Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian wilayah di negara Asia sedang di landa badai. Hal tersebut menjadi badai terbesar di sejumlah negara di Asia dan menyebabkan kematian.
Topan Kong-rey menghantam Taiwan, badai terbesar yang menghantam pulau tersebut sejak 1996. Hujan lebat dan angin kencang melanda Taiwan pada hari Kamis (31/10/2024) saat badai terbesar yang menghantam pulau tersebut dalam hampir tiga dekade menerjang daratan di sepanjang pantai tenggaranya.
Topan Kong-rey membawa angin berkecepatan mendekati 200 kilometer per jam (125 mph), setara dengan badai Atlantik Kategori 3, menurut Pusat Peringatan Topan Gabungan (JTWC), saat menerjang daratan di daerah Taitung pada Kamis sore (31/10/2024).
Setidaknya dua orang tewas dan lebih dari 500 orang cedera terkait badai dilaporkan, menurut Pusat Operasi Darurat Pusat (CEOC) Taiwan.
Begitu juga dengan badai yang menerpa Filipina. Tim penyelamat di Filipina menyelam ke sebuah danau dan menyisir desa-desa terpencil untuk menemukan puluhan orang yang hilang saat jumlah korban tewas akibat Badai Tropis Trami mencapai 100 orang.
Jumlah korban tewas di provinsi Batangas, sebelah selatan Manila, meningkat menjadi 55 orang hingga Minggu (27/10/2024), menurut kepala polisi provinsi Jacinto Malinao kepada kantor berita AFP.
Trami, yang menerjang Filipina pada 24 Oktober, merupakan salah satu badai paling mematikan yang menerjang negara Asia Tenggara itu tahun ini.
Setidaknya 36 orang lainnya masih hilang sejak badai tropis itu, yang memaksa lebih dari setengah juta orang meninggalkan rumah mereka, menurut badan bencana nasional.
Polisi di wilayah Bicol yang paling parah dilanda di Filipina tengah juga mencatat 38 kematian, sebagian besar karena tenggelam.
Meningkatnya Badai di Asia: Realitas Perubahan Iklim
Beberapa tahun terakhir telah menyaksikan peningkatan badai yang signifikan di Asia, sebuah fenomena yang oleh para ilmuwan dikaitkan dengan dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah melaporkan bahwa Asia tetap menjadi kawasan yang paling banyak dilanda bencana pada tahun 2023, dengan banjir dan badai yang menyebabkan jumlah korban dan kerugian ekonomi tertinggi. Tren yang mengkhawatirkan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan strategi komprehensif untuk mengurangi dampak peristiwa cuaca ekstrem.
Laporan Keadaan Iklim di Asia 2023 menyoroti percepatan laju indikator perubahan iklim utama, seperti suhu permukaan, penyusutan gletser, dan kenaikan permukaan laut, yang berdampak besar bagi masyarakat, ekonomi, dan ekosistem di kawasan tersebut. Temuan laporan tersebut merupakan pengingat yang serius akan realitas yang dihadapi banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, disertai dengan serangkaian kondisi ekstrem mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai.
Frekuensi dan tingkat keparahan kejadian ini diperburuk oleh perubahan iklim, yang berdampak besar pada kehidupan manusia dan lingkungan. Tren pemanasan di Asia hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990, menjadikannya kawasan yang memanas lebih cepat daripada rata-rata global. Pada tahun 2023, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik barat laut mencapai yang tertinggi yang pernah tercatat, dan bahkan Samudra Arktik mengalami gelombang panas laut, yang menunjukkan perubahan signifikan dalam pola iklim.
Laporan WMO juga menyoroti meningkatnya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh panas ekstrem, dengan mencatat bahwa kematian terkait panas sering kali tidak dilaporkan. Meskipun demikian, jumlah bencana yang terkait dengan peristiwa bahaya hidro-meteorologi di Asia sangat mengejutkan, dengan lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai.
Menanggapi tantangan ini, WMO dan Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) berinvestasi dalam meningkatkan ambisi iklim dan mempercepat penerapan kebijakan yang baik. Ini termasuk upaya untuk menyediakan sistem peringatan dini bagi semua orang di kawasan tersebut, guna memastikan tidak ada yang tertinggal saat krisis iklim terus berkembang.
Laporan ini berfungsi sebagai ajakan untuk bertindak bagi para pembuat kebijakan, masyarakat, dan individu. Laporan ini menekankan perlunya proposal kebijakan berbasis bukti yang dapat menjembatani kesenjangan antara ilmu iklim dan pengurangan risiko bencana. Karena siklon tropis di Asia dapat menggandakan daya rusaknya, pentingnya langkah-langkah kesiapsiagaan dan adaptasi tidak dapat dilebih-lebihkan.
Serangkaian badai terkini di Asia telah memperlihatkan kenyataan pahit krisis iklim ke permukaan. Topan Yagi, badai terkuat tahun 2024, telah meninggalkan jejak kehancuran di Myanmar, Vietnam, Laos, dan Thailand, merenggut lebih dari 400 nyawa dan membuat jutaan orang mengungsi.
Lintasan Topan Yagi ditandai oleh angin kencang, hujan deras, banjir yang meluas, dan tanah longsor, yang menghancurkan masyarakat dan infrastruktur. Vietnam, dengan garis pantai dan sistem sungainya yang panjang, sangat terpukul, mengalami banjir berkepanjangan yang merendam provinsi-provinsi di utara. Ibu kota, Hanoi, dan 26 provinsi lainnya terkena dampak, dengan lahan pertanian, kota kecil, dan kota-kota terendam.
Asia telah mengalami serangkaian badai dahsyat yang menjadi pengingat nyata akan meningkatnya keparahan peristiwa cuaca akibat perubahan iklim.
Cuaca di Indonesia
Sementara di Indonesia, Cuaca panas terik masih melanda wilayah sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Jawa. Meski, di beberapa lokasi juga sudah mulai memasuki musim hujan.
Pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, suhu maksimum harian di Indonesia pada 28 Oktober 2024 pukul 07.00 WIB hingga hari ini, Selasa (29/10/2024) pukul 07.00 WIB mencapai 38,3 derajat Celcius. Ini terpantau di Stasiun Meteorologi Gawayantana, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kondisi tak jauh berbeda terpantau oleh Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Kaharuddin, Sumbawa Besar, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Suhu maksimum terendah dilaporkan mencapai 34,4 derjat Celcius oleh Stasiun Meteorologi Maritim Panjang, Lampung dan Stasiun Meteorologi Klas I Hasanuddin Makassar.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, kondisi ini masih akan bertahan. Dan, BMKG terus melakukan pemantauan.
"Kondisi suhu panas diprediksi masih akan bertahan di wilayah Jawa hingga NTT selama beberapa hari ke depan. Kondisi tersebut terus dipantau oleh BMKG karena perubahan cuaca sangat dinamis dan tergantung pada dinamika cuaca regional dan pola pergerakan atmosfer secara keseluruhan yang sedang aktif di wilayah Indonesia," katanya.
"Sebagai contoh, Siklon Tropis Kong-rey yang saat ini aktif di Samudra Pasifik turut memengaruhi pola cuaca di kawasan ini dengan menarik kelembapan dari wilayah sekitar, termasuk Jawa hingga NTT, sehingga menciptakan kondisi udara yang kering dan meningkatkan suhu," jelas Andri.
Dia menambahkan, siklon tersebut diperkirakan akan melemah dalam beberapa hari ke depan saat bergerak menjauh.
"Namun pengaruhnya pada kelembapan dan suhu di Indonesia masih dapat bertahan hingga kondisi atmosfer kembali stabil," ujar Andri.
"Karena itu selama periode ini, penting bagi masyarakat di wilayah Jawa hingga NTT untuk waspada terhadap adanya potensi dampak suhu tinggi," tambahnya.
CNBC Indonesia Research
(saw/saw)
Saksikan video di bawah ini: