Jakarta, Indonesia - Industri hilirisasi Indonesia memasuki babak baru dengan dimulainya produksi perdana smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.
Smelter PTFI ini memiliki kapasitas pemurnian 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Selain menghasilkan katoda tembaga, smelter PTFI juga menghasilkan lumpur anoda yang selanjutnya dimurnikan di Precious Metal Refinery (PMR) menjadi emas dan perak batangan, serta Platinum Group Metals (PGM).
Smelter tersebut akan menghasilkan produk katoda tembaga sebanyak 600.000 ton per tahun, 50 ton emas per tahun, dan 150-200 ton perak.
Smelter ini merupakan smelter kedua PTFI setelah pada 1996 membangun smelter peleburan tembaga pertama di Indonesia bersama konsorsium Jepang, dengan nama PT Smelting, yang juga berlokasi di Gresik.
"Kita harapkan ini segera melahirkan perusahaan turunan industri turunan dari tembaga di sekitar PT Freeport Indonesia. Sudah ada yang mulai produksi copper foil saya kira akan diikuti pabrik kabel, termasuk yang disampaikan Pak Erick Thohir selenium yang bisa diproduksi untuk industri semikonduktor," tutur mantan Presiden Joko Widodo saat meresmikan produksi katoda tembaga perdana smelter PT Freeport Indonesia di KEK, Gresik, Jawa Timur, Senin (23/09/2024).
Freeport Indonesia dan Pasar Tembaga Dunia
Beroperasinya smelter PTFI semakin menegaskan posisi Indonesia dalam peta hilirisasi pertambangan global.
Dengan kapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga dan menghasilkan 600.000 katoda tembaga per tahun merupakan smelter single line terbesar dunia.
Smelter raksasa dunia lainnya, antara lain Guixi dan Codelco.
Sebelumnya, Guixi Smelter dari Jiangxi Copper Corporation Limited di China adalah satu-satunya smelter tembaga di dunia dengan kapasitas produksi tahunan lebih dari 1 juta ton per pabrik.
Penelusuran CNBC Indonesia menunjukkan smelter tembaga dengan kapasitas besar adalah Codelco yang merupakan BUMN Chile disusul dengan tambang-tambang milik China. Di antaranya adalah Guixi milik Jiangxi Copper Corporation dan tambang milik China Daye Non-Ferrous Metals Mining Limited.
Smelter Freeport Dongkrak Peran RI di Tingkat Global
Keberadaan smelter PTFI diharapkan bisa semakin meningkatkan peran strategis Indonesia dalam kancah industri tembaga dunia.
China saat ini masih menjadi raja dari industri tembaga dunia. Negara Tirai Bambu tersebut merupakan produsen utama katoda tembaga di dunia dengan output menembus 10,28 juta ton pada 2022. Jumlah tersebut setara dengan 42% global.
Produksi katoda tembaga China dengan cepat melejit dari 8,73 juta ton pada 2018 menjadi 10,28 juta ton pada 2022.
Lonjakan disebabkan oleh banyaknya smelter yang sudah beroperasi serta kebutuhan industri, termasuk laboratorium kimia dan industri minyak dan gas.
Katoda tembaga digunakan untuk beragam jenis peralatan listrik, sirkuit elektronik, transmisi daya, telekomunikasi, dan pembangkit listrik.
Sementara itu, produksi tembaga konsentrat China mencapai 1,83 juta ton pada 2023. Berdasarkan data USGS, produksi pertambangan tembaga Indonesia mencapai 840.000 pada 2023.
Kendati produksi katoda tembaga dan tembaga konsentrat belum sebesar China tetapi Indonesia berpotensi mengejar China. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan logam tembaga terbesar ketujuh di dunia.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengolah data USGS 2020, Indonesia memiliki cadangan logam tembaga (Cu) sebesar 24 juta ton atau menguasai 3% dari total cadangan dunia yang mencapai 871 juta ton Cu.
Adapun pemilik cadangan tembaga terbesar di dunia yaitu Chile yang menguasai 23% cadangan tembaga dunia.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM 2020, total cadangan bijih tembaga Indonesia mencapai 2,63 miliar ton dan sumber daya sebesar 15,08 miliar ton. Adapun produksi bijih tembaga sebesar 100 juta ton per tahun.
Bila permintaan tembaga dunia melesat karena tumbuhnya permintaan kendaraan listrik, maka bukan tidak mungkin Indonesia yang memiliki "harta karun" tembaga terbesar ketujuh di dunia ini ikut ketiban untung.
Potensi Tembaga ke Depan
Tembaga memainkan peran kunci dalam transisi menuju ekonomi energi bersih. Mulai dari kendaraan listrik dan penyimpanan energi, perkembangan kecerdasan buatan (AI), fleksibilitas tembaga menjadikan komoditas tersebut menjadi inti dari berbagai sumber energi efisien dan terbarukan.
Energi terbarukan diyakini menjadi pilihan di masa depan. Kondisi ini akan meningkatkan permintaan tembaga sebagai salah satu sumber energi.
Permintaan tembaga global diperkirakan akan meningkat dua kali lipat, mencapai 50 juta ton metrik pada 2035. Permintaan besar akan datang dari Amerika Serikat (AS), China, Eropa, dan India.
Total produksi tambang tembaga diperkirakan 22 juta ton metrik ton pada 2023 dan diperkirakan meningkat menjadi 30 juta ton pada 2036.
Selain kebutuhan energi, permintaan tembaga naik seiring maraknya penggunaan artificial intelligence (AI). Menjamurnya pusat data dan AI yang membutuhkan komputasi dengan energi yang masif dapat meningkatkan permintaan tembaga global sebesar 3,4 juta ton per tahun pada 2050, kata kepala keuangan BHP Vandita Pant, dikutip dari laporan The Financial Times.
Menurut Reuters, mengutip Trafigura, AI mendorong permintaan tembaga meningkat 1 juta metrik ton pada 2030.
Lonjakan permintaan tersebut juga bisa mendongkrak harga.
Bank of America memprediksi bahwa kombinasi kekurangan pasokan dan permintaan yang meningkat akan mendorong harga tembaga melonjak menjadi $5,44 per pound pada 2026.
Belum lagi gangguan di tambang tembaga yang sering terjadi di Amerika Latin dapat mengakibatkan defisit pasokan tembaga yang semakin melebar mulai 2024.
Data dari sisi pasokan menunjukkan bahwa pada 2023, output tambang global diperkirakan mencapai 21,9 juta ton. Angka tersebut diperkirakan meningkat 2,5% pada 2024. Produksi tembaga yang telah disuling pada 2023 diperkirakan mencapai 25,34 juta ton, naik 1,4% dibandingkan dengan 2022, dan diperkirakan naik menjadi 26,17 juta ton pada 2024.
Foto: LME
Harga tembaga
International Copper Study Group (ICSG) memperkirakan permintaan tembaga yang telah disuling pada 2023 mencapai 25,23 juta ton dan diperkirakan naik menjadi 25,88 juta ton pada 2024.
Khusus untuk China, permintaan untuk tembaga yang telah disuling pada 2023 diperkirakan mencapai 13,773 juta ton dan merangkak naik menjadi 14,045 juta ton pada 2024.
Dengan besarnya permintaan tembaga dan katoda tembaga global serta sumber daya alam yang dimiliki Indonesia maka ada potensi besar bagi Indonesia untuk menjadi raja tembaga ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini: