Swasembada Pangan Jadi Harga Mati, 100.000 Hektar Sawah Bakal Dibuka

1 week ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Swasembada dan ketahanan pangan menjadi fokus pemerintahan Prabowo Subianto.

Sebagai informasi, Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto telah menyampaikan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada pangan. Bagi Prabowo, pangan sangat fundamental bagi suatu negara karena menentukan hajat hidup orang banyak dan sangat krusial dalam menjaga stabilitas sebuah negara.

Misalnya usai Covid-19 menyerang dunia, banyak negara produsen beras menghentikan ekspor untuk mengamankan stok pangan mereka. Akibatnya, banyak negara yang kelimpungan karena tak bisa impor.
Pengalaman pahit tersebut menyadarkan Indonesia untuk berswasembada pangan. Jangan lagi pangan bergantung dari negara lain.

Untuk itu, program swasembada pangan 2025 ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang ada serta memperluas cakupan sawah untuk mendukung target swasembada pangan di tahun 2025.

Menko Pangan Buka Suara

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengungkapkan ada dua fokus utama yang akan dilakukan pemerintah untuk menapai swasembada pangan yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto terwujud di tahun 2027, yakni optimalisasi irigasi, pupuk, dan aturan, serta pembukaan lahan baru.

"Nggak ada pilihan, kita harus buka lahan baru. Masa depan kita sekarang dan yang akan datang itu Papua dan Kalimantan. Tapi kita baru bikin ibu kota sudah ramai. Papua itu ada Merauke, luas kali, lebih luas dari Pulau Jawa. Kita coba di sana sawah 100.000 hektar, kalau bagus terealisasi, kita kembangkan sampai 1 juta hektar. Tebu kita kembangkan 600.000 hektar, sekarang sudah ada 20-an ribu hektar ditanam sekarang, kalau sukses yang 600.000 ini mengikuti model sudah ada," papar Zukifli dalam Sarasehan 100 Ekonom, Rabu (3/12/2024).

Sebagai informasi, luas lahan pertanian sawah cenderung terus mengalami penurunan tahun demi tahun.

Pada 2015, luas lahan pertanian sawah sebesar 8,09 juta hektar dan pada 2019 menyusut menjadi 7,46 juta hektar. Hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang terjadi terus-menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.

Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.

Faktor dominan penyebab alih fungsi lahan sangat komplek dan dinamis, serta bervariasi antar ruang dan waktu. Berdasarkan Kementerian Pertanian (Kementan) setidaknya ada tiga faktor penyebab maraknya alih fungsi lahan.

Lahan Pertanian Sawah Akan Bertambah 100.000 Hektar

Zulkifli akan coba membuka lahan baru di Papua (Merauke) sebesar 100.000 hektar dan jika hasilnya bagus, maka ia akan terus mengembangkan hingga satu juga hektar.

Jika satu juta hektar lahan baru dapat dibuka, maka terjadi kenaikan sebesar 13,4% jika dibandingkan dengan data 2019.

Tidak sampai disitu, ia pun mengatakan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) perlu fokus untuk melakukan inovasi pada bibit unggul dalam mendukung pencapaian target swasembada pangan.

Begitu pula dengan persoalan pupuk. Zulkifli juga menyampaikan agar pupuk yang disubsidi pemerintah dapat dengan mudah terdistribusi kepada masyarakat, mengingat kendala saat ini adalah distribusinya masih sangat rumit.

Zulhas juga menyinggung masalah irigasi yang tidak mampu mendukung produksi pangan. "Jadi padahal banyak pakar tapi menuju swasembada itu ruwet," terang Zulhas.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research