Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (19-20 November 2024). Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) apakah BI akan memangkas suku bunganya atau kembali menahan suku bunganya.
BI rate terakhir kali diturunkan sebesar 25 basis poin (bps) pada September 2024 dan selanjutnya ditahan pada Oktober 2024 di level 6%.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 16 lembaga/institusi mayoritas memproyeksikan bahwa BI akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,75%. Sedangkan tujuh institusi memproyeksi bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%.
Sebelumnya pada Oktober 2024, BI memutuskan untuk menahan suku bunganya di level 6% setelah bulan sebelumnya memutuskan untuk menurunkan suku bunganya sebesar 25 bps. BI juga memutuskan suku bunga Deposit Facility berada di level 5,25% dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Pada saat itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan keputusan tersebut konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5% pada 2024 dan 2025.
Ia juga menegaskan bahwa fokus kebijakan moneter jangka pendek ini pada stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Namun kondisi yang terjadi saat ini cukup menunjukkan perbedaan pandangan yang jelas atau dengan kata lain, pasar terbelah menjadi dua, sebagian berekspektasi terjadi pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Sedangkan sisanya berekspektasi tidak terjadi pemangkasan suku bunga.
Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen, Agus Basuki Yanuar mengatakan bahwa BI diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunganya pada November ini.
Ia menegaskan terdapat dua faktor yang menjadi alasan, yakni rupiah yang terus melemah dan pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang mengatakan penurunan lanjutan Fed Rate tidak perlu terburu-buru.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah tampak mengalami depresiasi dari Rp15.690/US$ pada akhir Oktober 2024 menjadi Rp15.845/US$ pada 18 November 2024 atau melemah hampir 1%.
Head of Equity Research Bahana Sekuritas ,Putera Satria Sambijantoro juga menyampaikan pandangannya bahwa BI masih akan menahan suku bunganya di tengah penguatan dolar yang baru-baru ini terjadi.
Ia juga mengatakan bahwa periode Desember merupakan waktu yang secara musiman lemah untuk dolar. DXY selalu melemah di bulan Desember selama 7 tahun terakhir sejak 2017, dengan penurunan rata-rata m-m sebesar 1,3%.
Senada dengan Agus, Head of Macro and Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina memproyeksi BI dalam Rapat Dewan Gubernur BI (RGD BI) November masih akan menahan suku bunga acuan di level 6,00% seiring dengan kondisi volatilitas pasar keuangan yang masih tinggi dan posisi rupiah yang masih tertekan.
Dian melihat ada peluang penurunan BI Rate di akhir tahun seiring dengan adanya potensi The Fed menurunkan level Fed Funds Rate (FFR). Namun arah kebijakan The Fed masih sangat tergantung arah perkembangan data ekonomi AS terkait inflasi, data tenaga kerja hingga outlook ekonomi Donald Trump.
Sementara itu, sekitar 50% pelaku pasar berekspektasi bahwa BI akan menurunkan suku bunganya dengan pertimbangan untuk mendorong roda perekonomian Indonesia dan The Fed yang telah duluan memangkas suku bunganya pada awal November silam.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri Permana mengatakan BI cenderung akan memangkas suku bunganya sebesar 25 bps karena BI perlu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan cost of fund.
Begitu pula dengan HeadofTreasury& Financial InstitutionBank Mega, Ralph Birger Poetiray yang memperkirakan BI akan menurunkan suku bunganya agar tidak kehilangan momentum dengan The Fed yang sudah menurunkan 75 bps dalam 2 pertemuan terakhir.
Ia pun meyakini bahwa dengan memangkas suku bunga acuan, maka bisa memancing inflow masuk terutama ke Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar modal yang berujung pada penguatan rupiah.
"Apabila BI bisa forward looking, dalam kebijakan kali ini saya lihat dapat membantu pasar dalam menghadapi tantangan ke depan terutama memasuki tahun 2025 dengan kebijakan-kebijakan yang mungkin akan penuh dengan volatilitas dari pemerintahan baru Amerika Serikat," kata Birger.
BI Rate Masih Bisa Turun?
BI memastikan ruang penurunan suku bunga acuan BI Rate masih terbuka ke depan.
Perry menjelaskan, kepastian penurunan ruang suku bunga acuan BI ini akan mempertimbangkan data inflasi, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan pertumbuhan ekonomi RI.
Khusus untuk inflasi, ia mengatakan, sebetulnya per September 2024 tetap terkendali di kisaran target BI 2,5% plus minus 1%. Inflasi IHK tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 1,84% (yoy) pada September 2024.
"Bank Indonesia terus berkomitmen memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga inflasi tahun 2024 dan 2025 terkendali dalam sasaran 2,5±1%, dengan tetap mendukung upaya penguatan pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Sementara itu, dari sisi nilai tukar rupiah, ia tekankan, saat ini masih melemah terhadap dolar AS. Nilai tukar Rupiah pada Oktober 2024 (hingga 15 Oktober 2024) melemah sebesar 2,82% (ptp) dari bulan sebelumnya.
"Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah," tuturnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)