Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai dan volume impor keramik dari China yang pernah membanjiri negeri ini kini dihadapkan pada tembok kebijakan anti-dumping. Kebijakan tersebut bak perisai yang melindungi industri keramik dalam negeri dari hempasan kerugian.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) dikutip CNBC Indonesia, terkait impor keramik jenis HS 69141000 nilai impor keramik yang mencapai US$ 880,787 pada 2022 turun tajam pada 2023 menjadi US$ 105,655. Pada 2024 kembali menjadi US$ 498,724. Sementara itu, volume impor keramik pada 2024 mencapai 107,506 kilogram, setelah sempat anjlok pada 2023 dengan hanya 88,937 kilogram.
Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap impor keramik dari China, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2024. Kebijakan tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 9 Oktober 2024 dan mulai berlaku sejak 14 Oktober 2024.
Kebijakan ini memberikan bea masuk tinggi kepada keramik impor asal China.
Berdasarkan data BPS, tren nilai impor keramik pada 2024 memperlihatkan peningkatan dibandingkan 2023, namun belum menyamai angka impor pada 2022. Kenaikan ini mungkin disebabkan oleh permintaan pasar yang kembali meningkat, sementara kebijakan BMAD baru mulai diterapkan pada akhir tahun. Hal ini menandakan adanya transisi dari penurunan tajam ke stabilisasi nilai impor seiring adaptasi pasar terhadap kebijakan baru.
Namun, kebijakan ini diharapkan dapat membatasi lonjakan impor di masa mendatang, khususnya untuk keramik yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada 2023, volume impor yang hanya mencapai 88,937 kilogram menunjukkan efek dari pengawasan ketat serta tindakan pemusnahan keramik yang tidak sesuai SNI oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dalam kurun waktu tersebut, volume impor keramik dari China menurun drastis akibat penyelidikan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
Dampak pada Industri Keramik Nasional
Industri keramik nasional diperkirakan akan merasakan dampak positif dari penerapan BMAD ini, terutama dalam jangka panjang. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) memperkirakan produksi keramik dalam negeri akan tumbuh 6,4% pada 2024, mencapai 445 juta meter persegi.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi produksi tahun 2023 yang tercatat sebesar 418 juta meter persegi. Peningkatan produksi tersebut diperkirakan akan terakselerasi oleh pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) dan berbagai insentif pemerintah untuk sektor properti, termasuk kebijakan PPN yang ditanggung pemerintah.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Penurunan drastis volume impor pada 2023 mungkin mengindikasikan adanya ketergantungan terhadap produk impor yang belum sepenuhnya diisi oleh produksi dalam negeri. Dengan meningkatnya kebutuhan pasar domestik, produsen keramik lokal perlu meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan..
Kebijakan BMAD dan penegakan standar SNI terhadap produk keramik impor menjadi langkah strategis dalam menjaga persaingan yang sehat bagi industri dalam negeri. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan positif dari Asaki menunjukkan optimisme terhadap peningkatan produksi nasional yang mampu memenuhi kebutuhan pasar. Di tengah tekanan yang dihadapi dari keramik impor yang sempat membanjiri pasar, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap industri keramik dalam negeri.
Dengan berjalannya kebijakan BMAD hingga lima tahun ke depan, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat posisi industri keramik nasional di pasar domestik. Ini adalah momen penting bagi produsen lokal untuk meningkatkan daya saing melalui inovasi dan efisiensi, serta memanfaatkan momentum peningkatan permintaan dari sektor pembangunan, khususnya proyek strategis nasional seperti IKN.
Namun, yang tak kalah penting adalah upaya untuk menjaga keseimbangan antara penurunan impor dan peningkatan produksi lokal. Dengan kebijakan yang tepat dan dukungan penuh dari pemerintah serta sinergi pelaku industri, bukan tidak mungkin industri keramik Indonesia dapat bertransformasi menjadi lebih kuat dan berdaya saing tinggi, serta mampu menghadapi tantangan global ke depan.
CNBC Research Indonesia
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini: