Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan hidup manusia di masa depan tak ada yang mengetahui. Begitulah yang dialami oleh kedua pangeran dari trah berbeda, yakni Kerajaan Thailand dan Kesultanan Yogyakarta.
Siapa sangka, dahulu keduanya hidup enak di istana. Berbagai keistimewaan bisa didapat. Namun, di tengah jalan, terjadi perubahan besar yang mengubah jalan hidup keduanya. Satu menjadi kuli, satu lagi menjadi tukang kebun.
Simak kisahnya!
Suryomentaram, Kabur dari Istana & Jadi Kuli di Jawa
Suryomentaram adalah anak ke-55 dari Sultan Hamengkubuwana VII (1839-1921). Praktis, Suryomentara hidup berkecukupan. Dia tak pernah merasa kesulitan uang. Meski begitu, dia melihat ada yang ganjil atas kehidupannya. Ternyata, selama ini dia dan bangsawan sering foya-foya.
Sedangkan di luar sana masyarakat banyak yang miskin. Para petani hidupnya sengsara. Mereka kerja keras, tapi tak merasakan hasil kerjanya. Pada titik ini, jiwanya bergejolak.
Sebagaimana diuraikan dalam Ilmu Bahagia Ki Ageng Suryomentaram (2020), Suryomentaram ingin melepaskan diri dari kehidupan istana dan beralih jadi rakyat biasa. Dia pun bermeditasi. Hasilnya membuatnya makin mantap melepaskan titel ningrat secepat mungkin.
Sayang, permintaan untuk keluar istana ditolak sang ayah. Namun, dia tak habis akal. Beberapa waktu kemudian dia kabur dari istana tanpa perbekalan. Dia pergi melepaskan simbol kerajaan dan mengubah identitasnya menjadi pemuda bernama Natadangsa. Dengan identitas baru, dia bekerja sebagai kuli sumur di desa terpencil Yogyakarta.
Untuk mencukupi hidup, dia juga bekerja sebagai pedagang batik dan petani di daerah Cilacap. Semua itu dilakukan secara senyap, tanpa orang tahu Natadangsa sebenarnya anak Sultan Yogyakarta. Hingga akhirnya, akal bulus itu terbongkar oleh orang suruhan Hamengkubuwana VII yang mencari Suryomentaram.
Saat terbongkar, dia kembali lagi ke keraton. Namun, lagi-lagi dia tidak betah. Terlebih, dia harus menelan fakta pahit bahwa ayah dan ibunya bercerai. Sikap sederhana yang dimunculkannya juga menuai cemooh dari keluarga kerajaan lain. Dia dianggap gila oleh para pangeran hanya karena memakan pecel bersama rakyat jelata di pinggir jalan.
Paribatra, Pangeran Thailand Jadi Tukang Kebun di Bandung
Paribatra merupakan anak Raja Thailand Chulalongkron atau Rama V. Sama seperti Suryomentaram, dia pun hidup enak di istana. Bahkan, Bahkan, saat sudah dewasa dia diberi posisi khusus di pemerintahan. Dalam Thailand: A Short History (2004) diketahui, dia sempat menjadi Panglima Angkatan Laut, Menteri Dalam Negeri, dan penasehat raja.
Akan tetapi, semua posisi dan keistimewaan itu berakhir pada 24 Juni 1932. Saat itu, terjadi kudeta di kerajaan yang menggulingkan kekuasaan Rama V. Paribatra yang jadi bagian kerajaan, baik secara politik atau biologis, praktis terdampak kudeta. Dia harus angkat kaki dari istana. Alias terusir dari rumah yang 50 tahun ditempati.
Ketika tragedi terjadi, dia bingung hendak tinggal di mana. Awalnya memilih pergi ke Eropa, tapi sejarah kemudian mencatatnya berbeda. Anak ke-33 Raja Rama V itu kemudian memutuskan tinggal di Hindia Belanda pada Agustus 1932.
Surat kabar de Indische Courant (6 Agustus 1932) melaporkan, dia tiba di Batavia sebelum akhirnya memilih menetap di kawasan Cipaganti, Bandung. Dia datang bersama istri, 5 anak, dan beberapa orang lain.
Di sana dia memanfaatkan lahan rumah pemberian pemerintah untuk menyalurkan kegiatan terpendam, yakni menjadi tukang kebun. Peneliti sejarah Bandung Haryoto Kunto dalam Semerbak Bunga di Bandung Raya (1986) menceritakan, di rumah barunya Paribatra menjadi ahli tanaman anggrek.
Sehari-hari dia menjadi tukang kebun hingga sukses membangun taman indah berbunga di depan rumah. Dari kebun itu pula, Paribatra memperkenalkan bibit anggrek yang kelak disebarluaskan di kawasan Bandung. Mengutip majalah Mooi Indie (1937), dia rela menjadi tukang kebun karena merasa Bandung masih miskin bunga-bunga.
Kegiatan ini terus dilakukan sampai wafat pada 18 Januari 1944. Dia dikuburkan di Bandung, sebelum akhirnya dipulangkan pada 1948 untuk dikremasi di Istana Raja, Bangkok. Meski sudah meninggal, nama Paribatra harum sebagai ahli kebun yang membuat Bandung semakin berwarna.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: