Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lagi-lagi ambruk dan kini sudah menyentuh level 7100. Banyak tekanan yang dihadapai, mulai dari efek Trump, dolar AS perkasa, outflow deras, sampai rupiah melemah.
Pada akhir perdagangan sesi I, Jumat (15/11/2024) IHSG terpantau koreksi signifikan 1,08% ke posisi 7.136,78. Depresiasi ini jika berlangsung sampai akhir sesi akan menandai IHSG terperosok ke zona merah tiga hari beruntun.
Dalam basis mingguan, ini juga bisa menjadi pekan ke-empat berturut-turut IHSG selalu koreksi. Sementara dari level All Time High 7900 ke 7100, IHSG sudah terpukul nyaris 10% .
Barra Kukuh Mamia, Ekonom dari Bank Central Asia (BCA) menyebut bahwa koreksi terjadi karena masih lanjutan dari efek Trump.
"Saya rasa ini masih lanjutan Trump trade, market masih risk-off pada higher rate, sementara komoditas juga kurang bagus belakangan ini dan rupiah juga melemah" terangnya pada CNBC Indonesia, Jumat (15/11/2025).
Nafan Aji, Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas juga menuturkan terkoreksinya IHSG terjadi pasca kemenangan Trump ada tanda-tanda perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS).
"Market bereaksi ketika ekonomi AS ada tanda-tanda perbaikan di mana data PPI bertumbuh dan peluang suku bunga turun pada Desember terbuka lebar" ungakp Nafan pada CNBC Indonesia, Jumat (15/11/2024).
Nafan melanjutkan, meski begitu, bank sentral AS, The Federal Reserve masih tetap akan mendepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kebijakan moneter ke depan, sehingga dolar AS masih tetap kuat.
"The Fed tetap dalam prinsip kehati-harian dalam menjalan kebijakan monter-nya ke depa. Ini yang membaut market relatively mengalami koreksi karena outflow terjadi sementara data AS bagus, nilai tukar dolar AS kuat, membuat inflow terjadi di sana" lanjutnya.
Head of Equity Retail HP Sekuritas, Erwin Supandi juga sependapatan dengan sikap hati-hati the Fed dan menyoroti ada penurunan bobot Indonesia dalam MSCI membuat asing keluar.
Erwin menjelaskan, dalam pidato semalam, Chairman The Fed, Jerome Powell menyatakan akan memangkas suku bunga secara perlahan dan berhati-hati dalam beberapa bulan mendatang. Meskipun inflasi mendekati target 2% yang diinginkan oleh The Fed, Powell mengatakan bahwa angka tersebut belum tercapai.
"yang kedua ada efek penurunan bobot Indonesia di MSCI diduga menjadi salah satu penyebab keluarnya dana asing dari IDX" pungkasnya.
Ahmad Mikail, ekonom dari Sucor Sekuritas juga menyebutkan bahwa penurunan suku bunga AS pada bulan ini belum terlalu berdampak pada penurunan yield US Treasury.
"Pemotongan suku bunga the Fed belum terlalu berdampak pada penurunan yield US Tresury 10 tahun yang malah loncat ke 4,5%. Ini jadi pendorong capital outflow karena spreadnya jdai mengecil dengan yield SUN kita" terang Mikai pada CNBC Indonesia, Jumat (15/11/2024).
Menurut Mikail, The Fed tidak hanya harus menurunkan suku bunga tetapo juga harus melakukan Quantitave Easing (QE) di US Treasury.
"The Fed tidak hanya harus menurunkan suku bunga, tapi juga harus membeli UST di pasar. Yield UST setinggi ini kalau tidak segera turun bisa jadi backfire juga bagi ekonomi AS karena NPL bisa lompat" pungkas Mikail.
Meski begitu, Hosianna Situmorang dari Ekonom Bank Danamon menjelaskan koreksi IHSG merupakan hal yang sehat sebelum momentum window dressing.
"Koreksi IHSG dari saham seperti PANI dan BREN, untuk big bank juga koreksi tapi tipis. Sejauh ini, koreksinya sehat sebelum momen window dressing" ungkapnya pda CNBC Indonesia, Jumat (15/11/2024).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)