Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak kemerdekaan, perjalanan pemerintahan Indonesia ditandai oleh pergantian kabinet yang mencerminkan dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang beragam di setiap eranya.
Mulai dari masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, demokrasi parlementer yang penuh gejolak, era sentralisasi kekuasaan di bawah Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, hingga terbukanya lembaran baru Reformasi.
Setiap kabinet membawa tantangan dan pencapaian tersendiri. Berikut pemahaman lebih dalam tiap-tiap kabinet di setiap eranya.
Era Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia, sejumlah kabinet berperan penting dalam mempertahankan kedaulatan dan menghadapi tekanan dari Belanda serta tantangan politik internal.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia dipimpin oleh Kabinet Presidensial di bawah Presiden Soekarno, yang memegang kendali penuh atas pemerintahan tanpa konsep Perdana Menteri.
Perubahan signifikan terjadi ketika Sutan Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Sjahrir I pada November 1945, mengadopsi sistem parlementer untuk menghadapi diplomasi internasional dan negosiasi dengan Belanda.
Kabinet-kabinet Sjahrir berikutnya terus memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, terutama melalui Perjanjian Linggarjati yang dihasilkan pada masa Kabinet Sjahrir III.
Setelahnya, Amir Sjarifuddin mengambil alih sebagai Perdana Menteri pada masa kritis saat Agresi Militer Belanda I terjadi. Namun, kabinetnya goyah karena kegagalan mempertahankan dukungan politik setelah Perjanjian Renville.
Puncak perjuangan diplomatik tercapai di bawah kepemimpinan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I dan II.
Era kabinet ini menandai berakhirnya perjuangan fisik dan diplomasi besar Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, serta memulai transisi menuju stabilitas politik di era negara kesatuan.
Era Demokrasi Parlementer
Lebih lanjut, pada era demokrasi parlementer (1950-1959), Indonesia mengalami pergantian kabinet yang cepat dan penuh dinamika.
Kabinet Natsir berhasil menyatukan Indonesia menjadi NKRI melalui Mosi Integral Natsir, namun jatuh karena kurang dukungan politik.
Kabinet Sukiman-Suwirjo menghadapi kontroversi setelah menandatangani Mutual Security Act dengan AS.
Prestasi penting dicapai Kabinet Ali Sastroamidjojo I melalui penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika 1955.
Akhir era ini ditutup oleh Kabinet Djuanda, yang menetapkan Deklarasi Djuanda, namun krisis politik menyebabkan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959, yang mengakhiri demokrasi parlementer dan kembali ke sistem presidensial.
Era Demokrasi Terpimpin
Sedangkan, pada era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Presiden Soekarno memegang kekuasaan penuh setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri sistem parlementer dan mengembalikan UUD 1945.
Kabinet-kabinet yang dibentuk selama periode ini sebagian besar menjadi alat Soekarno untuk menjalankan kebijakan politik dan pembangunan nasionalnya.
Kabinet Kerja I menandai awal dari pemerintahan terpusat dengan fokus pada stabilitas nasional, namun tantangan ekonomi seperti inflasi mulai terasa.
Masa paling dikenal dari era ini adalah Kabinet Kerja III, ketika Soekarno melancarkan Konfrontasi dengan Malaysia dan membangun proyek-proyek mercusuar seperti Monumen Nasional (Monas) dan Stadion Gelora Bung Karno, yang menambah beban ekonomi negara.
Akhirnya, pengaruh Soekarno memudar setelah krisis politik ini, diakhiri dengan keluarnya Supersemar pada 1966, yang memberi Jenderal Soeharto kewenangan untuk mengendalikan situasi, menandai berakhirnya era Demokrasi Terpimpin.
Era Orde Baru
Pada era Orde Baru (1966-1998), kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Presiden Soeharto, yang membangun stabilitas politik dan ekonomi Indonesia melalui serangkaian kabinet yang terfokus pada pembangunan nasional.
Setelah menerima Supersemar pada 1966, Soeharto membentuk Kabinet Ampera yang menekankan pemulihan ekonomi dan politik setelah kekacauan yang terjadi di akhir pemerintahan Soekarno.
Setelah itu, Kabinet Pembangunan I mulai menandai era pembangunan ekonomi yang terencana dengan program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Di setiap kabinet berikutnya, mulai dari Kabinet Pembangunan II hingga VI (1973-1998), fokus utama adalah industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas politik.
Pada masa ini, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, didorong oleh kebijakan pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi minyak, dan investasi asing.
Namun, meski ekonomi tumbuh, kritik terhadap otoritarianisme Soeharto semakin meningkat. Kebijakan sentralisasi kekuasaan, pengekangan kebebasan politik, serta korupsi di kalangan elite pemerintahan menjadi sorotan.
Puncaknya terjadi pada Kabinet Pembangunan VII (1998), yang hanya berlangsung selama beberapa bulan karena krisis ekonomi Asia 1997-1998 menghancurkan stabilitas ekonomi negara.
Tekanan politik dan protes massa akhirnya memaksa Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998, menandai akhir dari era Orde Baru yang penuh dengan pembangunan namun diwarnai oleh korupsi dan otoritarianisme.
Era Reformasi - Sekarang
Pada era Reformasi (1998-sekarang), Indonesia memasuki fase transisi dari pemerintahan otoritarian menuju demokrasi yang lebih terbuka.
Setelah pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998, Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah Presiden B.J. Habibie (1998-1999) menjadi kabinet pertama di era ini.
Salah satu pencapaiannya adalah pelaksanaan Pemilu 1999 yang pertama kali berlangsung secara demokratis setelah puluhan tahun.
Selanjutnya, Kabinet Persatuan Nasional di bawah Presiden Abdurrahman Wahid menekankan pada penguatan demokrasi dan desentralisasi kekuasaan.
Meskipun Wahid membawa visi reformasi yang progresif, masa jabatannya penuh dengan ketidakstabilan politik yang membuat kabinetnya terpecah, hingga akhirnya ia digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Pada masa pemerintahan Kabinet Gotong Royong Megawati , Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi.
Di sisi lain, Megawati juga menghadapi tantangan besar terkait isu terorisme setelah tragedi Bom Bali 2002, yang membawa fokus baru pada keamanan nasional.
Era Kabinet Indonesia Bersatu di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikenal dengan program-program ekonomi yang lebih stabil dan kebijakan sosial, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk mengatasi dampak kenaikan harga minyak dunia.
Pada masa Kabinet Kerja dan kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia fokus pada pembangunan infrastruktur besar-besaran, seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan konektivitas nasional.
Dan yang terbaru Kabinet merah putih yang dikepalai Prabowo Subianto selaku presiden baru Republik Indonesia memiliki jumlah anggota hingga 53 orang dengan masing-masing memiliki peran penting.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini: