Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengenakan tarif impor sebesar 145% kepada China. lonjakan tarif tentu memberikan pengaruh yang besar bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang kedua negara tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat pada Kamis (10/4/2025) waktu setempat secara resmi menjelaskan bahwa produk impor dari China kini menghadapi tarif minimum sebesar 145%, mempertegas sikap keras Presiden AS, Donald Trump terhadap mitra dagang utama AS tersebut di tengah ketegangan perdagangan yang kian memanas.
DilansirThe New York Times, penjelasan itu muncul sehari setelah Trump mengumumkan bahwa dirinya akan menaikkan tarif atas barang-barang dari China menjadi 125%, sebagai respons atas tindakan balasan Beijing terhadap kebijakan tarif sebelumnya.
China saat ini merupakan negara asal impor terbesar kedua bagi AS dan memegang peran dominan sebagai produsen global untuk berbagai barang konsumsi, termasuk ponsel, mainan, komputer, dan berbagai produk rumah tangga lainnya.
Dengan tarif setinggi ini, biaya impor produk-produk tersebut akan melonjak drastis, berdampak besar bagi distributor, pengecer, dan konsumen di Amerika.
Gedung Putih juga menegaskan bahwa angka 145% hanyalah batas bawah, bukan batas atas. Artinya, tarif tersebut dapat bertambah seiring dengan berlakunya kebijakan tarif lain yang sebelumnya telah diterapkan oleh Trump, seperti 25% untuk baja, aluminium, mobil, dan suku cadangnya; tarif hingga 25% atas produk-produk tertentu yang diberlakukan pada masa jabatan pertama; serta tarif dengan besaran bervariasi atas produk-produk tertentu yang dianggap melanggar aturan perdagangan AS
Kebijakan ini menciptakan lapisan tarif yang menumpuk dan memperumit perhitungan biaya impor bagi pelaku usaha. Perubahan yang cepat dalam struktur tarif ini telah menimbulkan kebingungan besar di kalangan importir, baik skala besar seperti ritel nasional, maupun usaha kecil yang sangat tergantung pada produk buatan China.
Adapun perbedaan antara tarif 125% dan 145% bisa berarti ribuan dolar untuk satu kontainer produk.
Meskipun kebijakan ini telah diumumkan, pemerintahan Trump memberikan pengecualian sementara untuk barang-barang yang sudah dalam perjalanan menuju AS. Artinya, barang yang dikirim melalui udara akan mulai dikenakan tarif dalam beberapa hari ke depan, sedangkan barang yang dikirim lewat laut akan terkena tarif tersebut saat tiba beberapa minggu kemudian.
Hal ini memberikan ruang bernapas yang sangat singkat bagi para importir untuk menyesuaikan strategi logistik mereka. Namun banyak di antara mereka yang menyatakan bahwa waktu tersebut tidak cukup untuk mencari alternatif.
RI Kena Imbas Soal Tarif
Ketegangan perang dagang antara China dan AS berpengaruh pada pasar keuangan domestik. Hal ini terlihat dari besarnya dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia beberapa waktu terakhir dan investor cenderung mengalokasikan dananya ke tempat yang lebih aman atau safe have asset.
Usai lebaran, asing terus mencatat net sell, paling besar pada hari pertama pasar dibuka setelah libur 11 hari, tepatnya pada Selalu lalu, asing keluar sampai Rp3,87 triliun.
Dua hari berikutnya, asing masih terus mencatat jual bersih di seluruh pasar saham.
Jika diakumulasi sejak awal tahun asing masih terus melego saham RI mencapai Rp35,64 triliun.
Selain itu, potensi ekspor Indonesia ke China berpotensi mengalami penurunan karena permintaan yang juga turut menurun.
Untuk diketahui, data dari Kementerian Perdagangan untuk ekspor nonmigas Indonesia ke China relatif cukup tinggi dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2022, 2023, dan 2024, ekspor nonmigas Indonesia ke China masing-masing lebih dari US$60 miliar.
Namun apabila impor barang dari China ke AS dikenakan tarif yang tinggi, maka hal ini akan berdampak pada penurunan permintaan barang dari China dan barang mentah dari Indonesia pun menjadi tidak laku.
Kondisi perekonomian AS dan China berpotensi mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ketika hal ini terjadi, maka kemampuan negara-negara tersebut dalam memberikan Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia akan semakin kecil.
Terakhir data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2024 menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dari China ke Indonesia sebesar US$8,1 miliar atau sekitar Rp136 triliun.
Jika dilihat lebih jauh, jumlah PMA China ke Indonesia cenderung terus mengalami kenaikan tahun demi tahun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)