RI Punya Kunci Kesehatan yang Tak Lagi Menyusahkan

2 weeks ago 11

Jakarta, CNBC Indonesia - Layanan kesehatan Indonesia akan semakin mengandalkan digitalisasi. Jaringan komunikasi yang handal dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni pun menjadi tulang punggung dari perubahan tersebut.

Perkembangan teknologi yang masif serta pandemi Covid-19 memicu revolusi dalam layanan kesehatan berbasis digital. Tak hanya di kota besar, layanan kesehatan berbasis digital sudah merambah ke pelosok negeri, termasuk wilayah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seluruh layanan kesehatan berbasis digital di rumah sakit hingga puskesmas sudah terintegrasi dengan Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) pada Desember 2023.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kemudian resmi meluncurkan rekam medis elektronik (RME). Sistem ini akan menyimpan data identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Ilustrasi penggunaan sistem RME di Puskesmas Ba'a, Kabupaten Rote NdaoFoto: Maesaroh/CNBC
Ilustrasi penggunaan sistem RME di Puskesmas Ba'a, Kabupaten Rote Ndao

Sistem ini memungkinkan fasilitas layanan kesehatan mengolah data pasien secara efisien, cepat, murah, mudah, dan menghindari kesalahan data serta diagnosa berulang-ulang.

Dengan adanya RME maka data pasien sudah tersimpan secara elektronik sehingga saat mereka memeriksakan kesehatan lagi di lain waktu data sudah tersedia dan petugas memiliki catatan riwayat kesehatan.

Ilustrasi sistem RMEFoto: Kementerian Kesehatan
Ilustrasi sistem RME

Internet Percepat Layanan Kesehatan Berbasis Digital
Upaya pemerintah dalam mempercapat layanan kesehatan berbasis digital perlu didukung dengan jaringan komunikasi yang memadai.
Upaya tersebut juga perlu didukung oleh lintas kementerian, termasuk dari Kementerian Komunikasi dai Informatika (Kominfo). Jauh sebelum pandemi Covid-19, program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) bahkan sudah ikut menopang layanan kesehatan berbasis digital di wilayah Rote Ndao.

BAKTI sudah membangun Base Transceiver Station (BTS) untuk mendukung jaringan internet di wilayah 3T. Di Rote Ndao, BAKTI sudah membangun 14 unit BTS sejak 2019. Selain itu, BAKTI juga membangun 78 akses internet di titik-titik yang dibutuhkan, mulai dari sekolah hingga puskesmas.

Data BAKTI menunjukkan terdapat 6 akses internet di puskesmas dan 1 di Rumah Sakiit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Rote Ndao. Salah satunya adalah di Puskesmas Sitomori, Kecamatan Landu Leko, Rote Ndao.

Puskesmas Sotimori berjarak sekitar 58 km dari Kota Ba'a yang merupakan pusat kota di Kabupaten Rote Ndao. Puskesmas tersebut masuk dalam wilayah 3T. Sotimori merupakan ibu kota Kecamatan Landu Leko dan puskesmas di sana menaungi tujuh desa.

Dibutuhkan waktu 1,5 jam dengan perjalanan mobil untuk sampai ke Sotimori dari Kota Ba'a. Mayoritas jalan menuju Sotimori sudah mulus tetapi sebagian jalan lain sangat rusak dan bahkan masih berupa bebatuan.

Jaringan listrik baru masuk di Sotimori pada 2018 dan jaringan internet baru mulai kencang pada 2019.

Puskesmas Sotimori, Kab. Rote NdaoFoto: Maesaroh/CNBC
Puskesmas Sotimori, Kab. Rote Ndao


Kepala PuskesmasSotimori,Welhelmus Fritz FLHenukh, menjelaskanpuskesmas sudah mendapatkan akses internet dari BAKTI sejak 2019. Keberadaan akses internet tersebut memudahkan dirinya dan petugas kesehatan di sana untuk mempercepat layanan kesehatan seperti Aplikasi SehatIndonesiaku (ASIK) hingga mengurus data kepegawaian.

"Setiap hari ada sekitar 20 pasien. Penyakit paling banyak dikeluhkan ISPA dan lambung," tutur Welhelmus kepada CNBC Indonesia.

Welhelmus bercerita semua dilakukan dengan manual sebelum ada internet. Layanan kesehatan pun membutuhkan waktu lama. Proses pendaftaran bahkan membutuhkan waktu 15-30 menit karena harus mencocokan data pribadi pasien hingga menuliskannya secara manual.
Dengan adanya aplikasi ASIK dan digitalisasi maka hanya dibutuhkan waktu 5-10 menit dari pendaftaran sampai skrining hingga diagnosa.

"Dari daftar, analisa, diagnosa sampai resep dan dikasih obat semua terekam. Kita bisa lihat. Kalau kita mau kasih rujukan ke rumah sakit, rumah sakit bisa langsung melihat data pasien," tutur Mila Lay, perawat di Puskesmas Sitomori sekaligus petugas yang bertanggung jawab pada kelancaran aplikasi ASIK.

Welhelmus bercerita sebelum ada internet, dia sangat kesulitan mengirim data atau mencari referensi. Dia bahkan kerap membawa PC computer beserta genset dengan menggunakan motor ke bukit demi mendapatkan sinyal terdekat dan mengirim data-data penting.

Kepala Puskesmas Sotimori, Kab. Rote Ndao,  Welhelmus Fritz FL Henukh,Foto: Maesaroh/CNBC
Kepala Puskesmas Sotimori, Kab. Rote Ndao, Welhelmus Fritz FL Henukh,

Data-data tersebut tersimpan di PC dalam jumlah banyak sehingga tidak memungkinkan disimpan di tempat lain.

Dia juga tidak mungkin pergi ke kota yang berjarak 58 km hanya untuk mengirim data atau mencari referensi.
"Dulu pada 2008 sampai 2018, memang sih dulu tidak ada internet. Kalau mau kirim data harus cari posisi. Jauh di atas bukit sekitar 0,5 km. Kita bawa PC computer, bawa genset untuk ngurus adminstrasi. Biasanya kita di sana sampai dua tahun," ujarnya.

Welhelmus menceritakan jaringan internet di puskesmas Sitomori tidak hanya dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan tetapi juga masyarakat sekitar.

Saat pandemi Covid-19, jaringan internet di Puskesmas Sitomori banyak dimanfaatkan warga sekitar

"Saat malam, banyak mahasiswa dan anak sekolah ke sini untuk belajar online dan cari bahan sekolah. Ada yang datang dari jauh, rumahnya 20 km dari puskesmas. Mereka nyari wifi," tutur Welhelmus.

Welhelmus menjelaskan persoalan besar yang dihadapi Puskesmas Sitomori terkait internet adalah jaringan listrik yang kerap mati serta kekurangan SDM.
Menurutnya, bidan yang sudah dilatih jadi tenaga (pengelola sistem) kerap dipindah jadi semuanya harus mengulang dari awal.

Penggunaan internet yang lebih maju dan terintegrasi sudah dilakukan Puskesmas Ba'a yang merupakan ibu kota Kabupaten Rota Ndao. Puskesmas Baa bahkan menjadi percontohan Integrasi Layanan Primer (ILP) di Kabupaten Rote Ndao.

Kepala Puskesmas Ba'a, Gevilawati Pandie, menjelaskan internet sudah dipakai untuk beragam layanan mulai dari RME hingga skrining awal. Puskesmas membawahi 15 desa dan 3 kelurahan,

"Masyarakat tinggal tunjukkan KTP atau KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan kita sudah tahu rekam medisnya. Dulu itu kan harus dicari-cari. Kalau lupa bawa kartu harus dicari di tumpukan buku-buku," ujar Gevilawati.

Menurutnya, rata-rata kunjungan pasien dari pendaftaran sampai pulang hanya dibutuhkan waktu 15 menit. Sementara kalau yang manual bisa menghabiskan waktu 1 jam.

Kepala Puskesmas Ba'a  Kabupaten Rote Ndao, NTT (kiri) dan pegawai)Foto: Maesaroh/CNBC
Kepala Puskesmas Ba'a Kabupaten Rote Ndao, NTT (kiri) dan pegawai)

"Penumpukan biasanya ada di loket pendaftaran dan apotek," imbuhnya.

Gevilawati juga sangat aktif mengembangkan media sosial mulai dari Youtube hingga Instagram. Media sosial tersebut diharapkan bisa menjadi media untuk menyebarluaskan informasi hingga kampanye kesehatan.

Gevilawati juga aktif memperbaharui layanan dan dokumentasi data, seperti menyatukan data kesehatan masyarakat dalam sistem digital.

"Kan banyak instansi yang minta data seperti penyakit paling banyak. Ada juga yang minta penelitian. Dulu kan dicari satu-satu nah sekarang tinggal buka barcode, semua tersedia. Kita ingin semua terbuka. Kalau diagnosa pasien kan tetap dirahasiakan tapi data-data umum semua bisa lihat," imbuhnya.

Saluran Youtube Puskesmas Ba'a, Kabupaten Rote Ndao, NTTFoto: Maesaroh/CNBC
Saluran Youtube Puskesmas Ba'a, Kabupaten Rote Ndao, NTT

Puskesmas Ba'a juga aktif melakukan skrining kesehatan awal untuk masyarakat yang sehat. Langkah ini dilakukan agar pemerintah bisa mendeteksi lebih dini penyakit yang berkembang di masyarakat sehingga antisipasi dini bisa dilakukan. Di antaranya adalah skrining TBC, obesitas, kanker, hingga hipertensi.


"Yang mengantar orang sakit biasanya kita minta skrining. Ini sukarela. Harapannya kita tahu dulu gejalanya, kita bisa cegah," imbuh Gevilawati.

Bagi tenaga kesehatan, internet memberi banyak kemudahan dalam bekerja. Namun, ada manfaat internet lain yang mungkin hanya dirasakan tenaga kesehatan di wilayah 3T.

"Kita bisa nonton TV, Youtube, dan main medsos karena internet. Kalau tidak ada internet apa hiburan kita?," tutur Intan Tulle, dokter muda yang ditugaskan di Puskesmas Sonimanu di Kecamatan Pantai Baru.

Puskesmasnya berjarak 35 km dari pusat kota Ba'a. Wilayah Sonimanu terbilang sangat terpencil dan sulit dijangkau.

Internet akan semakin menopang layanan kesehatan ke depan. Setiap warga negara Indonesia juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, tak terkecuali mereka yang tinggal di wilayah 3T.
Pemerataan pembangunan jaringan komunikasi, seperti internet, tak lagi dipandang sebagai kebutuhan tetapi bagian dari memberi keadilan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research