Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas di pasar spot terguncang sepanjang pekan ini dan mencatat kinerja mingguan terburuk sejak 23 pekan yang lalu atau Mei 2024. Naiknya indeks dolar menjadi penekan harga emas mengalahkan kebijakan moneter bank sentral yang menjadi kabar baik bagi logam mulia.
Berdasarkan data Refinitiv harga emas di pasar spot pada penutupan perdagangan Jumat (8/11/2024) tercatat di US$2.684,58 per troy ons, anjlok 0,84% dari posisi sebelumnya. Selama sepekan harga emas jatuh 1,86%.
Emas mengawali pekan ini dengan optimisme, di mana mampu mencatatkan kenaikan pada dua sesi perdagangan. Pada Senin (4/11/2024) harga emas dunia mampu berada di zona hijau, yakni si US$2.736,39 per toy ons.
Kinerja positif tersebut berlanjut keesokan harinya pada Selasa (9/11/2024) yang naik 0,26% dari posisi sebelumnya ke US$2.743,59 per troy ons.
Saat itu, harga emas terungkit karena ekspektasi permintaan yang meningkat imbas ketidakpastian jelang pemilihan umum Presiden Amerika Serikat. Saat itu, jajak pendapat menunjukkan Donald Trump dan Kamala Harris bersaing ketat dalam pemilihan presiden AS.
Dengan persaingan ketat antara mantan Presiden Trump dari Partai Republik dan Wakil Presiden Harris dari Partai Demokrat serta kendali Kongres AS yang dipertaruhkan, investor khususnya merasa gelisah dengan hasil yang tidak jelas atau diperebutkan, terutama jika hal itu memicu keresahan.
"Jika hasil pemilu tidak pasti selama berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu, emas akan diuntungkan dari ketidakpastian yang diakibatkannya," kata Commerzbank dalam sebuah catatan.
Petaka bagi para pemilik logam mulia datang kala Donald Trump memenangkan persaingan dengan Kama Harris. Kemenangan Trump membuat indeks dolar, untuk mengukur kekuatan greenback terhadap mata uang utama lainnya, melambung ke 105,09.
Kenaikan indeks dolar membuat harga emas yang dibanderol dengan dolar AS menjadi semakin mahal bagi mata uang lainnya. Sehingga ekspektasi permintaan akan berkurang dan harga pun melemah.
Di sisi lain, investor memperkirakan kepresidenan Trump akan memperkuat dolar AS, yang dapat menyebabkan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) menghentikan siklus penurunan suku bunganya jika inflasi meningkat akibat tarif baru yang diharapkan diberlakukan Trump.
Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, mengatakan bahwa risiko inflasi yang meningkat bisa memperlambat laju pemangkasan suku bunga AS seiring dengan penerapan tarif baru.
"Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) kemungkinan masih akan memangkas suku bunga pada hari Kamis, tetapi setelahnya akan diawasi dengan seksama untuk mencari tanda-tanda penundaan," kata Hansen.
Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, tetapi menunjukkan pendekatan hati-hati terhadap pemotongan lebih lanjut.
Kemenangan Trump telah menimbulkan pertanyaan tentang apakah The Fed mungkin akan melanjutkan penurunan suku bunga dengan kecepatan yang lebih lambat dan skala yang lebih kecil, mengingat kebijakan tarif mantan presiden tersebut.
Namun, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa hasil pemilu tidak akan memiliki dampak "jangka pendek" pada kebijakan moneter.
Prospek pemotongan suku bunga, dimulai dengan pengurangan setengah basis poin pada bulan September, telah mendukung reli emas yang mencapai rekor tahun ini.
Meskipun emas dikenal sebagai lindung nilai terhadap inflasi, suku bunga yang lebih tinggi mengurangi daya tarik emas yang tidak menghasilkan imbal hasil.
"Jika pasar kembali memperkirakan peluang pemotongan suku bunga The Fed sebelum Natal... itu seharusnya membantu harga spot emas tetap di atas level psikologis $2700," kata Han Tan, Analis Pasar Utama di Exinity Group.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini: