Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas masih ambruk di tengah lonjakan dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil US Terasury serta pernyataan baru bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Merujuk Refinitiv, harga emas ditutup di posisi US$ 2.566,19 per troy ons atau melemah 0,3%.
Pelemahan ini membawa emas ke level terendah sejak 6 November 2024. Emas juga kini sudah melemah selama lima hari beruntun dengan pelemahan mencapai 5,2%.
Harga emas belum juga kembali panas. Harga emas masih stagnan dan melemah sangat tipis 0,001% ke posisi US$ 2.566,16 per try ons pada perdagangan hari ini, Jumat (15/11/2024).
Dolar AS yang terus menguat masih menjadi faktor utama yang membebani harga emas.
Indeks dolar kembali terbang kemarin ke posisi 104,997 pada perdagangan kemarin, dari 106,867 pada perdagangan kemarin yang menjadi rekor tertinggi sejak November 2023 atau lebih dari setahun terakhir.
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun juga terbang ke 4,45% atau tertinggi sejak akhir Mei 2024.
Penguatan dolar AS dan imbal hasil US Treasury berdampak negatif ke emas. Pembelian emas dikonversi ke dolar sehingga kenaikan dolar AS membuat emas menjadi makin mahal untuk dibeli sehingga mengurangi pembelian.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
Kenaikan ini menyebabkan emas menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri, sehingga mengurangi daya tarik emas sebagai aset yang aman. Sementara itu, pasar terus mencermati potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan Desember 2024, dengan pasar memberikan probabilitas 60% untuk penurunan suku bunga sebesar 25 bps. Hal ini menjadi salah satu faktor yang bisa memicu pergerakan harga emas lebih lanjut.
Emas juga menghadapi ancaman baru perlambatan pemangkasan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Chahirman The Fed Jerome Powell, mengisyaratakan The Fed akan memperlambat pemangkasan suku bunga. Kondisi ini didasari bahwa pertumbuhan ekonomi AS yang kuat. The Fed bahkan mengatakan pertumbuhan ekonomi AS menjadi salah satu yang terbauk di dunia.
"Ekonomi tidak memberikan sinyal bahwa kita harus terburu-buru untuk menurunkan suku bunga," kata Powell dalam sambutannya kepada para pemimpin bisnis di Dallas, dikutip dari CNBC International.
Pernyataan Powell ini bisa mengubah skenario The Fed dalam memangkas suku bunga.
Dengan perlambatan pemangkasan maka ada risiko yang kini mengintai pasar keuangan global yakni ketidakpastian. Perlambatan juga akan membuat investor kembali berbondong-bondong ke AS.
Kondisi ini bisa memicu kembali melambungnya lagi indeks dolar dan imbal hasil US Treasury sehingga emas makin tertekan.
Namun, meskipun harga emas mengalami tekanan, beberapa analis berpendapat bahwa level harga saat ini bisa menjadi peluang bagi investor pemula untuk masuk ke pasar emas, terutama mengingat inflasi yang masih menunjukkan angka yang relatif tinggi.
Selain itu, dengan harga emas yang lebih rendah, banyak yang melihat ini sebagai kesempatan untuk melakukan akumulasi dalam jangka panjang. Meski demikian, sebagian besar ahli menyarankan agar alokasi emas dalam portofolio tidak lebih dari 10%, guna menjaga keseimbangan investasi. Menurut data SPDR Gold Trust, jumlah kepemilikan emas dalam bentuk ETF turun tipis 0,13%, menjadi 867,37 ton pada 14 November, mencerminkan sedikit penurunan minat investor terhadap aset ini.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)