Jakarta, CNBC Indonesia - Isi kandungan dalam kitab suci Al-Quran dapat menjadi pedoman menjalani kehidupan, termasuk urusan tata kelola negara. Hal ini bahkan pernah diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Saat pertama kali didirikan pada 4 Juli 1776, atau 249 tahun yang lalu, salah satu pendiri dan penyusun deklarasi kemerdekaan AS, Thomas Jefferson, sempat menjadikan nilai-nilai Al-Quran sebagai referensi mendirikan negara.
Sebagai wawasan, Thomas Jefferson dikenal sebagai akademisi yang banyak membaca buku. Dari mulai karya-karya filsuf Eropa hingga kebudayaan Timur Tengah. Berbagai kitab suci keagamaan, termasuk Al-Quran, juga dibaca tuntas, sekalipun dia beragama Kristen Protestan.
Pertemuan pertama Jefferson dengan Al-Quran terjadi pada 1765. Kala itu, dia masih berstatus sebagai mahasiswa di The College of William dan membeli Al-Quran versi bahasa Inggris.
Menurut Denise Spellberg dalam Thomas Jefferson's Qur'an: Islam and the Founders (2013), pembelian Al-Quran itu menjadi pintu masuk Jefferson mengenal dunia Islam lebih dalam. Kelak, perkenalan ini menambah wawasannya ketika memperjuangkan kemerdekaan dari Inggris dan melahirkan negara bernama Amerika Serikat pada 11 tahun kemudian.
Ketika kemerdekaan sudah tiba, Thomas Jefferson, sebagai salah satu deklarator, disebut menjadikan nilai-nilai Al-Quran saat membentuk AS. Nilai-nilai Islam yang secara tidak langsung menjadi referensinya adalah terkait kebebasan beragama, toleransi hingga konsep anti-kekerasan.
Semua itu diaplikasikan untuk menyusun berbagai aturan dasar, seperti konstitusi dan peraturan perundangan untuk kehidupan politik dan ekonomi.
Thomas Jefferson ingin aturan-aturan di AS bisa mencakup seluruh agama. Tidak hanya satu agama tertentu, misalnya, Kristen. Harus juga mengakomodir kepentingan agama lain yang minoritas, seperti Islam. Agama-agama lain harus juga diberi hak-hak sama dengan Kristen.
Salah satu praktiknya terlihat pada UU Kebebasan Beragama tahun 1786 yang dicetuskan Jefferson saat menjadi Gubernur Virginia. Dia menolak menempatkan unsur Kristiani di aturan dan memilih memasukkan kepercayaan lain, seperti Yahudi dan Islam.
Dalam Muslims in America (2018) diketahui, ketika AS berdiri sudah ada 10-20% pemeluk agama Islam. Meskipun mayoritas umat Muslim di Paman Sam adalah budak dari Afrika Barat. Artinya, Jefferson juga memikirkan kalau Paman Sam akan menjadi tempat bagi para pemeluk agama lain, sehingga harus diatur hak-haknya, baik itu di ranah politik atau ekonomi.
Sayang, meski sudah mempelajari Islam, sikap rasis dan superior Jefferson tak hilang. Memang dia pro kebebasan sipil, beragama, dan mendukung sikap toleran, tetapi dia tetap memandang rendah orang non-kulit putih.
Lalu, dia juga masih memelihara budak semasa hidup. Situs Britannica mencatat, dia memiliki 200 budak sampai akhir hayat. Sikap-sikap seperti ini padahal bertentangan dengan nilai Islam yang menjunjung tinggi kesetaraan dan pelarangan budak.
(mfa/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Next Article Tanaman 'Harta Karun' RI Ternyata Dipakai Nabi Muhammad Buat Ibadah