Kondisi RI Kacau, Pria Pasuruan Pilih Kabur dan Cetak Sejarah di Eropa

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan banyak orang menyuarakan #KaburAjaDulu dari Indonesia dan tinggal di luar negeri di tengah berbagai masalah tak kunjung reda. Mereka berharap kepergian dari Tanah Air bisa membawa perubahan dan nasib baik.

Hanya saja, tak sedikit orang menilai keputusan kabur bukan bentuk nasionalisme atau cinta Tanah Air. Padahal, tinggal di luar negeri tidak ada pengaruhnya terhadap kelunturan nasionalisme. Sejarah telah membuktikan banyak orang kabur dan tetap mencintai Tanah Air. Bahkan, bisa membela Indonesia dan membuat prestasi membanggakan yang mencetak sejarah.

Salah satu orang yang membuktikan hal ini adalah pria asal Pasuruan, Jawa Timur, bernama Ario Soejono. Dia kabur dari Indonesia pada 1942 dan membuat sejarah yang tak pernah bisa lagi dilakukan sampai saat ini. 

Kabur ke Inggris

Soejono merupakan orang yang lama berkecimpung di dunia pemerintahan kolonial Belanda. Sebagai anak bupati dan bangsawan, dia memiliki karier cemerlang. Awalnya bekerja sebagai asisten wedana pada 1911 dan kemudian menanjak hingga menjabat Bupati Pasuruan periode 1915-1927. 

Saat dilantik, pria kelahiran 31 Maret 1886 ini jadi bupati termuda, yakni berusia 30 tahun. Bahkan dalam waktu bersamaan, dia juga menjadi anggota parlemen Volksraad (1920-1930). Semua ini membuatnya jadi salah satu pejabat cukup bersinar pada masa kolonial. Alhasil, dia pun menjadi andalan pemerintah kolonial.

Sayang, kedekatan dengan pemerintah kolonial malah membawa malapetaka pada 1942. Tahun itu terjadi pergantian kekuasaan di Indonesia. Negara kolonial Hindia Belanda bubar dan diganti penjajahan Jepang. 

Situasi dengan cepat berubah dan menjadi kacau. Bagi orang Eropa dan para pejabat di pemerintahan kolonial, kedatangan Jepang menjadi malapetaka. Sebab bisa saja mereka nanti ditahan oleh tentara Jepang. Atas dasar ini, mereka lantas kabur ke luar negeri, termasuk Ario Soejono. 

Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950 (2008) menyebut, Soejono pergi meninggalkan Indonesia dengan cepat ke Australia bersama van Mook dan Loekman Djajadiningrat. Dari Australia Soejono pergi ke London, tempat pengasingan pemerintahan Belanda sebab ketika itu Amsterdam diduduki Nazi Jerman.

Cetak Sejarah & Bela RI dari Eropa

Ketibaan Soejono di London dalam rangka melarikan diri dari kekacauan Tanah Air disambut baik pemerintah Belanda. Dalam pemberitaan koran de Avondpost (6 Januari 1943), sebagai bentuk mencari dukungan masyarakat Indonesia, Perdana Menteri Pieter Sjoerd Gerbrandry mengangkat Soejono sebagai menteri dalam kabinet Belanda pada 9 Juni 1942. 

Dengan demikian, Soejono mencetak sejarah yang tak pernah terulang kembali sampai saat ini, yakni menjadi Warga Negara Indonesia pertama dan terakhir yang duduk sebagai menteri di Belanda. Sekaligus juga menteri pertama dan terakhir di kabinet Belanda yang bukan Warga Negara Belanda. 

"Saat bersejarah, karena sekarang untuk pertama kalinya seorang putra bangsa Indonesia menjadi anggota pemerintahan Belanda," kata PM Gerbandry dalam pidato kenegaraan. 

Meski begitu, Soejono tetap punya nasionalisme tinggi. Keberadaan di luar negeri dan statusnya sebagai pejabat yang punya pengaruh besar digunakan untuk menyuarakan kepentingan dan kemerdekaan Indonesia. 

Selama jadi menteri, Soejono diketahui memanfaatkan suaranya untuk memberi masukan ihwal tata negara Indonesia jika Perang Dunia II (1942-1945) sudah selesai.

"Untuk itu, Soejono menyatakan bahwa masyarakat Indonesia ingin memutuskan hubungan dengan Negeri Belanda. Karena itu, menurut Soejono, pernyataan Belanda harus menjamin lahirnya kebersamaan sukarela dan ikatan ketatanegaraan," tulis Harry A. Poeze.

Soejono ingin pemerintah tak hanya memikirkan kesetaraan antara Belanda dan Indonesia, tapi juga hak-hak warga Indonesia dan kemerdekaan sepenuhnya. 

"Menurut Soejono, Indonesia harus merdeka sepenuhnya," ungkap Martin Bossenbroek dalam Pembalasan Dendam Diponegoro (2023)

Akan tetapi, penjajah tetap penjajah yang bermotif politik dan ekonomi. Saran Soejono sama sekali tak digubris kabinet Belanda. Mereka menganggap tuntutan pria asal Pasuruan itu tak realistis. Belanda tak mau Indonesia merdeka karena ada motif ekonomi besar.

Soejono bahkan mengulangi pernyataan itu sampai 2-3 kali. Namun, semuanya lagi-lagi diacuhkan. Sadar kondisinya dihimpit, Soejono ogah mundur. Dia tetap mempertahankan posisinya untuk Indonesia. Hanya saja, upaya ini tak lama karena dia dikucilkan dan diasingkan di London

Pengasingan ini berujung pada kematian Ario Soejono di usia 56 tahun pada 5 Januari 1943. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research