Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi berpotensi naik per 1 November 2024 didorong oleh kenaikan harga minyak dunia serta depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Jika nantinya harga BBM naik pada 1 November, maka hal ini akan menjadi kabar buruk bagi Presiden Prabowo Subianto di awal masa jabatannya setelah mengucap sumpah pada 20 Oktober 2024 silam.
Untuk diketahui, harga minyak mentah dunia secara rata-rata naik pada Oktober 2024 bersamaan dengan ketegangan di Timur Tengah yang sempet kembali memanas di bulan ini.
Pada awal pekan Oktober 2024, harga minyak WTI dan Brent masing-masing mengalami penguatan sebesar 9,09% dan 8,43% di tengah risiko perang di wilayah Timur Tengah.
Pada saat itu, Israel bersumpah untuk menyerang Iran karena meluncurkan rentetan rudal ke Israel setelah Israel membunuh pemimpin Hizbullah yang didukung Iran.
Seiring berjalannya waktu, harga minyak sempet turun pada 8 Oktober hingga pekan terakhir bulan ini. Penurunan harga minyak terjadi usai perundingan gencatan senjata baru di Timur Tengah serta kekhawatiran terhadap melemahnya permintaan minyak mentah dunia.
Pekan lalu, terdapat laporan bahwa Amerika Serikat (AS) dan Israel akan mencoba memulai kembali perundingan tentang kemungkinan gencatan senjata di Gaza.
Di lain sisi, kekhawatiran Timur Tengah juga mereda karena laporan bahwa Israel tidak menyerang infrastruktur energi sehingga gangguan pasokan minyak terjadi.
Selain itu, permintaan yang tidak cukup kuat dari China yang merupakan importir minyak terbesar di dunia membuat harga minyak menurun.
Tidak hanya China, di Eropa, aktivitas bisnis zona Euro kembali mandek bulan ini, tetap berada dalam wilayah kontraksi karena permintaan dari dalam dan luar negeri turun meskipun perusahaan hampir tidak menaikkan harga mereka.
Di Inggris, optimisme di antara perusahaan-perusahaan Inggris telah merosot, menurut dua survei yang diterbitkan pada Kamis pekan lalu atau enam hari sebelum menteri keuangan Rachel Reeves mencoba memetakan cara antara menaikkan pajak dan meningkatkan pertumbuhan dalam anggaran pertama pemerintah baru.
Hal-hal tersebut dapat mendorong penurunan industri manufaktur dan menurunkan permintaan terhadap bahan bakar minyak.
Merujuk Refinitiv, rata-rata harga minyak Brent berada di angka US$ 75,37 per barel pada Oktober 2024, lebih tinggi dibandingkan US$ 72,64 per barel sepanjang September 2024. Sepanjang Oktober, rata-rata harga minyak Brent naik 1,74%.
Rata-rata harga minyak WTI berada di angka US$ 71,55 per barel sepanjang Oktober 2024. Harga ini lebih tinggi dibandingkan US$ 69,37 per barel pada September 2024.
Sebaliknya, nilai tukar rupiah melemah tajam pada Oktober tahun ini data ekonomi AS tampak sedikit mengalami perbaikan.
Rata-rata nilai tukar rupiah pada Oktober 2024 ada di angka Rp 15.558/US$. Nilai tukar jauh lebih lemah dibandingkan rata-rata September yang menyentuh Rp 15.318/US$.
Rupiah bahkan melemah 3,73% sebulan pada Oktober 2024.
Rupiah melemah akibat derasnya dana asing yang keluar dari pasar keuangan domestik.
Data dari Bank Indonesia (BI) untuk periode 7-10, 14-17,dan 21-25 Oktober 2024 tampak terus mengalami net foreign outflow dengan total sebesar Rp11 triliun.
Sebagai catatan, pemerintah menentukan harga BBM berdasarkan formulasi tertentu. Dua variable akan dipakai yakni rata-rata harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah mengingat besarnya impor.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 19 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak menjelaskan formula harga menggunakan rata-rata harga publikasi Mean of Platts Singapore (MOPS) dengan satuan USD/barel periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24, 1 bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan.
Merujuk Refinitiv, rata-rata harga minyak Brent pada dua bulan terakhir (September-Oktober 2024) adalah sebesar US$ 74,1 per barel. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan pada dua bulan sebelumnya (Agustus-September 2024) sebesar US$ 75,9 per barrel.
Sementara itu, rata-rata harga minyak WTI pada dua bulan terakhir (September-Oktober 2024) adalah sebesar US$ 70,54 /barel.Harga tersebut lebih rendah dibandingkan pada dua bulan sebelumnya (Agustus-September 2024) sebesar US$ 72,54 per barrel.
Rata-rata nilai tukar rupiah pada Oktober adalah Rp 15.558/US$ sementara pada September 2024 tercatat Rp 15.318/US$.
Dengan hanya melihat rata-rata harga minyak dua bulan yang lebih rendah namun rupiah tampak ambruk, maka harga BBM bisa saja mengalami kenaikan pada November 2024. Namun, melihat fakta bahwa daya beli konsumen di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, maka ada kemungkinan bahwa harga BBM tidak mengalami perubahan.
Sebagaimana diketahui, sejumlah badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, BP-AKR hingga PT Vivo Energy Indonesia kompak menurunkan harga produk BBM non subsidi pada periode Oktober 2024.
Sebagai contoh Pertamina, untuk wilayah DKI Jakarta, harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.100 turun dari yang sebelumnya Rp 12.950 per liter. Penurunan juga terpantau pada BBM jenis Pertamax Turbo dari yang sebelumnya Rp 14.475 per liter menjadi Rp 13.250 per liter.
PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial and Trading Pertamina, menyebut hingga kini masih mengkaji rencana penyesuaian harga terhadap produk BBM non subsidi untuk bulan November mendatang.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan menjelaskan bahwa pihaknya masih menghitung-hitung harga keekonomian BBM non subsidi untuk 1 November mendatang.
"Masih dihitung, masih dihitung. Belum tahu masih dihitung," kata Riva ditemui di Ternate, dikutip Kamis (31/10/2024).
Sebagai catatan, PT Pertamina menurunkan harga BBM non-subsidi per 1 Oktober 2024. Artinya harga BBM non-subsidi sudah turun dua bulan beruntun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: