Jakarta, CNBC Indonesia - Kado istimewa diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto. Hal ini tercermin dari besarnya surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan menipisnya defisit transaksi berjalan.
Pada hari ini (21/11/2024), Bank Indonesia (BI) telah merilis data transaksi berjalan dan NPI kuartal III-2024. Tercatat transaksi berjalan defisit sebesar US$2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III-2024. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar US$3,2 miliar atau 0,9% dari PDB pada kuartal II-2024.
Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.
Sebagai informasi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah total ekspor pada kuartal III-2024 sebesar US$67,88 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal II-2024 dan kuartal I-2024 yakni masing-masing sebesar US$62,79 miliar dan US$62,3 miliar.
Tidak sampai disitu, data NPI juga menunjukkan surplus yang sangat besar ditopang oleh transaksi finansial, baik investasi langsung dan investasi portofolio.
NPI Indonesia pada kuartal III-2024 tercatat surplus sebesar US$5,9 miliar, dari sebelumnya defisit sebesar US$0,6 miliar pada kuartal II-2024.
Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus sebesar US$6,6 miliar pada kuartal III-2024, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar US$3 miliar pada kuartal sebelumnya.
Jika dilihat lebih rinci, kenaikan ini terjadi bersamaan dengan melonjaknya angka investasi langsung (direct investment) dan investasi portofolio yang masing-masing sebesar US$5,2 miliar dan US$9,6 miliar.
Kado dari Jokowi Bakal Awet?
Pada kuartal III-2024, jumlah ekspor dan neraca perdagangan dalam kondisi yang cukup baik dan arus dana asing pun tampak deras masuk ke pasar keuangan Indonesia. Namun, kinerja ini tampak akan cukup sulit kembali terjadi pada kuartal IV-2024, mengingat harga komoditas batu bara yang cenderung melandai sejak awal Oktober meskipun harga crude palm oil/CPO melonjak tinggi.
Kendati di awal kuartal IV-2024 harga komoditas batu bara mengalami penurunan, namun kebutuhan batu bara sebagai sumber energi yang murah baik di Indonesia maupun global tetap masih cukup tinggi.
Dilansir dari APBI-ICMA, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo), Anggawira menyatakan di tahun ini permintaan batubara dari luar negeri cenderung menurun karena musim dingin tidak terlalu dingin.
"Namun dari sisi RKAB memang kita naik karena pemakaian domestik cenderung ada kenaikan," kata Anggawira.
Menurut dia, konsumsi batu bara sangat dinamis karena menyangkut berbagai situasi geopolitk. Tetapi dia memperkirakan ekonomi akan membaik di tahun ini sehingga konsumsi dan harga batubara akan sedikit tumbuh.
Lebih lanjut, menjelang akhir tahun, diharapkan permintaan batu bara dari China dan India dapat menaikkan ekspor batu bara Indonesia.
Sementara itu, dari sisi investasi portofolio, cenderung cukup sulit untuk RI menarik investor asing, khususnya setelah Donald Trump menang dalam pemilu AS melawan Kamala Harris.
Salah satu alasan outflow dari pasar negara berkembang seperti Indonesia adalah akan dampak dari tarif yang lebih tinggi yang dijanjikan Trump untuk diterapkan. Presiden terpilih ini mengancam akan memberlakukan tarif 60% atau lebih untuk barang-barang dari China dan tarif universal sebesar 10%-20% untuk impor dari negara lain, meskipun rinciannya masih belum jelas.
Ekonomi dan mata uang negara-negara Asia, tak hanya di China, dianggap sangat rentan terhadap tarif AS yang lebih tinggi karena ketergantungan besar kawasan ini terhadap perdagangan dengan ekonomi terbesar di dunia.
Jika hal ini benar dilakukan oleh Trump, maka barang-barang AS akan dapat bersaing dengan barang-barang dari negara berkembang. Alhasil barang-barang AS akan lebih laku dan roda perekonomian AS dapat melaju.
Ketika perekonomian AS semakin membaik, maka investor akan lebih senang berinvestasi di AS.
Untuk diketahui, data dari BI menunjukkan arus dana asing terpantau keluar dari pasar keuangan domestik selama enam pekan beruntun. Net foreign sell telah terjadi selama enam pekan beruntun atau sejak pekan kedua Oktober 2024 dengan total jual neto lebih dari Rp30 triliun.
Jika hal ini terus-menerus terjadi, maka NPI Indonesia pada kuartal depan akan tertekan dan sulit untuk kembali berada di surplus yang begitu besar.
CNBCINDONESIA RESEARCH
(rev)