Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan tengah menjadi sorotan masyarakat. Kenaikan PPN tidak hanya akan menambah beban masyarakat tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tarif PPN tertinggi di dunia.
Dengan tarif PPN saat ini yang 11%, Indonesia sudah masuk dalam salah satu negara dengan tarif PPN tertinggi di antara kelompok G-20 atau yang mereka masuk Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia. Padahal, dari sisi PDB per kapita, Indonesia jauh di bawah negara G-20 seperti Korea Selatan dan Australia.
Semakin besar PDB per kapita menunjukkan semakin makmur masyarakatnya.
Sebagai perbandingan, tarif PPN di Korea Selatan dan Australia tercatat 10%. PDB per kapita Korea Selatan mencapai US$ 33.121 per tahun, PDB per kapita Australia mencapai US$ 64.712 per tahun dan PDB per kapita Indonesia hanya US$4.919,7 per tahun.
Indonesia juga bukan Korea atau Australia yang sudah masuk negara maju dan berpendapatan tinggi atau di atas US$ 14.005.
Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (PwC), Indonesia masuk dalam urutan ke-13 dalam negara G20 dengan PPN tertinggi.
Dan jika PPN RI akan naik menjadi 12%, maka hanya selisih 1% dengan China.
Kebijakan PPN 12% telah tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11% pada 1 April 2022 dan 12% pada 1 Januari 2025.
Terdapat sejumlah alasan mengapa pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 12% pada 2025.
Pertama untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama usai pandemi Covid-19 yang memperburuk kondisi fiskal dan kenaikan PPN ini sebagai upaya memperbaiki anggaran pemerintah.
Kedua, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dengan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah berupaya untuk mengurangi penggunaan utang untuk membantu menurunkan beban pembayaran utang dan menjaga perekonomian negara menjadi lebih stabil.
Ketiga, untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Keempat, penyesuaian dengan standar internasional. Diketahui, saat ini tarif PPN Indonesia yang berada di angka 11% yang kemudian akan naik mencapai 12%, masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya.
Tarif PPN RI Tertinggi di Dunia?
Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa rata-rata PPN seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), memiliki tarif PPN sebesar 15%.
Di ASEAN, jika tarif PPN 12% diterapkan, maka Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN, bersanding dengan Filipina.
Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (PwC), Indonesia sebenarnya sudah masuk jajaran negara dengan PPN atau value-added tax (VAT) tertinggi di wilayah ASEAN periode 2023-2024.
Saat ini, tarif PPN Indonesia mencapai 11% sejak 1 April 2022, yang dimana sebelumnya sebesar 10%. Dengan besaran ini, Indonesia berada di posisi kedua. Posisi pertama ada Filipina dengan 12%
Daftar Negara dengan Tarif PPN Tertinggi & Terendah di Dunia
Berdasarkan data PwC, negara Hongaria menjadi negara dengan PPN terbesar dengan tarif 27%, dan Myanmar menjadi negara tanpa tarif PPN karena pajak tidak langsung di Myanmar adalah pajak komersial, dengan tarif umum 5%. Sejumlah negara bahkan tidak memungut PPN seperti Amerika Serikat.
Berikut daftar tarif PPN di seluruh dunia menurut abjad negara, termasuk yang paling tinggi dan terendah
Mengenal Apa Itu PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang ataupun jasa kena pajak dengan tarif PPN terbaru saat ini sebesar 11% dan naik menjadi 12% pada 2025 sesuai UU HPP.
Sederhananya, ini adalah pajak yang ditambahkan dan dipungut atas suatu transaksi. Pajak tersebut langsung dibayar konsumen secara langsung.
Dalam praktiknya, pihak penjual yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus membuat faktur pajak elektronik sebagai bukti pemungutan PPN dan melaporkannya setiap bulan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Namun, pihak yang membayar pajak ini adalah pihak pembeli.
Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
• Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
• Impor Barang Kena Pajak
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
• Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
• Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Barang Dikecualikan dari PPN
Sebagaimana diketahui, UU HPP tidak mengatur secara rinci barang dan jasa yang bebas PPN. Rincian barang justru di atur dalam PMK No.116/PMK.010/2017.
Berikut ini rincian barang kebutuhan pokok yang masuk dalam barang tidak kena PPN
1. Beras dan Gabah. Kategori yang masuk ialah yang berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling seluruhnya, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
2. Kategori yang masuk ialah yang telah dikupas ataupun belum, termasuk pecah, menir, pipilan, tidak termasuk bibit.
Kategori sagu tidak kena PPN ialah empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
3. Kriteria kedelai yang utuh dan pecah, selain benih serta berkulit.
4. Garam konsumsi. Dengan kriteria garam beryodium ataupun tidak, termasuk juga garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi/kebutuhan pokok.
5. Dapat berupa daging segar dari hewan ternak dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
6. Dengan kategori telur tidak diolah, telur diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
7. Kriteria susu sebagai barang tidak kena PPN ialah susu perah yang telah melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
8. Buah-buahan. Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, degrading, selain dikeringkan.
9. Sayur-sayuran. Kategori ini adalah sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, atau dicacah.
10. Ubi-ubian. Kategori ubi segar, baik melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, ataupun degrading.
11. Bumbu-bumbuan. Kategori bumbu-bumbuan segar, dikeringkan dan tidak dihancurkan atau ditumbuk.
12. Gula konsumsi. Tidak dikenakan PPN dengan kriteria gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa.
Lebih lanjut, mengenai barang dan jasa yang tidak terkena PPN disebutkan dalam Pasal 4A dan 16B UU HPP, dijabarkan sebagai berikut:
1. Makanan dan minuman yang tersaji di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau tidak, makanan dan minuman yang diserahkan pada usaha catering atau jasa boga, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
2. Uang, emas Batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.
Kemudian dalam Pasal 4A ayat 3, turut dijelaskan jenis jasa yang tak terkena Pajak Pertambahan Nilai. Kelompok jasa tersebut ialah sebagai berikut:
1. Jasa keagamaan
2. Jasa perhotelan, yaitu jasa penyewaan kamar atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
3. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi jenis jasa yang dilakukan pekerja seni dan hiburan yang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
4. Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
5. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
6. Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
CNBC Indonesia Research
(saw/saw)