Laju Ekonomi RI di Bawah 5%, Mesin Pertumbuhan Mulai Ngadat

1 week ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia -Pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai pada kuartal III-2024. Melemahnya pertumbuhan ini tak lepas dari melandianya konsumsi rumah tangga Indonesia.

Melemahnya ekonomi dan konsumsi rumah tangga ini menjadi permulaan yang kurang baik bagi Presiden Prabowo Subianto diawal masa pemerintahannya. Terlebih, konsumsi adalah mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada hari ini Selasa (5/11/2024). Ekonomi Indonesia melandai ke angka 4,95% (year on year/yoy) untuk kuartal III-2024 atau terburuk dalam setahun terakhir.

Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal II-2024 yang berada di angka 5,05% dan posisi ini juga merupakan yang terendah sejak kuartal III-2023 yang pada saat itu tumbuh sebesar 4,94% yoy.

Jika dilihat berdasarkan pengeluaran, tampak konsumsi rumah tangga tumbuh tak sampai 5% atau tepatnya 4,91% yoy. Padahal konsumsi  menyumbang 53,08% terhadap total PDB Indonesia. Pertumbuhan konsumsi pada kuartal III juga di bawah data historisnya yakni 5%.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Juli-September 2024 setara dengan kuartal I-2024 dan terburuk sejak kuartal IV-2023.

Menanggapi hal ini, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, penurunan konsumsi rumah tangga besar dipengaruhi oleh faktor musiman. Pada dua kuartal sebelumnya ada Ramadan, Idul Fitri dan libur panjang akhir pekan.

"Menurun karena adanya efek musiman pada saat itu, terjadi puncak konsumsi Idul Fitri dan Idul Adha," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (5/11/2024)

Melandainya konsumsi rumah tangga ini bukan tanpa alasan. Ada enam subsector penopang konsumsi rumah tangga yang melandai yakni Restoran dan Hotel, Transportasi dan Komunikasi, serta Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga. Sementara sisanya tampak mengalami kenaikan.

Waspada Konsumsi Warga RI Tertekan

Melambatnya konsumsi rumah tangga bukanlah hal yang cukup mengagetkan lantaran hal ini sudah cukup jelas terlihat dari beberapa indikator yang telah terjadi beberapa bulan terakhir, seperti aktivitas manufaktur yang mengalami kontraksi, deflasi lima bulan beruntun, hingga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun.

Senior Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Konsumsi hanya tumbuh 4,91% (yoy) pada kuartal III-2024 dibandingkan dengan 4,93% pada kuartal kedua, mencerminkan pengeluaran rumah tangga yang tertekan meskipun kondisi makroekonomi stabil.

"Indeks Purchasing Managers' Index (PMI) yang kontraktif, deflasi yang terus berlanjut, dan indeks kepercayaan konsumen yang rendah menjadi bukti fenomena pembatasan ini," pangkas Fithra.

Aktivitas manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan bahwa telah terjadi kontraksi sejak Juli hingga Oktober 2024 atau empat bulan beruntun.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui masih terkontraksinya Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli - Oktober 2024 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas akibat kondisi daya beli masyarakat yang mempengaruhi permintaan.

Tidak hanya Airlangga, Economics Director S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, mengatakan bahwa perekonomian manufaktur Indonesia terus menurun pada Oktober, dengan produksi, permintaan baru dan ketenagakerjaan turun marginal sejak bulan September.

Indikator kedua yakni deflasi secara bulanan telah terjadi selama lima bulan beruntun (Mei-September 2024) meskipun pada Oktober tercatat bahwa Indonesia sudah berbalik inflasi.

Pada kuartal III-2024, deflasi terjadi tidak hanya karena harga pangan yang cenderung menurun seperti cabai rawit dan cabai merah, namun juga diperkirakan karena ada pelemahan daya beli masyarakat.

Lebih lanjut, survei konsumen yang dirilis oleh Bank Indonesia perihal data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga menunjukkan pelandaian dibandingkan rata-rata kuartal II-2024.

Sebagai informasi, rata-rata IKK periode April-Juni 2024 yakni di angka 125,4. Sedangkan rata-rata IKK periode Juli-September 2024 yakni di angka 123,76.

Jika tekanan konsumsi rumah tangga ini terus terjadi, maka bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk ditutup di level 5% pada akhir tahun ini menjadi semakin sulit, khususnya apabila pendapatan masyarakat Indonesia terus mengalami tekanan akibat sulitnya mendapat pekerjaan (job vacancy yang semakin menurun) hingga kondisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahaan ingin melakukan efisiensi dan mengurangi beban operasional.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research