Mengintip Sistem Upah Era Soeharto, Ada Peristiwa 'Berdarah' Marsinah

3 weeks ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5%. Angka ini akan menjadi acuan pemerintah daerah untuk mengumumkan besaran nominal kenaikan UMP dan Upah Minimum Kota/Kabupaten paling lambat 11 Desember 2024.

Pada sisi lain, besaran angka kenaikan UMP menuai perdebatan panjang di kalangan buruh dan pengusaha. Buruh tentu saja bahagia sebab penghasilannya bakal naik. Sementara bagi pengusaha, kenaikan UMP menambah beban pengeluaran mereka.

Perdebatan seperti ini memang menjadi tak berujung sebab kedua pihak sama-sama punya argumen kuat. Plus, pembicaraan demikian juga selalu ada setiap tahun mengiringi penetapan upah minimum setiap tahun.

Hiruk-pikuk penetapan upah minimum juga pernah terjadi di kekuasaan Presiden Soeharto, bahkan beberapa kali menghasilkan insiden berdarah. Masyarakat Indonesia mungkin tak lupa kasus pembunuhan buruh Marsinah pada 1993 yang berkaitan dengan keputusan upah minimum.

Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Jawa Timur. Dia aktif mengadvokasi kesejahteraan rekan-rekan sesama buruh. Kala itu, pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah menetapkan UMP sebesar Rp2.250. Dari ketetapan, Pemprov mengeluarkan surat edaran agar para pengusaha menaikkan upah buruh.

Namun, PT CPS enggan melakukan hal serupa dan mempertahankan buruh dengan gaji lama, yakni Rp1.700 per bulan. Jelas, Marsinah memprotes hal tersebut dan mendorong rekan-rekan melakukan pemogokan massal. Singkat cerita, pemogokan massal pun terjadi.

Ketika pemogokan, beberapa buruh dipanggil ke Kodim, termasuk Marsinah. Pada masa Orde Baru, militer sering menjadi mediator untuk menyelesaikan permasalahan antara buruh dan pengusaha pabrik. Meski begitu, nasib buruk menimpa Marsinah.

20 mei 1998 (Reuters)Foto: Reuters
20 mei 1998 (Reuters)

Pada 8 Mei 1993, dua hari usai dipanggil ke Kodim, Marsinah ditemukan tewas dengan luka-luka di bagian bawah tubuh. Kematian Marsinah di usia 24 tahun menjadi tanda tanya sampai sekarang dan tak diketahui siapa pembunuhnya. 

Apa yang terjadi pada Marsinah merupakan satu dari sekian banyak kasus hasil dinamika panas antara buruh dan pengusaha setiap kali upah minimum ditetapkan setiap tahun sepanjang kekuasaan Soeharto.

Sebagai catatan, selama Soeharto berkuasa, upah minimum buruh ditentukan berdasarkan PP No.8 tahun 1981. Berbeda dengan sekarang, di era Orde Baru tak ada sistem pengupahan berdasarkan regional. Upah ditentukan oleh pusat untuk semua daerah. 

Jurnalis senior Willy Pramudya dalam bukunya Cak Munir: Engkau Tidak Pernah Pergi (2004) menyebut, lewat aturan tersebut buruh mati dalam kemiskinan dan ketergantungan.

Sebab, kebijakan upah Orde Baru tidak mengakomodir kelompok lemah. Selain itu, para buruh juga tidak diajak diskusi, sehingga keputusan upah minimum murni keputusan pemerintah. Hal ini bisa terjadi karena Presiden Soeharto ingin mempertahankan investasi. Jika upah buruh dinaikkan, maka investor bisa kabur. Artinya, pemerintah ingin mengutamakan kalangan pengusaha.

Politisi Amien Rais dalam Suara Amien Rais, Suara Rakyat (1998) menyebut, ketidakadilan tersebut lantas membuat para pengusaha atau majikan semena-mena. Mereka jadi bebas menggaji buruh. Atau bahkan melanggar ketentuan upah minimum. 

Pengusaha juga tak takut sebab tak ada sanksi berat menanti jika melanggar aturan upah minimum. Tak hanya itu, para pengusaha juga memandang hubungan dengan buruh hanya sebatas kontraktual. Artinya, jika buruh tidak mau ikut aturan, maka silakan keluar sebab masih banyak buruh lain yang mau kerja.

Untungnya, sistem pengupahan seperti itu berubah ketika Reformasi. Setelahnya, muncul kebijakan upah minimum yang disesuaikan kondisi regional. Dari sini, muncul UMP dan UMR. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research