Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia diperkirakan akan naik atau mencatat inflasi (month to month/mtm) pada Oktober 2024 setelah lima bulan mengalami deflasi.
Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi diperkirakan akan melandai. Inflasi pada Oktober dipicu oleh kenaikan sejumlah bahan pokok. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Oktober 2024 pada Jumat (1/11/2024).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 15 institusi memperkirakan IHK Oktober 2024 diperkirakan mengalami inflasi 0,03% (mtm).
Hanya dua dari 12 institusi yang menyampaikan bahwa Indonesia akan kembali mengalami deflasi dan memperpanjang tren deflasi yang sebelumnya telah terjadi sejak Mei 2024 atau lima bulan beruntun.
Jika hal ini kembali terjadi, maka Indonesia akan mengalami deflasi enam bulan beruntun.
Sedangkan IHK secara tahunan (yoy) diperkirakan melandai di bawah level 2% atau tepatnya 1,67%. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi September 2024 yang sebesar 1,84% yoy.
Namun, jika akhirnya IHK (mtm) mencatat inflasi maka ini menjadi inflasi pertama dalam enam bulan. Seperti diketahui, Indonesia mengalami deflasi (mtm) selama lima bulan beruntun. Catatan ini hanya lebih buruk dibandingkan pada 1999 atau era di mana Indonesia masih menghadapi dampak Krisis 1997/1998. Deflasi Mei- September 2024 juga menjadi catatan buruk periode-periode akhir Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kondisi ini memicu kekhawatiran mengenai melemahnya daya bel.
Jika Indonesia pada akhirnya mencatat inflasi pada Oktober 2024 maka ini bisa menjadi awal baik bagi pemeirntahan Presiden Prabowo Subianto yang dilantik pada 20 Oktober 2024.
Secara umum, beberapa harga pangan mengalami penurunan sepanjang Oktober 2024. Hal ini berujung pada inflasi yang melanjutkan tren penurunan sejak puncaknya pada Maret 2024.
Ekonom Ciptadana Sekuritas Asia, Renno Prawira mengungkapkan cabai merah dan cabai rawit masing-masing mengalami penurunan sebesar 7% dan 11% secara bulanan.
Sementara Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman mengatakan harga makanan cenderung turun, terutama untuk beras, cabai, paprika merah, bawang, bawang putih, sayuran, kedelai, dan daging sapi.
Selaras dengan Renno dan Juniman, Bank Mandiri juga menyampaikan bahwa data dari Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) bahwa harga-harga pangan mostly masih mengalami deflasi.
Untuk diketahui, data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) menunjukkan harga cabai merah dan cabai rawit pada 30 September 2024 masing-masing sebesar Rp36.000 dan Rp38.850 per kg. Sementara pada 30 Oktober 2024 menurun menjadi Rp33.450 dan Rp43.250 per kg.
Tidak sampai di situ, Bank Mandiri juga menyampaikan bahwa dari sisi transportasi juga cenderung mengalami penurunan yakni harga Pertamax dan Dexlite yang turun sekitar 5% mtm. Sedangkan harga tiket pesawat turun sekitar 9,5% mtm.
Pada awal Oktober ini, tampak semua badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) resmi mengubah harga produk BBM-nya. Diantara yang melakukan penurunan harga adalah PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, BP-AKR hingga PT Vivo Energy Indonesia.
Seperti contohnya adalah Pertamina, untuk wilayah DKI Jakarta, harga BBM jenis Pertamax kini turun menjadi Rp 12.100 per liter, dari sebelumnya Rp 12.950 per liter pada September 2024. Penurunan juga terpantau pada BBM jenis Pertamax Turbo dari yang sebelumnya Rp 14.475 per liter, kini dibanderol menjadi Rp 13.250 per liter.
Sementara itu, untuk BBM Solar non subsidi jenis Dexlite juga turun dari yang sebelumnya dipatok Rp 14.050 per liter pada September 2024, kini menjadi Rp 12.700 per liter. Berikutnya, produk Pertamina DEX dari sebelumnya dibanderol Rp 14.550 per liter, kini turun menjadi Rp 13.150 per liter.
Renno menjelaskan bahwa dengan penurunan harga BBM non-subsidi diperkirakan akan sedikit menekan inflasi pada sektor transportasi.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi sebesar 3,7% mtm menjadi Rp15.710/US$, yang berpotensi meningkatkan imported inflation.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede secara rinci menjabarkan bahwa sepanjang Oktober ini, harga makanan adalah faktor utama yang mendorong inflasi.
"Kami memproyeksikan inflasi harga bergejolak, yang sebagian besar terdiri dari bahan makanan, akan mencatat tingkat inflasi bulanan sebesar 0,19% mtm. Selain itu, sebagai akibat dari penurunan harga bahan bakar non-subsidi dan harga tiket pesawat, inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah diperkirakan mencatat deflasi bulanan sebesar 0,44% mtm," papar Josua kepada CNBC Indonesia.
"Kami memperkirakan tingkat inflasi tahunan akan tetap berada di bawah titik tengah kisaran target," imbuhnya. Tingkat inflasi IHK tahunan diproyeksikan kembali melandai menjadi 1,67% (yoy) pada Oktober, tetap berada di bawah titik tengah kisaran target tahun ini sebesar 1,5 hingga 3,5%.
Sementara itu, inflasi IHK inti tahunan diperkirakan akan tetap stabil di level 2,09% yoy, mengingat penurunan harga energi dan pangan global yang sedang berlangsung," tambah Josua.
Lebih lanjut, Josua juga menegaskan pada akhir 2024, ia memproyeksikan inflasi di sekitar angka 2% dan 3% pada 2025.
Salah satu pendorongnya yakni karena pemerintah telah menunda pengenaan cukai pada plastik dan minuman kemasan berpemanis untuk mendukung daya beli konsumen dan pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi harga energi global, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah, diperkirakan akan diimbangi oleh potensi penurunan permintaan global, yang dipimpin oleh China.
Sementara pada 2025 sendiri, inflasi diperkirakan mengalami kenaikan karena pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN )dan menaikkan cukai pada minuman kemasan berpemanis. Selain itu, efek low base juga akan memengaruhi inflasi setelah perlambatan inflasi yang signifikan pada 2024.
Secara keseluruhan, Josua menegaskan di tengah berbagai sentimen yang ada baik dari dalam maupun luar negeri, inflasi diperkirakan akan tetap terkendali berada dalam kisaran target 1,5-3,5% Bank Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: