Bond Vigilante Menghukum Trump: Obligasi AS Diobral, Rugi Rp500 Ribu T

2 days ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil atau yield surat utang Amerika Serikat (AS) melonjak tajam. Lonjakan ini membuat pemerintah AS harus menanggung beban besar di fiskal mereka.

Dilansir dari Refinitiv, yield surat utang AS atau US Treasury tenor 10 tahun yang menjadi benchmark melesat ke 4,497% pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (11/4/2025). Posisi ini adalah yang tertinggi sejak 20 Februari 2025.

Dalam sepekan, yield US Tresury 10 tahun melesat 0,506 bps atau terbesar sejak 2001.

Swap spread 30 tahun sempat melebar melewati -100 basis poin, level negatif tertinggi sejak pandemi. Imbal hasil 10 tahun naik lebih dari 40 basis poin, sementara imbal hasil 30 tahun melonjak 60 basis poin - menuju lonjakan mingguan terbesar sejak 1981.

Yield melonjak setelah aksi jual besar-besaran pada US Treasury. Penjualan obligasi AS diperkirakan menembus US$ 29 triliun atau senilai dengan Rp 486.910 triliun (US$ 1=Rp 16.790).

Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga. Imbal hasil yang melonjak menandai harga obligasi sedang jatuh karena investor ramai-ramai menjualnya.

Kenaikan tajam pada Jumat menjadi bukti jika peran strategis US Treasury sebagai aset aman tidak lagi berlaku.

Di tengah panasnya perang dagang, obligasi AS justru dijual ramai-ramai karena investor mulai tidak percaya dengan pemerintah AS.
China dan Jepang mulai menjual obligasi AS karena meningkatnya ketegangan perdagangan.

Trump Salah Strategi?

Presiden AS Donald Trump pada Rabu (9/4/2025) mengumumkan penundaan tarif selama 90 hari untuk sebagian besar negara dan menurunkan tarif menjadi tarif universal sebesar 10%.

Namun, pengecualian diberikan untuk China, yang justru mengalami kenaikan tarif AS menjadi 145%. China membalas pada hari Jumat, menaikkan tarif untuk barang AS dari 84% menjadi 125%.

Meski beberapa pejabat pemerintahan mengatakan bahwa perubahan ini memang telah direncanakan, lonjakan imbal hasil obligasi kemungkinan besar memberi tekanan bagi mereka untuk menunda kebijakan.

Semula tarif resiporokal kepada lebih dari 80 negara akan berlaku pada 9 April tetapi ditunda. Analis memperkirakan jatuhnya harga obligasi AS menjadi salah satu penyebab.

"Scott Bessent (Menteri Keuangan AS) memantau pasar obligasi dengan cermat saya tahu dia memperhatikannya," kata pihak Gedung Putih pada Jumat, kepada CNBC International.

Kevin Hassett, direktur Dewan Ekonomi Nasional Trump mengatakan fakta bahwa pasar obligasi memberi sinyal kepada AS untuk mengubah haluan.

Seema Shah, kepala strategi global di Principal Asset Management, menambahkan bahwa pasar obligasi kemungkinan memicu kegelisahan di pemerintahan Trump.

"Mereka berulang kali menekankan fokus pada imbal hasil obligasi dan bahkan merayakannya minggu lalu ketika imbal hasil Treasury turun di bawah 4%. Biaya pembiayaan yang rendah tampaknya menjadi pilar penting dalam agenda ekonomi Trump, jadi pembalikan tren pasar ini yakni dengan lonjakan imbal hasil jelas memicu kekhawatiran besar di Gedung Putih," kata Shah, kepada CNBC International.

Lonjakan imbal hasil obligasi AS juga mematahkan teori jika penundaan tarif AS akan menguntungkan obligasi. Kondisi ini juga menjadi anomali karena selama ini obligasi AS dianggap sebagai aset aman.

Seperti diketahui, setelah Trump mengumumkan kebijakan tarif baru pada Rabu pekan lalu (2/4/2025), pasar saham hancur lebur.
Banyak yang memproyeksi jika kehancuran saham ini disengaja agar dana dari pasar saham mengalir deras ke obligasi. Pasalnya, pemerintah AS membutuhkan dana segar dari pasar keuangan karena ada outsanding utang jatuh tempo pada 2025-2028 sebesar US$ 16,8 triliun.

Jika imbal hasil turun tentu ini akan mengurangi beban bunga yang harus dibayar pemerintah Trump.

Kepercayaan Diri Trump Luntur

Trump mengatakan pada Rabu (9/4/2025) jika pasar obligasi telah pulih dengan baik"setelah investor sebelumnya panik karena pengumuman tarifnya.
Pada Rabu pekan lalu atau 4 April, imbal hasil US Treasury 10 tahun memang sempat menyentuh 3,99% yang menjadi rekor terendahnya sejak Oktober 2024.

"Pasar obligasi sekarang indah," katanya kepada wartawan Rabu lalu.

Namun pada Jumat kemarin, pasar obligasi kembali terguncang. Imbal hasil obligasi 10 tahun sempat naik hingga 0,19 poin persentase menjadi 4,58%, sebelum turun kembali ke 4,48% setelah Presiden Federal Reserve Boston, Susan Collins, mengatakan kepada Financial Times bahwa bank sentral AS pasti siap untuk bertindak jika pasar keuangan menjadi tidak stabil.

Kebijakan tarif Trump yang tidak konsisten mengguncang kepercayaan investor terhadap kebijakan AS dan ekonomi secara keseluruhan, mendorong pelarian modal dari aset Amerika.

Ketakutan di Pasar Obligasi

"Tekanan besar dirasakan secara global untuk menjual Treasury dan obligasi korporasi, khususnya oleh pemegang asing. Ada kekhawatiran besar secara global karena mereka tidak tahu ke mana arah kebijakan Trump," kata Peter Tchir dari Academy Securities, kepada Reuters.

Seorang eksekutif bank Eropa di divisi perdagangan utama menambahkan pergerakan yang terjadi menunjukkan sesuatu yang lebih serius dari sekadar penjualan normal.

Kondisi ini mencerminkan hilangnya kepercayaan total terhadap pasar obligasi terkuat di dunia tersebut.

Lahirnya Kembali Bond Vigilante
Penjualan besar-besaran di pasar obligasi AS pekan ini memunculkan kembali teori bond vigilante.

Dalam konteks minggu ini, istilah bond vigilantes digunakan untuk menggambarkan aksi jual besar-besaran di pasar obligasi sebagai bentuk kekhawatiran investor atas kebijakan pemerintahan yang tidak konsisten.

"Para Bond Vigilantes telah kembali," tulis Yardeni Research dalam sebuah catatan, kepada Reuters,

Bond vigilantes merujuk investor di pasar obligasi yang "menghukum" pemerintah dengan menjual obligasi mereka ketika mereka merasa pemerintah terlalu boros atau tidak bertanggung jawab secara fiskal. Tindakan mereka menyebabkan imbal hasil (yield) naik, yang membuat biaya pinjaman pemerintah lebih mahal. Tindakan mereka semacam "peringatan" dari pasar.

Jadi, dalam hal ini, vigilante artinya "penjaga disiplin fiskal", tapi melalui mekanisme pasar, bukan hukum atau kekerasan. Dalam karangan fiksi  tokoh vigilante yang paling terkenal adalah Batman sang pahlawan bertopeng yang menghukum penjahat di Kota Gotham.

Istilah bond vigilante lahir pada 1980-an dan diciptakan ekonom Edi Yardeni.

Salah satu momen paling terkenal dari bond vigilante terjadi antara akhir 1993 hingga 1994, ketika imbal hasil Treasury 10 tahun naik dari 5,2% ke 8%.
Lonjakan ini akhirnya mendorong pemerintahan saat itu mengambil langkah penghematan anggaran. Pada 1998, imbal hasil turun kembali ke sekitar 4%.

Pasar obligasi memiliki kekuatan karena menjadi jalur kredit utama negara. Tanpa kredit yang terjangkau, pemerintah kesulitan menjalankan fungsi dan ekonomi sulit tumbuh.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research