Jakarta, CNBC Indonesia- Di tanah air kita, melati berdiri megah sebagai simbol kesucian dan keanggunan. Dalam tradisi Jawa, ia menghiasi pengantin, menambahkan pesona pada riasan adat, sementara di Bali, melati memainkan peran vital dalam ritual keagamaan.
Keindahan melati bukan hanya terletak pada estetika. Bunga ini melintasi batas-batas geografis, dimanfaatkan dalam minyak esensial, pengobatan herbal, hingga campuran teh. Dengan demikian, melati menjelma menjadi komoditas berharga di pasar internasional.
Namun, di Indonesia semerbak wangi melati malah kerap dianggap mengerikan. Pasalnya, wanginya identik dengan kehadiran makhluk halus seperti hantu atau setan.
Foto: Bunga melati. (Dok. Pixabay)
Bunga melati. (Dok. Pixabay)
Tahun 2023 mencatat kesuksesan Indonesia dalam mengekspor melati ke berbagai penjuru dunia dengan nilai yang mencolok.
Thailand menduduki posisi teratas sebagai tujuan ekspor, mencatat nilai mencapai US$ 696.656 dengan berat 503,305 kg. Singapura, sebagai pasar penting lainnya, mengikuti dengan nilai ekspor sebesar US$ 671.432 untuk 261,754 kg melati.
Tak kalah penting, Malaysia, dan Arab Saudi juga turut menyerap melati Indonesia dalam jumlah besar. Permintaan tinggi dari negara-negara ini berakar pada kebutuhan akan bahan campuran produk kecantikan, minyak esensial, serta tradisi penggunaan bunga dalam upacara adat dan keagamaan.
Thailand, sebagai importir utama, menunjukkan permintaan tinggi akan melati, terutama untuk produk minyak esensial dan bunga rangkai. Negara ini memiliki industri minyak wangi dan perawatan tubuh yang pesat, di mana melati menjadi salah satu bahan baku yang diincar.
Di sisi lain, China mengimpor melati untuk campuran teh, sebuah minuman yang digemari karena aroma menenangkan dan cita rasa khas. Permintaan dari Arab Saudi pun terkait erat dengan penggunaan melati dalam berbagai acara keagamaan dan perayaan.
Foto: Bunga melati. (Dok. Pixabay)
Bunga melati. (Dok. Pixabay)
Jawa Tengah berperan sebagai provinsi penghasil melati terbesar di Indonesia. Pada 2023, produksinya mencapai 19.160.058 kg atau 19.160 ton, berkat iklim dan tanah yang ideal untuk budidaya melati. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup juga mendukung proses panen manual yang dilakukan dengan hati-hati.
Kalimantan Selatan dan Jawa Timur turut menyumbang produksi, masing-masing menghasilkan 1.628.384 kg dan 646.061 kg. Variasi dalam jumlah produksi ini dipengaruhi oleh luas lahan, investasi dalam teknologi pertanian, dan iklim mikro di setiap wilayah.
Keunggulan Jawa Tengah sebagai pusat produksi melati terletak pada tradisi budidaya yang panjang. Infrastruktur pertanian yang baik dan dukungan pemerintah daerah membantu provinsi ini mempertahankan dominasinya dalam industri melati nasional. Kehadiran pusat distribusi di Jawa juga memudahkan akses ke pelabuhan utama, menjadi gerbang ekspor ke berbagai negara tujuan.
Merujuk pada BPS Jawa Tengah, produksi melati mereka diitopang oleh Kabupaten Batang, Pemalang dan Pekalongan.
Namun, tantangan tetap ada. Produktivitas tanaman melati sangat tergantung pada cuaca dan ketersediaan tenaga kerja, yang biasanya melakukan panen di pagi hari untuk menjaga kesegaran bunga. Perubahan iklim yang tidak terduga bisa mengganggu jadwal panen dan kualitas hasil. Meskipun demikian, tingginya permintaan pasar internasional memacu petani untuk terus meningkatkan produksi dan kualitas melati.
Secara keseluruhan, industri melati Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang. Keunikan dan kualitas melati kita diakui di pasar global, dan permintaan yang melimpah dari Thailand dan China menegaskan potensi ekspor yang terus tumbuh.
Meski menghadapi tantangan cuaca dan distribusi, dukungan pemerintah dan inovasi dalam teknik budidaya diharapkan akan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama di pasar melati dunia. Melati, yang kaya akan nilai budaya, kini berdiri sebagai simbol kekuatan ekonomi Indonesia di arena internasional.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini: