Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas khususnya minyak dan batu bara mengalami fluktuasi yang cukup signifikan di sepanjang pekan ini.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada akhir pekan lalu (4/10/2024) berada di angka US$149,6 per ton dan di akhir pekan ini (11/10/2024) ditutup di level yang relatif sama yakni US$149,4 per ton.
Namun hal menarik dapat terlihat yakni pada Senin (7/10/2024) yakni harga batu bara menyentuh level tertinggi sepanjang 2024 di angka US$153 per ton.
Lonjakan harga batu bara tersebut didorong oleh niat Rusia untuk meningkatkan ekspor batu bara ke India dalam hal memanfaatkan permintaan yang meningkat. Harga batu bara juga ditopang oleh lonjakan harga minyak.
Dikutip dari Reuters, Rusia tertarik untuk meningkatkan ekspor batubara ke India untuk memanfaatkan permintaan yang semakin meningkat terhadap bahan bakar di negara Asia tersebut, kata Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak.
China tetap menjadi pembeli terbesar batubara Rusia, tetapi Moskow menyatakan bahwa India mungkin akan melampaui China pada awal dekade berikutnya, karena Beijing merencanakan pengurangan penggunaan batubara untuk pembangkit listrik.
India semakin bergantung pada batubara untuk memenuhi permintaan listrik yang mencetak rekor, dengan peningkatan output pembangkit listrik berbasis batubara awal tahun ini melampaui pertumbuhan energi terbarukan untuk pertama kalinya sejak setidaknya 2019.
Begitu pula dengan harga minyak yang melambung tinggi pada penutupan perdagangan Senin pekan ini di tengah kekhawatiran bahwa Timur Tengah mungkin berada di ambang perang besar-besaran.
Pertikaian di Timur Tengah semakin intens setelah Hezbollah yang didukung Iran menembakkan roket ke kota ketiga terbesar Israel, Haifa, dan Israel terlihat siap untuk memperluas ofensifnya ke Lebanon, setahun setelah serangan Hamas yang memicu perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Sementara pada Selasa (8/10/2024), harga batu bara dan minyak dunia cenderung terpuruk di tengah sentimen dari India maupun dari Amerika Serikat (AS).
Salah satu perusahaan pertambangan di India tampak berencana beralih ke energi terbarukan.
Dikutip dari Kitco, perusahaan pertambangan India, Hindustan Zinc, berencana untuk beralih ke energi terbarukan untuk mendukung operasionalnya dalam lima hingga tujuh tahun ke depan, kata ketua Priya Agarwal kepada Reuters pada Selasa.
Hal ini membuat popularitas batu bara sedikit tertekan.
Sedangkan dari sisi AS, American Petroleum Institute (API) merilis data inventaris minyak mentah AS yang melonjak sebesar 10,9 juta barel untuk minggu yang berakhir pada 4 Oktober 2024, setelah mengalami penurunan sebesar 1,5 juta barel pada minggu sebelumnya, menurut data dari Buletin Statistik Mingguan API. Ini merupakan penambahan mingguan terbesar sejak November 2023, melebihi perkiraan pasar yang mengharapkan kenaikan sebesar 1,95 juta barel.
Lonjakan tersebut pada akhirnya memukul harga minyak mentah.
Namun pada Kamis dan Jumat pekan ini, harga batu bara dan minyak cenderung mengalami kenaikan dan relatif stabil.
Harga batu bara melonjak seiring dengan melambungnya harga komoditas energi lain mulai dari minyak mentah hingga gas. Lonjakan harga energi terjadi karena sejumlah faktor mulai dari badai di Amerika Serikat, konflik di Timur Tengah, datangnya musim dingin, hingga serangan Ukraina ke pangkalan militer Rusia.
Badai yang melanda Florida, Amerika Serikat dan serangan Ukraina ke Rusia dikhawatirkan bisa mengganggu pasokan gas. Padahal, kedua negara merupakan pemasok utama gas dunia, terutama Eropa. Rusia juga merupakan pemasok batu bara dunia sehingga ketegangan kembali Rusia-Ukraina bisa memicu kenaikan harga batu bara.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini: