Peringatan Buat Prabowo! PMI Manufaktur RI Ambles 5 Bulan-PHK Intai RI

2 days ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia- Aktivitas manufaktur Indonesia belum juga bangkit dan kembali mengalami kontraksi pada November 2024. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur RI menjadi lima bulan beruntun.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/12/2024) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,6 pada November 2024. Angka ini lebih baik sedikit dibandingkan Oktober 2024 (49.2).

Namun, data tersebut juga menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama lima bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2), dan November 2024 (49,6).

Kontraksi lima bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.

Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama lima bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.

Kontraksi PMI Manufaktur selama lima bulan beruntun pada Juli-November 2024 juga menjadi berita buruk bagi Presiden Prabowo Subianto yang memimpin Indonesia sejak Oktober. Artinya, selama memimpin Indonesia, PMI masih terkontraksi.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P menjelaskan terkoreksinya PMI Indonesia karena terus melemahnya pesanan baru turun untuk bulan kelima berturut-turut, sementara lapangan kerja juga menurun.

Kabar baiknya, ada peningkatan produksi untuk pertama kalinya dalam lima bulan, dan persediaan barang bertambah seiring dengan ekspektasi pertumbuhan pada tahun depan.

Kepercayaan terhadap prospek ekonomi juga meningkat ke tingkat tertinggi dalam sembilan bulan terakhir.

PHK Masih Mengancam

Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, menggambarkan dua hal yang bertolak belakang.
Di satu sisi, kenaikan output sangat disambut baik, karena perusahaan meningkatkan produksi untuk menambah inventaris dan menyelesaikan pekerjaan yang tertunda menjelang diperkirakan adanya peningkatan penjualan dan permintaan pada tahun depan.

"Tapi yang kurang positif adalah kinerja penjualan yang terus melemah, yang turun untuk kelima bulan berturut-turut pada November. Hal ini menyebabkan perusahaan tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan jumlah pekerja," tutur Paul Smith, dikutip dari website resmi S&P.

Dia menambahkan perusahaan memilih untuk tidak mengganti karyawan yang keluar di pabrik mereka atau, dalam beberapa kasus, melakukan pemutusan hubungan kerja.
"Pada akhirnya, permintaan adalah kunci bagi manufaktur di masa depan. Tanpa peningkatan penjualan, kinerja sektor ini tetap lesu untuk jangka waktu yang tidak dapat diperkirakan meskipun ada optimisme dari perusahaan," imbuhnya.

Menurut S&P output perusahaan memang meningkat tetapi pesanan baru menurun. Perusahaan menggunakan produksi yang berlebih untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang tertunda dan menambah inventaris gudang.

Tunggakan pekerjaan kini menurun selama enam bulan berturut-turut.

Persediaan barang jadi juga meningkat dengan laju yang lebih cepat. Kondisi ini bisa mempersiapkan penjualan yang lebih tinggi di bulan-bulan mendatang.

"Kepercayaan terhadap prospek ekonomi memang menguat, naik ke level tertinggi sejak Februari 2024. Perusahaan berharap akan ada peningkatan permintaan dan pesanan baru selama tahun depan, yang seharusnya mendongkrak produksi," tulis S&P

Aktivitas pembelian juga meningkat selama November, meningkat untuk pertama kalinya dalam lima bulan. Tingkat pertumbuhannya solid karena perusahaan berusaha mendukung output saat ini yang lebih tinggi dan membangun persediaan input sesuai dengan proyeksi positif untuk pertumbuhan. Perusahaan juga melaporkan bahwa pengiriman input sedikit lebih cepat selama Oktober.

Namun, yang perlu dicatat adalah adanua penurunan volume pekerjaan untuk kedua bulan berturut-turut. Kontraksi volume pekerjaan pada November bahkan merupakan yang terbesar yang tercatat dalam survei lebih dari tiga tahun terakhir.

Terakhir, inflasi harga input sedikit meningkat pada November, meskipun tetap di bawah rata-rata survei. Kenaikan ini dipicu meningkatnya harga bahan baku secara umum, dengan bahan pangan menjadi salah satu item spesifik yang disebutkan oleh panel yang mengalami kenaikan biaya.

Faktor nilai tukar juga berperan dalam menaikkan harga barang impor. Perusahaan berusaha untuk meneruskan biaya input yang lebih tinggi kepada klien dengan menaikkan harga pabrik. Namun, laju inflasi tetap moderat secara keseluruhan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research