114,75/ton.

Harga 'emas hitam' ini terus mengalami penurunan pasca Presiden AS Donald Trump dan pemimpin China Xi Jinping resmi memulai babak baru perang dagang dengan menerapkan serangkaian tarif balasan yang berpotensi memiliki dampak luas terhadap rivalitas ekonomi AS-China di panggung global.

Perang tarif antara AS dan China diperkirakan akan menciptakan potensi kelebihan pasokan batubara AS yang ditawarkan di Asia karena pengalihan dari China.

Dikutip dari S&P, hampir tidak ada penawaran untuk pengiriman batubara laut AS baru di China pada Rabu (5/2/2025) atau hari pertama pasar China kembali dibuka.

Tarif impor tambahan 15% yang mulai berlaku pada 10 Februari, di atas tarif 3% yang ada, akan sangat "menyakitkan".

"Pembeli (di China) sedang menghadapi dilemma. Mereka yang sudah membayar untuk pengiriman mereka, atau telah mengeluarkan surat kredit mereka, mungkin tidak punya pilihan selain membayar tarif saat pengiriman tiba. Namun, mereka yang belum mencapai tahap itu mungkin meminta penjual untuk meninjau kembali penjualan tersebut," tutur salah satu pedagang, dikutip dari S&P.

Sebaliknya, harga batubara kokas semi-lunak AS Bailey di sisi pelabuhan China dilaporkan sedikit naik sebesar CNY 20-30/ton menjadi CNY 1.070-1.080/ton di tengah antisipasi berkurangnya pengiriman Bailey ke China setelah penerapan tarif.

Secara bersamaan, penjual batubara AS ke China dilaporkan berlomba-lomba mencari pembeli alternatif di wilayah tersebut, dengan beberapa di antaranya bahkan menahan pengiriman yang sudah dalam perjalanan.

"Kami meminta tawaran dari pembeli potensial di Malaysia, Indonesia, India, Jepang, dan Korea Selatan. Mengalihkan pengiriman ke tujuan alternatif akan menimbulkan biaya tambahan, yang membuat sulit bagi penjual untuk segera memberikan tawaran harga tetap," tambah pedagang tersebut.

Sumber lain mengatakan adanya kemungkinan lebih tinggi untuk minat potensial dari India dan Asia Tenggara untuk pengiriman batubara AS yang terdampak, mengingat situasi margin baja yang rendah yang baru-baru ini dihadapi oleh produsen baja regional.

"Jika harga pengiriman ini cukup rendah, benar bahwa itu akan menarik pembeli di sini untuk membeli batubara ini daripada batubara Australia yang tidak terjual. Itu akan mengurangi biaya mereka," kata seorang pembuat baja India.

Pelaku pasar batu bara di India menyebut adanya peningkatan pengiriman batubara AS yang ditawarkan setelah China mengumumkan tarif balasannya.

Namun, sejauh ini tidak ada harga tawaran pasti yang menarik karena penjual sebagian besar masih mencari pembeli yang tertarik.

"Jika harga sisi pelabuhan China untuk Bailey sekitar $125/mt CFR setara, agar mereka bisa menjualnya, harga setelah potongan 15% tambahan bisa sekitar $107/mt CFR tipe China," kata seorang pedagang China.

Trader batubara Australia memperkirakan dampak berantai yang kemungkinan akan mempengaruhi harga batubara spot Australia, karena lonjakan mendadak dalam pengiriman batubara AS yang tersedia di Asia pada akhirnya membuat pasokan melonjak karena "terlalu banyak ikan di kolam."

"Kelebihan pasokan ini bukan masalah kecil, masalah AS sekarang terhubung dengan Australia. Batubara AS akan menggantikan permintaan di Asia Tenggara dan India dan kemudian batubara Australia harus kembali ke China, di mana harga rendah." Ujar pedagang tersebut, kepada S&P.

Seorang pembuat baja India lainnya memperkirakan kelebihan pasokan pengiriman batubara kokas akan semakin parah jika batubara AS juga mulai masuk ke negara tersebut, sambil berharap dapat memperoleh batubara AS dengan diskon yang layak.

Beberapa pedagang yang menangani batubara AS telah mengambil langkah pencegahan dengan mengantisipasi situasi tarif timbal balik seperti itu, mengingat bahwa pembeli di China telah mencari ketentuan dan syarat perlindungan untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut sejak kuartal keempat 2024.

"Kami tidak memiliki pengiriman yang menuju ke China karena semua orang sudah takut tarif sebelum Tahun Baru Imlek," kata seorang pedagang yang berbasis di China.

China telah mengimpor 10,7 juta mt batubara metalurgi asal AS pada tahun 2024atau setara denga 8,7% dari total impor negara tersebut.

Perang Dagang AS & China

Babak baru perang dagang ini menandai fase baru dalam persaingan AS-China, di mana kedua negara berusaha memaksimalkan pengaruh ekonomi dan politik mereka di tingkat global. Sementara AS mengandalkan kekuatan konsumen dan dolar yang kuat, China mencoba menavigasi tantangan ini dengan strategi ekonomi yang lebih matang. Namun, risiko eskalasi lebih lanjut tetap tinggi, yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi global dalam jangka panjang.

Ekonomi China sangat bergantung pada sektor manufaktur dan ekspor, dengan Amerika Serikat sebagai mitra dagang terbesar untuk perdagangan bilateral. Namun, kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump berpotensi mengguncang fondasi ekonomi China.

Mulai 4 Februari, AS memberlakukan tarif 10% terhadap berbagai produk impor dari China.

  • Tambahan Tarif Lama: Tarif ini di atas tarif-tarif sebelumnya yang sudah diterapkan di era Presiden Joe Biden dan masa jabatan pertama Trump.
  • Potensi Eskalasi: Kebijakan Trump juga membuka peluang penambahan tarif baru di masa depan, yang bisa semakin menekan perekonomian China.

Namun, Xi Jinping kali ini lebih siap untuk menghadapi tekanan dari Washington. China tidak hanya membalas dengan tarif biasa, tetapi juga menggunakan strategi ekonomi yang lebih tajam:

Tarif Balasan Mulai 10 Februari:

  • 15% untuk batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS.
  • 10% untuk minyak mentah, peralatan pertanian, dan beberapa jenis mobil.

Target Bahan Baku Kritis:

Lebih dari sekadar tarif, Beijing menyasar bahan baku strategis yang sangat dibutuhkan industri AS, di mana China menguasai pasokan globalnya:

  • Tungsten, Tellurium, Ruthenium, Molybdenum: Digunakan dalam pembuatan baterai dan produk teknologi tinggi.
  • Larangan Ekspor (Desember 2024): China juga telah melarang ekspor antimony dan gallium ke AS, bahan penting dalam produksi semikonduktor.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research