Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Penerimaan Negara akan segera dibentuk pada masa pemerintahan Prabowo Subianto. Kehadiran instansi ini diharapkan mampu memaksimalkan penerimaan negara dengan lebih efisien.
Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara semakin tampak nyata seiring berjalannya waktu. Salah satu tujuannya ialah untuk mencari sumber-sumber penerimaan negara baru, untuk menambal kebutuhan belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Kementerian ini nantinya akan mengurus penerimaan pajak, bea dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sebagai informasi, anggaran belanja dalam APBN 2025 yang telah disahkan DPR dan pemerintah saat ini sebesar Rp3.621,3 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.701 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp919 triliun.
Sementara pendapatan negara pada 2025 disepakati sejumlah Rp3.005,12 triliun dengan rincian penerimaan pajak sebesar Rp2.189,3 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp301,6 triliun, dan PNBP sebesar Rp513,63 triliun.
Selain itu, juga diharapkan dapat mengejar sumber pendapatan dari sisi untapped revenue dan uncollected revenues, bukan mengejar sumber pendapatan yang sudah ada saat ini dengan menaikkan tarif.
Tambahan Rp300 T Bikin Ekonomi RI Tambah Maju
Sebetulnya, dari sisi anggaran belanja dalam APBN 2025 yang telah disahkan DPR dan pemerintah saat ini sebesar Rp3.621,3 triliun masih kurang Rp300 triliun dari rancangan belanja tim pakar Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN), Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa terdapat kebocoran sebesar Rp300 triliun dan melibatkan 300 pengusaha yang dapat menjadi source of income bagi negara.
Hashim mengatakan bahwa daftar tersebut ia dapatkan dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Kepala BKPK Muhammad Yusuf Ateh, dan dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 300 pengusaha itu disebut-sebut bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.
"Ini ada indikasi pengusaha yang nakal, ini data yang Pak Prabowo dapat dari Pak Luhut dan Pak Ateh dan dikonfirmasi dari KLHK ada jutaan hektar kawasan hutan di okupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal, ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar," ujarnya.
Hashim menyatakan, 300 lebih wajib pajak nakal yang masuk daftar belum membayar pajak kepada pemerintah itu memiliki utang pajak senilai Rp300 triliun.
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengungkapkan tambahan penerimaan negara ini dibutuhkan untuk anggaran belanja Prabowo tahun 2025.
Drajad mengatakan simulasi yang telah digariskan untuk belanja negara sebetulnya Rp3.905,38 triliun, untuk mengejar target pertumbuhan 5,89% pada 2025. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kesepakatan DPR tentang APBN 2025 yakni di angka 5,2%.
Sebagai informasi, total belanja negara pada 2023 sebesar Rp3.117,1 triliun. Sedangkan jika belanja negara pada 2025 menyentuh angka Rp3.905,38 triliun, maka terdapat kenaikan sekitar 25,28% dan angka ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Sementara dari sisi PDB, jika PDB Indonesia mampu tumbuh 5,89% sesuai hitungan Drajad, maka angka tersebut merupakan pertumbuhan yang tertinggi sejak 2012 atau lebih dari satu dekade terakhir.
Berkaca dari IRS Amerika Serikat
Konsep memisahkan penerimaan pajak dengan Kementerian Keuangan pada dasarnya bukan menjadi hal yang baru di dunia.
Lembaga pajak otonom yang sering menjadi contoh adalah Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat (AS). IRS terkenal garang dan tidak kenal menyerah dalam mengejar potensi pajak.
Sebenarnya IRS juga tidak sepenuhnya otonom karena masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Namun IRS memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia.
Tanpa belenggu birokrasi yang berlapis, IRS pun leluasa dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Hasilnya, penerimaan pajak Negeri Paman Sam terus meningkat.
Selama Tahun Anggaran (TA) 2023, IRS mengumpulkan U$4,7 triliun dalam pajak bruto, memproses hampir 271,5 juta pengembalian pajak dan formulir lainnya, serta menerbitkan sekitar US$659,1 miliar dalam pengembalian pajak.
Pada tahun penuh 2023, hampir 60,3 juta wajib pajak dibantu melalui panggilan telepon atau kunjungan ke kantor IRS. Situs IRS.gov menerima lebih dari 880,9 juta kunjungan, dan wajib pajak mengunduh sekitar 538,1 juta file. IRS juga menyelesaikan 582.944 audit pengembalian pajak, yang menghasilkan rekomendasi tambahan pajak sebesar US$31,9 miliar.
Tingginya penerimaan pajak oleh IRS perlu diikuti oleh Kementerian Penerimaan Negara nantinya. Ke depan, Kementerian Penerimaan Negara perlu membantu para wajib pajak baik melalui panggilan telepon maupun kunjungan ke kantor agar penerimaan pajak dapat tercapai sesuai target.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya membayar pajak untuk pembangunan suatu negara perlu terus digalakkan sehingga negara tidak perlu mengejar-ngejar wajib pajak.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: