Jakarta, CNBC Indonesia - Bangkrutnya PT Sri Rejeki Isman (Sritex) menjadi sorotan publik karena melibatkan banyak pihak dan banyaknya tenaga kerja. Menanggapi hal ini, pemerintah turun tangan untuk menyelamatkan perusahaan.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pailit.
Hal ini tertuang dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam putusan tersebut, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," mengutip petitum melalui SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024).
Sritex dinyatakan palilit setelah terlilit masalah utang dalam beberapa tahun terakhir. Mengacu pada laporan keuangan per semester I-2024, liabilitas SRIL didominasi oleh liabilitas jangka panjang, dengan perolehan sebesar US$1,47 miliar. Sementara liabilitas jangka pendeknya tercatat sebesar US$131,42 juta.
Jika ditotalkan, SRIL tercatat memiliki liabilitas sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,2 triliun (US$1=15.730)..
Menanggapi hal ini, SRIL pada 25 Oktober 2024 mengajukan kasasi untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para stakeholder.
Manajemen Sritex mengatakan hal itu merupakan bentuk tanggung jawab kami kepada kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok yang telah bersama-sama mendukung usaha perusahaan.
4 Kementerian Tolong Sritex
Pailit yang terjadi di Sritex membuat pemerintah bergerak hingga mengerahkan empat kementerian. Empat kementerian tersebut yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja.
"Presiden Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kemenkeu, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (27/10/2024).
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) lewat Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos), Indah Anggoro Putri telah meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerjanya, sampai dengan adanya putusan yang inkrah atau dari MA.
Kemudian, Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya untuk tetap membayarkan hak-hak pekerja terutama gaji/upah.
Lalu, Kemnaker meminta agar semua pihak yaitu menejemen dan SP (Serikat Pekerja) di perusahaan untuk tetap tenang dan menjaga kondusifitas perusahaan, serta segera menentukan langkah-langkah strategis dan solutif untuk kedua belah pihak. Utamakan dialog yang konstruktif, produktif dan solutif.
Sritex: Dampak Ekonomi Sukoharjo & Tenaga Kerja Jawa Tengah
Dengan serapan tenaga kerja mencapai 50.000 orang maka Sritex dan anak usaha Sritex memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian di daerah tersebut. Perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut merupakan salah satu tulang ekonomi setempat.
Per 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sukoharjo sebesar Rp46,52 triliun. Angka ini 8,74% lebih tinggi dibandingkan 2022.
Industri tekstil, seperti Sritex, juga menyerap tenaga kerja salam jumlah besar di Jawa Tengah. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah menunjukkan jumlah tenaga kerja di industri tekstil mencapai 94.732 orang pada 2020. Jumlah tersebut setara dengan 5% dari total pekerja di Jawa Tengah. Jumlah tenaga kerja pada era pra- pandemi mencapai 98.366 orang.
Sementara dalam laporan keuangan Sritex periode 2023 (audited), tercatat bahwa total penjualan neto perusahaan sebesar US$325 juta atau sekitar Rp5, 11 triliun (kurs Rp15.635/US$). Angka tersebut merupakan 10,92% dari PDRB Sukoharjo.
Dari total pendapatan net usaha Rp5,11 triliun tersebut, dana yang didistribusikan untuk gaji dan imbalan kerja karyawan sebesar US$41,12 juta atau sekitar Rp646,82 miliar.
Angka ini cenderung lebih rendah dibandingkan 2022 dan 2021 yang pada saat itu perusahaan membayarkan gaji dan imbalan kerja karyawan masing-masing sebesar US$51,75 juta dan US$53,69 juta.
Sebagai catatan, saat ini Sritex memiliki jumlah karyawan dalam grup Sritex mencapai 50.000 orang. Lalu ada 14.112 karyawan yang bakal terdampak langsung akibat putusan pailitnya perusahaan.
"Saat ini ada sekitar 14.112 karyawan SRIL yang terdampak langsung, 50.000 karyawan dalam Grup Sritex, dan tak terhitung usaha kecil dan menengah lain yang keberlangsungan usahanya tergantung pada aktivitas bisnis Sritex," ungkap perusahaan dalam keterangan.
Jika Sritex melakukan PHK kepada 50.000 pegawainya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Sukoharjo dan Jawa Tengah karena jumlah angkatan kerja di Kabupaten Sukoharjo pada 2023 sebanyak 499.743 orang dan di Jawa Tengah sebanyak 21,07 juta orang.
Pentingnya Industri Tekstil Buat RI
Kebijakan impor yang seharusnya ditujukan untuk mendorong daya saing dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat cenderung memperlemah kondisi kinerja industri tekstil dan pakaian belakangan ini.
Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada pekerja serta menjamurnya barang impor di sektor tekstil dan pakaian dapat memicu ketidakstabilan sosial dan ekonomi di masyarakat, padahal industri tekstil berkontribusi bagi keseluruhan PDB nasional.
Untuk diketahui, industri tekstil dan pakaian jadi sejak 2019 hingga 2023 memiliki kontribusi yang terus menurun terhadap PDB nasional, yakni dari 1,26% menjadi 0,97%, meskipun secara nominal, PDB industri tekstil dan pakaian jadi relatif mengalami peningkatan.
Kendati secara nominal industri tekstil tidak memberikan kontribusi yang begitu besar, namun industri tekstil merupakan industri yang padat karya (labor intensive) khususnya yang low skill. Alhasil jika semakin banyak perusahaan di industri tekstil yang tidak mempekerjakan karyawannya, maka akan semakin banyak pengangguran mengingat mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki keterampilan khusus.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: