Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia semakin pesimis melihat masa depan ekonomi serta ketersediaan lapangan kerja di bulan-bulan mendatang. Hal ini semakin mempertegas bahwa kondisi Tanah Air sedang tidak baik-baik saja.
Konsumsi dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan hal yang kurang baik. Pada hari ini, Senin (11/11/2024), BI telah merilis laporan survei konsumen yang menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) mengalami penurunan yakni menjadi 121,1 pada Oktober 2024 atau terendah sejak Desember 2022 (hampir dua tahun terakhir).
Kendati menurun, IKK Oktober ini tergolong masih di atas 100 yang menunjukkan area optimis.
Selain konsumsi masyarakat yang memburuk, Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja untuk enam bulan ke depan juga mengalami penurunan menjadi 129,5 atau terendah sejak Desember 2022. Artinya, masyarakat belum melihat ada perbaikan lapangan kerja hingga April ke depan atau pasca Lebaran 2025.
Sebagai catatan, Lebaran Idul Fitri pada tahun depan jatuh pada akhir Maret 2025. Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja terendah jatuh pada kelompok pendidikan akademi. Pada survei Oktober 2024, indeks pada kelompok akademi jatuh ke level terendah sejak Desember 2022 atau hampir dua tahun terakhir.
Indeks ini terpantau sangat rendah diikuti dengan berbagai indikator lain yang menunjukkan lemahnya kondisi tenaga kerja dan perusahaan khususnya manufaktur yang terus-menerus menurun.
Berikut ini beberapa hal yang mengindikasikan lemahnya tenaga kerja dan industri manufaktur.
Jumlah PHK Terus Bertambah
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah PHK sejak Januari-Oktober 2024 sebanyak 59.796 pekerja.
"Hingga Oktober 2024 terdapat 59.796 orang pekerja yang terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 orang pekerja dalam tiga bulan terakhir," ucap Yassierli dalam Rapat Koordinasi (Rakor), di Jakarta, Kamis (31/10/2024) dalam keterangan resmi diterima CNBC Indonesia.
Jika dibandingkan dengan Januari-Oktober 2023, jumlah akumulasi PHK tercatat sebesar 45.576. Sedangkan Januari-Oktober 2024 tercatat sebesar 59.796 atau naik 31,2%.
PHK terbanyak terjadi di DKI Jakarta dengan 14.501 orang, diikuti Jawa Tengah 11.252 orang, dan Provinsi Banten mencapai 10.254 orang.
PMI Manufaktur Kontraksi 4 Bulan
S&P Global melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat 49,2 pada Oktober 2024. Kondisi ini menunjukkan PMI kembali terkontraksi karena di bawah angka 50. PMI Manufaktur Indonesia sudah kontraksi selama empat bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).
Sebagai informasi, PMI Manufaktur merupakan indikator ekonomi berbasis survei yang dirancang untuk memberikan wawasan yang tepat waktu mengenai perubahan kondisi bisnis di sektor barang. Namun, definisi 'Manufacturing PMI' dapat menggambarkan survei secara umum maupun secara spesifik sebagai indikator utama dari survei tersebut. Indikator utama ini merupakan rata-rata tertimbang dari indeks difusi yang dihasilkan oleh lima pertanyaan dalam survei.
Lima indikator utama dalam survei ini yakni pesanan baru (30%), produksi (25%), penyerapan tenaga kerja (20%), waktu pengiriman dari pemasok (15%), dan inventaris pembelian barang (10%).
Maka dari itu, ketika PMI Manufaktur mengalami kontraksi, artinya secara sederhana, kondisi lima indikator utama tersebut sedang tidak baik-baik saja.
Salah satu yang utama dan membuat PMI Manufaktur masih mengalami kontraksi adalah tingkat konsumsi di dalam negeri yang lemah.
S&P menjelaskan manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dan tidak berubah angkanya karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan lapangan pekerjaan. Kondisi ini mencerminkan lesunya pasar manufaktur serta tenaga kerja.
Puluhan Pabrik Tekstil Tutup
Sudah puluhan perusahaan yang bergerak di industri tekstil mengalami pailit. Hal ini menjadi alarm mengingat industri tekstil mempekerjakan banyak tenaga kerja (labor intensive) sehingga semakin banyak perusahaan yang pailit maka akan semakin banyak tenaga kerja yang terkena PHK dan semakin menunjukkan bahwa ketersediaan lapangan usaha semakin berkurang.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, dalam 2 tahun terakhir, sudah banyak pabrik tutup.
Dia menyebut, ada 30 pabrik bergerak di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang sudah tutup.
"Terbaru ada BUMN, PT Primissima, yang baru tutup kemarin. Jadi sudah ada 30 pabrik tutup, berhenti produksi. Ada memang yang merelokasi sebagian pabriknya," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/11/2024).
"Masih banyak industri yang terdampak namun tidak melaporkan," kata Redma.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)