RI Bisa Kirim "Kiamat" Baru ke Amerika, Warga AS Dibuat Menderita

3 days ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia- Ancaman Amerika Serikat (AS) menunda tarif balasan terhadap 57 negara selama 90 hari. Penundaan tersebut menjadi kabar gembira buat dunia dan warga AS sendiri. Pasalnya, warga AS juga bisa menjadi korban perang dagang karena mereka harus membayar harga produk impor lebih mahal. AS juga bisa kehilangan pasokan produk dari dalam negeri, termasuk Indonesia.

Trump memilih untuk menunda pengenaan tarif demi memberi ruang negosiasi agar ketegangan dagang tak berujung pada pembalasan yang merugikan kedua pihak.

Di tengah ketegangan akibat rencana kenaikan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS), perhatian tertuju pada komoditas ekspor utama Indonesia yang memiliki volume besar ke AS. Indonesia menyuplai produk perikanan sehingga akan sangat menentukan ketersediaan dan harga komoditas tersebut di Amerika.

Salah satu sektor yang menjadi sorotan adalah produk perikanan, khususnya ikan, kerang, dan olahannya. Amerika Serikat merupakan salah satu pasar utama bagi produk perikanan Indonesia, sehingga kebijakan tarif yang diberlakukan dapat berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor sektor ini.

Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia konsisten berada di posisi 10 besar sebagai pemasok produk ikan, kerang, dan olahannya ke Amerika Serikat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi fluktuasi dalam nilai ekspor komoditas tersebut.

Dari kedalaman laut Nusantara, ikan dan udang Indonesia mengarungi samudra hingga ke meja makan warga Amerika Serikat.

Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), nilai ekspor total produk perikanan dan kerang-kerangan (fish and shellfish) Indonesia ke AS mencapai US$2,00 miliar pada 2023. Angka ini membuat Indonesia menjadi salah satu eksportir utama ke Negeri Paman Sam, namun masih berada di bawah India (US$2,54 miliar) dan Chile (US$3,24 miliar).

Dalam kategori "prepared fish and shellfish" produk olahan siap saji yang nilainya kian penting dalam perdagangan global Indonesia mencatat nilai ekspor sebesar US$847,6 juta pada 2023, naik pesat dari US$804,6 juta tahun sebelumnya. Namun posisi ini masih tertinggal dari Thailand yang jadi juara di segmen ini dengan nilai ekspor US$891,3 juta ke AS.

Sementara itu, pada kategori ikan fillet dan cincangan (fish fillets and mince), ekspor Indonesia mencapai US$374,1 juta. Angka ini berada di bawah Vietnam (US$521,3 juta), China (US$979,4 juta), dan Chile yang sangat dominan di kategori ini dengan ekspor mencapai US$2,88 miliar pada 2023.

Yang menarik, untuk ekspor kerang dan udang beku (shellfish, fresh or frozen), Indonesia menempati posisi yang lebih kuat dengan nilai US$756,9 juta. Namun lagi-lagi India mendominasi pasar ini dengan nilai US$1,91 miliar, disusul oleh Kanada.

Secara keseluruhan, total nilai impor produk laut AS dari seluruh dunia pada 2023 tercatat sebesar US$24,8 miliar, menurun dari US$29,4 miliar di 2022. Volume impor juga turun menjadi 2,82 juta ton dari sebelumnya 3,08 juta ton. Artinya, ada penurunan permintaan global, namun ini bisa jadi peluang bagi Indonesia untuk merebut pangsa pasar dari negara pesaing yang melemah.

Selain itu AS juga banyak mengimpor tuna, tongkol, cakalang, cumi, sotong, gurita, rajungan, hingga rumput laut dari Indonesia. Permintaan tetap tinggi, menandakan bahwa sektor ini bukan hanya penopang ekspor RI, tapi juga bagian penting dari rantai pasok pangan AS.

Dari sisi Indonesia, tarif tambahan jelas membuat produk kurang kompetitif. Tapi bagi AS, kehilangan suplai dari Indonesia bisa menciptakan kekosongan pasokan atau setidaknya menaikkan harga produk laut di pasar domestik. Dampaknya bisa menjalar ke inflasi pangan, yang justru sedang coba ditekan.

Dengan struktur ketergantungan seperti ini, ancaman tarif resiprokal justru menjadi bumerang. AS butuh ikan Indonesia, mungkin lebih dari yang mereka sadari.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research