Rupiah Ambruk, Dolar Dekati Rp 16.000: BI Jadi Mati Langkah

9 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunganya untuk dua bulan beruntun pada pertemuan November 2024 di tengah pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi.

Nilai mata tukar rupiah ambruk 0,53% pada hari ini, Kamis (21/11/2024) pukul 09.38 WIB ke posisi Rp 15.945/US$1. Kondisi ini semakin memperburuk mata uang Garuda yang juga melemah 0,22% pada perdagangan Rabu kemarin. Posisi rupiah saat ini adalah yang terendah sejak 12 Agustus 2024 atau lebih dari tiga bulan terakhir.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan bahwa keputusan BI untuk menahan suku bunganya di level 6% adalah keputusan yang konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk tetap menjaga terkendalinya inflasi dalam sasaran yang ditetapkan pemerintah 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025 serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Selain itu, Perry menyatakan fokus kebijakan moneter untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.

"Ke depan BI akan terus perhatikan pergerakan NTR (Nilai Tukar Rupiah) dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lebih lanjut," tutur BI dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (20/11/2024).

Perry juga menegaskan bahwa inflasi AS diperkirakan akan turun lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya, yang berarti bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan menunda pemangkasan suku bunga dalam periode yang lebih lama.

Sebagai informasi, data Indeks Harga Konsumen AS periode Oktober 2024 mengalami kenaikan 0,2 poin persentase yakni dari 2,4% year on year/yoy menjadi 2,6%. Di saat yang bersamaan, survei CME FedWatch Tool menunjukkan ekspektasi pelaku pasar untuk The Fed memangkas suku bunganya di bulan menjadi hanya 55,7%. Sedangkan sisanya, pelaku pasar memperkirakan bahwa The Fed akan menahan suku bunganya di angka 4,50-4,75%.

Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang mengatakan bahwa ketika probabilitas pemangkasan suku bunga berada di bawah ambang batas ini (60%), maka The Fed cenderung tidak mengambil tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa BI mungkin memiliki lebih sedikit kondisi eksternal yang dapat membenarkan pelonggaran lebih lanjut. Akibatnya, potensi pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari yang diharapkan pada 2025 meningkat, yang dapat menekan prospek pertumbuhan.

Dalam konteks ini, pemangkasan suku bunga yang tepat waktu di masa depan oleh Bank Indonesia akan menjadi hal yang penting untuk mengelola tantangan ini, mendukung ekspansi ekonomi, dan mengembalikan kepercayaan konsumen.

Sementara Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menegaskan bahwa dibutuhkan penurunan yang luar biasa pada indeks dolar AS (DXY) dan imbal hasil Treasury AS agar BI dapat melanjutkan siklus pelonggaran suku bunganya.

"Meskipun dolar melemah sesuai dengan musimnya (selama 7 tahun terakhir, DXY rata-rata turun 1,5% pada bulan Desember), USDIDR mungkin hanya diperdagangkan pada kisaran 15.500-15.600 per dolar pada akhir tahun. Awalnya, kami memprediksi bahwa BI hanya akan memangkas suku bunga jika USDIDR dan imbal hasil Treasury AS 10 tahun turun di bawah 15.200 dan 3,7%, masing-masing," ujar Satria.

Untuk diketahui, dilansir dari Refinitiv, rupiah tampak berada di angka Rp15.860/US$ pada 20 November 2024. Posisi ini telah terdepresiasi sebesar 1,08% secara bulanan dan melemah 3,02% secara year to date/ytd.

Satria pun menuturkan bahwa dengan menguatnya dolar dan ekonomi AS yang tetap berada dalam skenario "no landing", maka kemungkinan BI tidak akan memangkas suku bunga tahun ini.

"Asumsi suku bunga BI kami adalah 5,5% pada FY25, dengan pemangkasan 25 bps pada masing-masing semester pertama dan kedua tahun 2025, dengan asumsi terjadi penurunan teknis pada indeks dolar di awal tahun depan," tutup Satria.

BI Tak Tinggal Diam

Dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI melakukan penguatan strategi operasi moneter. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pihaknya akan promarket untuk menarik aliran modal asing.

"Penguatan strategi operasi moneter promarket untuk tarik berlanjutnya aliran portofolio asing untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan moneter dengan mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI)," terang Perry.

"Kita memperkuat strategi transaksi term repo dan swap valas yang kompetitif dan memperkuat peran primary dealer untuk memperkuat transaksi SBN dan Repo di pasar sekunder serta antar pelaku pasar," tambahnya.

Sebagai informasi, selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 14 November 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp30,88 triliun di pasar saham, Rp37,29 triliun di pasar SBN dan Rp192,98 triliun di SRBI.

Sedangkan pada semester-II 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp30,54 triliun di pasar saham, Rp71,24 triliun di pasar SBN dan Rp62,63 triliun di SRBI.

CNBCINDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research